Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan polisi tanpa seragam berkumpul di depan kantor Asatunews di Jalan Tebet Barat Dalam V, Jakarta Selatan. Selepas azan magrib, Selasa pekan lalu, sekitar sepuluh di antaranya menerobos masuk ke ruang kerja kantor berita online itu, yang terletak di lantai dua.
Di situ ada Edi Syahputra, Komisaris Asatunews, dan Raden Nuh, yang disebut-sebut sebagai penggagas akun Twitter @TM2000Back—yang dikenal "galak" mengomentari kasus korupsi. Lalu ada pula Irwan, yang belakangan disebut polisi sebagai penghubung antara Edi dan PTTelekomunikasi Indonesia Tbk.
Sempat bersitegang dengan penghuni ruangan, sebagian polisi segera menggeledah ruangan itu. Di laci meja Raden Nuh, mereka menemukan duit Rp 49,65 juta. Mendapat bukti yang dicari, polisi lantas menggiring Edi ke kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Kami tangkap dia karena diduga memeras," kata juru bicara Polda Metro, Komisaris Besar Rikwanto, Rabu pekan lalu.
Menurut Rikwanto, penggerebekan itu telah disiapkan begitu polisi mendapat laporan pemerasan dari PT Telkom pada 23 Oktober lalu. Pihak Telkom, yang merasa terancam, menunjukkan bukti pemerasan berupa pesan pendek (SMS) dan percakapan lewat BlackBerry Messenger. Polisi pun menyusun siasat untuk menjebak pemeras.
Sebelumnya, upaya pemerasan oleh Edi ini didahului serangkaian "serangan" di jagat maya. Serangan, antara lain, "ditembakkan" lewat akun Twitter @TM2000Back. Targetnya: mantan Direktur Utama Telkom Arief Yahya, yang baru saja menjadi Menteri Pariwisata di Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo. Akun itu menjuluki Arief dengan sebutan "perampok". Serangan serupa ditebar lewat "berita-berita" di situs Asatunews.
Rikwanto menyatakan Edi akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 45 dan 27. Menurut pasal ini, orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi elektronik bermuatan penghinaan atau pencemaran nama bisa dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Selain itu, Edi dibidik dengan pasal pencemaran nama dan penyebaran fitnah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Edi, menurut Rikwanto, tak bermain sendiri. "Dugaannya ini berkelompok," ujarnya. Karena itu, polisi terus mencari pihak lain yang diduga komplotan Edi. Dua hari setelah Edi tertangkap, polisi menerima laporan baru soal pemerasan senilai Rp 358 juta. Pelapornya: Abdul Satar, salah satu penasihat PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Pelakunya diduga masih berhubungan dengan kelompok Edi.
Dalam waktu dekat, polisi berencana memanggil Raden Nuh, yang ada di lokasi saat penggerebekan di kantor Asatunews tersebut. Kepada Tempo, Raden membantah terlibat pemerasan. Lelaki yang mengaku sebagai penggagas akun @TrioMacan2000—belakangan berganti nama menjadi @TM2000Back—itu justru menyebut dirinya adalah korban rekayasa. "Saya tak tahu uang itu ada di laci kerja saya," katanya. Raden tak lain kakak Edi Syahputra.
Polisi sebelumnya menyebut Edi sebagai salah satu pengelola (admin) akun @TM2000Back. Namun beberapa saat kemudian polisi meralat. Pasca-penangkapan Edi, akun @TM2000Back bercuit, membantah bahwa Edi sebagai admin mereka.
Di dunia nyata, jejak hubungan Edi dengan kelompok di balik akun @TrioMacan2000 terungkap pada Desember 2013. Edi bersama tiga kawannya—Irwandi Lubis, William, dan Ibnu M. Hayat—mengaku sebagai kuasa hukum pengelola @TrioMacan2000 ketika bertemu dengan Sekretaris Kabinet Dipo Alam (lihat "Lempar Fitnah Sembunyi Nama").
Di situs Asatunews.com, hingga Rabu pekan lalu, nama Edi Syahputra tercatat sebagai komisaris perusahaan media online itu. Namun sehari kemudian semua daftar nama pengelola situs itu sudah lenyap.
DUA minggu sebelum penangkapan, Edi Syahputra menemui Wakil Presiden Bidang Komunikasi PT Telkom Arief Prabowo. Pertemuan juga dihadiri Irwan, penghubung antara Edi dan Arief. Irwan dan Edi rupanya telah lama saling kenal. Sewaktu bertemu dengan Arief, Edi memperkenalkan diri sebagai komisaris media online Asatunews. Edi pun menawarkan proposal pemasangan iklan.
Kepada penyidik, seorang pejabat tinggi Telkom mengatakan mereka bersedia bertemu dengan Edi karena sebelumnya pernah menjalin kerja sama pemasangan iklan. Telkom memasang iklan di Asatunews selama sekitar tiga bulan. Pertimbangannya, berdasarkan situs pemeringkat Alexa, Asatunews tergolong situs yang memenuhi target pelanggan Telkom.
Nah, di proposal baru Edi, tawarannya tak masuk akal. Edi menawarkan iklan dengan pembayaran dibayar 100 persen di muka. "Tawaran itu ditolak Telkom," ucap Rikwanto.
Beberapa hari setelah proposal ditolak, muncul tuduhan aneh di media Asatunews. Edi pun pernah mengirimkan tudingan serupa ke nomor telepon seluler Arief. Pesan pendek yang dikirim di antaranya berbunyi, "Perampokan PT Telkom berkedok akuisisi."
Irwan lalu menghubungi Edi agar gempuran virtual itu dihentikan. Namun Edi, menurut penyidik tersebut, malah meminta "biaya pengganti" sebesar Rp 50 juta. Awalnya bahkan lebih tinggi. "Tapi kemudian bisa ditawar," ujar penyidik tersebut.
Sebelum transaksi penyerahan uang, menurut Rikwanto, Arief melaporkan kasus pemerasan ini ke Polda Metro Jaya. Lalu disusunlah rencana penjebakan. Semula Edi mengajak Irwan bertemu di sebuah pompa bensin di Tebet. Namun penyerahan uang akhirnya berlangsung di kantor Asatunews.
Dari penelusuran Tempo, tudingan kepada Telkom bertubi-tubi dilancarkan sejak akhir September lalu lewat akun @TM2000Back dan situs Asatunews.com. Arief Yahya, mantan Direktur Utama Telkom, misalnya disebut terlibat korupsi Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan.
Sebelumnya, tender proyek bernilai Rp 1,4 triliun ini dimenangi enam perusahaan. Mereka adalah PT Multidata Rencana (dua paket pengerjaan), PT AJN Solusindo (tiga paket pengerjaan), WIN (satu paket), Lintas Arta (satu paket), Rednet (satu paket), dan PT Telkom (enam paket).
Kejaksaan Agung menyidik kasus ini sejak akhir 2013. Arief Yahya, yang kini menjabat Menteri Pariwisata, juga pernah dipanggil untuk dimintai keterangan pada Desember 2013. Namun dia tak memenuhi panggilan jaksa karena tengah mengikuti kegiatan pembukaan turnamen tenis junior tingkat nasional yang disponsori Telkom di Bandung. Selain memanggil Arief Yahya, jaksa memanggil mantan Direktur Consumer Telkom Ermadi Dahlan, yang juga tak memenuhi panggilan.
Jaksa telah menetapkan dua tersangka dalam korupsi yang diduga merugikan negara puluhan miliar ini. Mereka adalah Kepala Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika Santoso Serad dan Direktur Utama PT Multidana Rencana Prima, Dodi N. Achmad.
Akun @TM2000Back juga menyebarkan isu kerugian negara dalam rencana transaksi antara PT Mitratel (Dayamitra Telekom) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Akun ini pun mencuit dugaan konspirasi merugikan Telkom antara Arief Yahya dan pemilik PT Tower Bersama, Wahyu Sakti Trenggono. Penasihat Tower Bersama, Abdul Satar, juga dituding terlibat kasus ini. Belakangan, Abdul Satar melapor ke polisi sebagai korban pemerasan Rp 358 juta.
Tudingan yang disebarkan @TM2000Back ini tak hanya berseliweran di "ranah" Twitter. Ia juga "ditangkap" dan kemudian disebarkan lagi oleh sejumlah media online. Tak hanya disebarkan oleh Asatunews, tapi juga oleh Gebraknews, Serangnews, dan Realitanews. Namun sejak Jumat pekan lalu, saat Tempo mencoba membuka situs-situs itu, semuanya tak bisa diakses lagi.
Wakil Presiden Bidang Komunikasi PT Telkom Arief Prabowo mengatakan apa yang disebar akun @TM2000Back tak lain sekadar fitnah yang berujung pada pemerasan. "Kami melaporkan kasus ini dan meminta perlindungan hukum dari aparat," ucapnya. Polisi, kata Rikwanto, akan membongkar dan memeriksa siapa pun yang terlibat perkara peras-memeras ini.
Yuliawati, Ninis Chairunisa, Mustafa Silalahi
Lempar Fitnah Sembunyi Nama
Marwan Effendy, 61 tahun, masih geram bila teringat kejadian dua tahun lalu. Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan itu punya pengalaman pahit difitnah di media sosial Twitter. "Mereka itu sangat biadab," kata Marwan kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Pada pertengahan 2012, ramai beredar rumor bahwa Marwan menggelapkan Rp 500 miliar uang hasil sitaan kasus pembobolan BRI. Penyebar rumor menggunakan akun Twitter @Fajriska dan @TrioMacan2000.
Kedua akun itu menyebutkan seorang jaksa agung muda berinisial ME terlibat kasus pembobolan BRI pada 2004. Dalam kasus itu, BRI dibobol Rp 180 miliar. Tapi, menurut @Fajriska dan @TrioMacan2000, si jaksa menyita lebih dari Rp 500 miliar. Uang itu disedot dari semua rekening tersangka, termasuk rekening yang tidak terkait dengan kasus pembobolan.
Marwan melaporkan pemilik akun @Fajriska dan @TrioMacan2000 ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Dia menduga kedua pemilik akun itu orang yang sama, yakni Muhamad Fajriska Mirza alias Boy bin A. Ganie Muftafa. Marwan mengenal Fajriska sebagai mantan pengacara salah seorang terpidana pembobol BRI.
Kasus ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di persidangan, Marwan menyebutkan Fajriska pernah mencoba menyuapnya Rp 2,5 miliar agar membebaskan dua pembobol BRI, Hartono Tjahjadjaja dan Yudi Kartolo.
Marwan menghadirkan saksi wartawan Sinar Harapan, Ninuk Cucu Suwanti. Di persidangan, Ninuk bersaksi bahwa akun Twitter @Fajriska memang dimiliki Fajriska alias Boy. Dia pernah bertemu dengan Boy di gedung Setia Budi Building pada Juli 2012. Waktu itu Ninuk hendak mengklarifikasi tuduhan @Fajriska terhadap Marwan. Kendati demikian, majelis hakim yang dipimpin Yonisman memutuskan Fajriska tak terbukti sebagai pemilik akun Twitter @Fajriska. Alasannya, tak ada saksi yang melihat Fajriska membuat akun Twitter itu.
Hakim justru menghukum Fajriska atas pengaduan dan pembuatan surat palsu. Soalnya, ia pernah melaporkan Marwan ke Kejaksaan Agung dengan tuduhan yang sama seperti yang tersebar lewat akun @Fajriska dan @TrioMacan2000. Ketika ditelusuri tim Kejaksaan Agung serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, tuduhan Fajriska tidak terbukti. Dia pun dihukum tujuh bulan penjara.
Bukan hanya Marwan yang dibuat geram oleh cuitan akun dengan nama samaran. Pada Desember 2013, Sekretaris Kabinet era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dipo Alam, pernah "mengundang" pemilik akun @TrioMacan2000 ke kantornya.
Dipo ingin meminta penjelasan soal tuduhan akun @TrioMacan2000 terhadap Yudhoyono. Akun itu menyebutkan Yudhoyono menerima suap dari Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. "Saya tantang mereka untuk menjelaskan secara gamblang skandal yang dituduhkan kepada Pak SBY," ujar Dipo.
Jebakan Dipo tak mempan. Yang datang ke kantor dia bukan pemilik akun, melainkan empat kuasa hukumnya. Mereka adalah Irwandi Lubis, William, Ibnu M. Hayat, dan Edi Syahputra.
Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012, akun @TrioMacan2000 juga beraksi. Semula akun ini agresif men-tweet tagar #SayNotoFoke. Belakangan, akun ini beralih mendukung Fauzi Bowo dan menyerang pasangan Joko Widodo dan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.
Seorang anggota tim pemenangan Jokowi-Ahok mengungkapkan, sebelum @TrioMacan2000 berubah haluan, ada orang yang menemui Ahok. Mengaku sebagai pengelola akun @TrioMacan2000, ia meminta dana Rp 1 miliar. Tak jelas apakah orang itu benar pengelola @TrioMacan2000 atau cuma mencatut nama. Yang pasti, setelah Ahok menolak permintaan itu, akun @TrioMacan2000 berbalik menggempur pasangan Jokowi-Ahok.
Menjelang Pemilihan Umum Presiden 2014, akun @TrioMacan2000 juga getol menebar berbagai berita bohong tentang Joko Widodo. Pascapemilu, pada 13 Juni lalu, akun @TrioMacan2000 sempat menghilang. Belakangan, muncul @TM2000Back dengan model tweet yang hampir sama.
Meski tak pernah membuka diri kepada publik, orang yang mengaku sebagai pemilik akun @TrioMacan2000 kerap mengontak wartawan. Pada Mei 2012, misalnya, Tempo bertemu dengan Raden Nuh, yang diduga sebagai salah satu pengelola @TrioMacan2000. Sebelum bertemu, Raden mengontak redaksi Tempo. Dia mengaku punya dokumen kasus korupsi pengadaan pupuk di Kementerian Pertanian.
Dalam pertemuan di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, itu, Raden berkisah tentang kiprah dia di jagat maya. Ia mengaku menggunakan akun @TrioMacan2000 sejak 1 April 2011. Sebelumnya, Raden mengaku mengelola @indahsari69. Namun dia menutup akun itu karena diancam akan dibunuh seorang petinggi Partai Golkar.
Untuk membuktikan kebenaran klaim itu, Tempo meminta Raden mencuitkan kalimat yang dieja Tempo: "Sedang bertemu wartawan media internasional untuk membongkar korupsi Petral". Sedetik kemudian, cuitan itu tayang di akun @TrioMacan2000.
Waktu itu Raden meminta identitasnya dirahasiakan hingga Pemilu 2014. Alasannya, dia sedang mengincar kursi Dewan Perwakilan Rakyat melalui Partai Demokrat. Belakangan, Raden malah menjadi calon anggota legislatif di Partai Hati Nurani Rakyat dari Sumatera Utara. Namun ia gagal melenggang ke Senayan.
Yuliawati, Bagja Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo