Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang diungkap oleh mantan anggota Kepolisian Resor (Polres) Kupang, Inspektur Dua Rudy Soik memasuki babak baru. Nama pengusaha asal Cilacap, Law Agwan, diduga terlibat dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan keterlibatan Law Agwan dalam kasus ini bermula ketika Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda NTT meringkus kapal penangkapan ikan KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 dalam operasi Ilegal Fishing pada 9 Oktober 2024 di perairan Tablolong. Direktur Polairud Polda NTT Komisaris Besar Irwan Deffi Nasution menyatakan kapal yang dinakhodai oleh Ahmad Sahrani, warga Malang, Jawa Timur tersebut menghindari pajak berlayar dan tidak memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang dikeluarkan syahbandar perikanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anggota telah memberhentikan dan memeriksa kapal KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 yang berlayar menuju fishing ground,” ujar Irwan saat dikonfirmasi Tempo pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Kapal itu kemudian dibawa ke dermaga Ditpolairud Polda NTT untuk proses hukum. Polisi lalu menetapkan Ahmad sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) UU tentang Perikanan.
Kapal Milik Law Agwan
Belakangan terungkap bahwa KMN Berkah Melimpah 19 yang dinakhodai Ahmad diduga milik Law Agwan, seorang pengusaha asal Cilacap, Jawa Tengah, yang namanya tercantum dalam barcode penerima subsidi nelayan NTT. Hal itu pun diungkap oleh Rudy Soik.
"Betul itu, KMN Berkah Melimpah nomor 19 milik Law Agwan," ucap Rudy Soik saat dikonfirmasi Tempo pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut Rudy Soik, kapal milik Law Agwan diduga menggunakan barcode nelayan untuk mendapatkan BBM subsidi hingga 4.000 liter per hari. Padahal, kata Rudy, barcode milik Law Agwan seharusnya hanya digunakan untuk kapal penangkap ikan miliknya dan tidak boleh dipindahtangankan. “Ini kejahatan niaga,” tegas Rudy.
Peran Law Agwan
Rudy Soik sebelumnya sempat menyoroti peran residivis bernama Ahmad Ansar, yang disebut pernah dua kali tertangkap karena kasus serupa pada tahun 2022 dengan membawa BBM bersubsidi ilegal sebanyak 6.000 liter. “Jadi, itu dia punya riwayat. Itu membawa dia masuk penjara 2022, dia keluar 2023,” ungkapnya pada 25 Oktober 2024.
Ansar, kata Rudy, setelah bebas kembali melakukan penimbunan minyak bersubsidi untuk para nelayan di Kupang. Ansar diketahui menggunakan barcode atas ama Law Agwan untuk memperoleh solar subsidi dengan jumlah 4 ribu liter per hari.
Rudy berujar, Anshar juga mempunyai kedekatan dengan pihak krimsus dan oknum di Propam Polda NTT. "Kami sudah ambil keterangan, dia mengaku memberikan uang Rp 15 juta ke oknum Polda," tuturnya.
Meski begitu, Rudy Soik menjelaskan penyelidikan yang ia lakukan bukan semata soal barcode dan penimbunan minyak oleh Ansar. Ia menduga ada hal yang lebih besar di balik kelangkaan BBM yang sering terjadi. Sejumlah petunjuk pun mulai mengarah kepada Law Agwan yang memiliki posisi penting di PT Samudra Pasifik.
Rudy Soik menduga Law Agwan bukan sekadar pengusaha biasa. Ia disebut memiliki 11 kapal meskipun baru empat di antaranya terdaftar sebagai penerima subsidi BBM nelayan. Rudy mengaku telah berkoordinasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang mengenai pengisian BBM untuk Law Agwan, yang bukan nelayan NTT.
“Informasi yang kami dapatkan menunjukkan bahwa dia memiliki 11 kapal, tetapi baru 4 barcode yang kami temukan. Mengapa Dinas Perikanan memberikan kuota minyak nelayan kepada seorang pengusaha seperti dia?” ucap Rudy.
“Apakah dia memang nelayan NTT atau sekadar kartel orang kaya? Kami baru dua hari menyelidiki, sudah diminta cooling down," ujarnya.
Sebelumnya, saat masih aktif di Polres Kupang, Rudy menyelidiki kasus mafia solar. Penyelidikan ini berdasarkan informasi dari para nelayan terkait adanya kelangkaan minyak. Dari hasil penyelidikan terungkap bahwa para pelaku berhasil meraup keuntungan besar dari hasil menimbun BBM secara ilegal.
Namun saat akan menyelidiki lebih lanjut dugaan kejahatan Ansar, Rudy lebih dulu dijatuhi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) alias dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) Polda NTT pada 11 Oktober lalu.
Menurut KKEP, Rudy Soik menyalahi prosedur pemasangan police line di tempat Ahmad Anshar. Rudy bersalah karena memasang police line sebelum jelas terbukti bahwa di situ ada tindak pidana. Tidak terima dengan putusan tersebut, Rudy saat ini tengah mengajukan banding.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Polda NTT akan Lanjutkan Penyelidikan Mafia BBM yang Diusut Rudy Soik: Jadi Prioritas