HASBI tak kuasa mengangkat wajahnya _ selama jaksa membacakan
surat tuduhan. Memang gawat tuduhan yang dialamatkan kepada
pemuda yang diduga homoseks itu: membunuh Kurniayah, 3, setelah
puas melampiaskan nafsunya. Kurniayah tak lain famili Hasbi
sendiri kakek mereka kakak beradik.
Menurut Jaksa Budiwibowo, dalam sidang di Pengadilan Negeri
Medan dua pekan lalu, pembunuhan terjadi pagi hari 23 Februari
1983 di Perumnas Mandala. Hasbi, 20, yang dikenal pendiam itu
nekat menghabisi korban pada saat Yakub Pasaribu ayah korban,
mengikuti penataran guru SMTP. Siti Rohana, ibu korban, yang
juga guru dan mengajar sore hari di sebuah SD negeri, ketika
itu sedang menjahit di kamar.
Entah bagaimana mulanya, menurut Jaksa, tahu-tahu Hasbi membekap
mulut Kurniayah dengan bantal. Anak bungsu dari dua bersaudara
itu lalu dibawa ke kamar mandi, ditelanjangi, dan ....
Puas melampiaskan nafsu, kata Jaksa lagi Hasbi mencekik dan
membenamkan korban ke dalam bak yang penuh air. Langkah
terakhir, tertuduh menyembunyikan anak kecil yang sudah tak
bernyawa itu di kolong tempat tidur.
Nyonya Rohana masih belum sadar apayang terjadi ketika Hasbi -
yang sudah ikut keluarga itu sejak sembilan bulan lalu mengeluh
sakit perut. Ia mulai mencium ada yang tak beres ketika Hasbi
yang disuruh mencari Kurniayah, yang diduga bermain di rumah
tetangga, tak juga kembali. Malahan Rohana menjumpai sepucuk
surat yang berbunyi, "Berikan Rp 500 ribu kalau mau anakmu
kembali."
Surat singkat bernada mengancam itu ditandatangani "Perampok
Bertopeng". Nyonya Rohana kian panik. Dan pada sore hari,
setelah seisi rumah diperiksa, mayat Kurniayah pun ditemukan di
kolong tempat tidur di kamar Hasbi. Tentu saja penghuni kamar
itu, pemuda pendiam dan mahasiswa di sebuah institut di Medan,
dicurigai sebagai pembunuhya karena ayah korban mengenali bahwa
surat dari "Perampok Bertopeng" itu tak lain tulisan
kemanakannya sendiri. Apalagi hari itu juga Hasbi menghilang
setelah membongkar celengan milik korban yang berisi Rp 10 ribu.
Jaksa menduga, perbuatan nekat itu dilakukan karena Hasbi takut
perbuatannya melakukan homoseks ketahuan. Dan tampaknya, Hasbi
memang bukan untuk pertama kalinya berbuat cabul terhadap
korban. "Sejak sebulan sebelumnya, setiap habis diceboki Hasbi
anak saya sering menangis dan mengatakan pantatnya sakit," kata
Nyonya Rohana.
Hasbi, menurut Rohana, sebenarnya seorang pemuda rajin. Semua
pekerjaan, seperti mengepel lantai, mencuci pakaian, dan
melayani keperluan Kurniayah dan kakaknya, dilakukan dengan
senang hati. Dia juga gemar membaca. Hanya, kata Rohana, pemuda
yang hanya mau bicara kalau ditanya itu tampaknya tak begitu
senang terhadap wanita. Sekali waktu, ketika digoda beberapa
gadis tetangganya, ia kelihatan marah. "Mau muntah aku melihat
tingkah cewek-cewek itu," katanya kepada Rohana.
Apakah Hasbi memang homoseks? "Aku tak tahu," jawabnya ketika
TEMPO bertanya. Tapi kepada Rohana, juga kepada Jaksa, ia pernah
mengakui bahwa perbuatannya itu karena, "Saya tergoda setan."
Yakub dan istrinya tak habis pikir atas perbuatan Hasbi yang
sudah dianggap sebagai anak sendiri itu. "Kami seperti
memelihara anak harimau," kata Rohana sedih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini