Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat kembali membuka dan melanjutkan sidang perkara dugaan penerimaan suap oleh Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang ini dibuka kembali seusai Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan perlawanan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan sela yang membebaskan Gazalba Saleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita buka kembali persidangan perkara ini, berdasarkan perintah dari PT Jakarta karena eksepsi kemarin putusan sela dibatalkan,” kata Hakim Ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 8 Juli 2024.
Namun demikian, Pengadilan Tipikor Jakarta tidak memenuhi permintaan KPK untuk mengganti susunan majelis hakim dalam sidang kasus ini. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini sama dengan yang memberikan putusan sela bebas kepada Gazalba, yaitu: Hakim Ketua Fahzal Hendri, hakim anggota Rianto Adam Pontoh, dan hakim ad hoc Sukartono.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali memulai pemeriksaan perkara Gazalba Saleh dengan mengganti susunan majelis hukum terdahulu. KPK juga minta Pengadilan Tipikor memerintahkan penahanan terhadap Gazalba.
Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan susunan majelis hukum terdahulu harus diganti karena memiliki benturan kepentingan (conflict of interest) apabila kembali menyidangkan perkara Gazalba.
"Ada benturan kepentingan ketika majelis yang terdahulu telah menangani dengan kemudian mengambil putusan dengan pertimbangan yang terdahulu tersebut,” kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juni 2024.
Karena potensi benturan kepentingan itu, KPK meminta Pengadilan Tipikor Jakarta mengganti majelis hakim yang menangani perkara Gazalba.
Menurut Nawawi, pergantian majelis hakim di tengah proses persidangan sangat memungkinkan karena di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa hakim yang memiliki hubungan keluarga atau benturan kepentingan dengan perkara yang ditangani dapat diganti.
Dia menjelaskan berdasarkan KUHAP tersebut, majelis hakim harus mengundurkan diri dari penanganan perkara yang dimaksud.
Nawawi menyebutkan pergantian susunan majelis hakim ini perlu dilakukan agar dalam penanganan perkara Gazalba tidak ada intervesi dan tidak terbebani dengan putusan sebelumnya. "Biar mereka lebih plong, lebih free. Mungkin diserahkan saja kepada majelis hakim lain yang belum terbebani dengan produk keputusan terdahulu,” ujarnya.
Sebelumnya Pengadilan Tipikor memutuskan kasus dugaan penerimaan suap Gazalba Saleh tak bisa dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi-saksi. Dalam putusan selanya, majelis hakim mempermasalahkan posisi jaksa KPK yang tak pernah mendapatkan pelimpahan kewenangan dari Jaksa Agung untuk menuntut Gazalba. Dalam kasus ini, majelis hakim sependapat dengan pernyataan tim kuasa hukum hakim Mahkamah Agung tersebut.