TEMPO.CO, Banjarmasin - Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Mardani Maming kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Kamis, 24 November 2022. Hari ini sidang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi.
Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Suroso Hadi Cahyo dari pihak swasta. Dalam kesaksiannya, Suroso menyebut nama pengusaha tambang batu bara asal Kalimantan Selatan Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Menurut Suroso, Haji Isam menjadi mediator saat kisruh pembagian hasil usaha antara dirinya dengan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara Henry Soetio dan Mardani Maming.
Suroso mengatakan, ia pernah berkeluh kesah kepada Mardani bahwa Henry Soetio tidak pernah membayarkan bagi hasil atas lahan 43 hektare miliknya yang dipakai sebagai pelabuihan batu bara oleh PT Angsana Terminal Utama atau ATU.
Dalam kesaksiannya, Suroso mengatakan, dia dan Mardani kemudian berinisiatif untuk bertemu di kantor Pusat HIPMI di Jakarta.
"Saya dan pak Mardani. Kita bertemu dulu pak Mardani di kantor HIPMI, lalu diajak ke Batulicin ketemu pak Haji Isam," kata Suroso yang bersaksi secara virtual dari Gedung KPK di Jakarta, Kamis 24 November 2022.
Henry Soetio, kata Suroso, juga pernah menjanjikan saham 10 persen PT ATU kepada dirinya. Namun, Suroso tidak pernah menerima realisasi janji tersebut. Belakangan, setelah pergantian akta perusahaan, PT ATU dimiliki oleh PT PCN, PT Permata Abadi Raya (PAR), dan Suroso.
Kesaksian Suroso atas peran Haji Isam sebagai mediator mendapat perhatian dari hakim anggota, Arif Winarno. "Yang mengajak saudara ke Haji Isam siapa?" tanya Arif Winarno kepada Suroso.
"Pak Mardani," jawab Suroso.
"Kenapa ke Haji Isam?" Arif Winarno bertanya lagi.
"Sebagai penengah saja. Segitu saja," jawab Suroso.
Setelah perjanjian disepakati pada April 2020, Suroso baru menerima fee pada Mei dan Juni 2020. Setiap bulan, Suroso dijanjikan menerima Rp 400 juta atas kompensasi lahannya yang dipakai PT ATU untuk pelabuhan batu bara.
Namun, ia mengaku hanya menerima pembayaran dari Henry Seotio sebesar Rp 800 juta untuk Mei dan Juni 2020. Adapun fee yang diterima PT PAR berubah jadi Rp 5 ribu per metrik ton batu bara, dari yang semula Rp 10 ribu per metrik ton batu bara.
Menurut Suroso, terdakwa Mardani H Maming cawe-cawe menyelesaikan persoalan ini karena masih punya saham 30 persen di PT ATU lewat PT PAR. Dari keterangan Henry Soetio, Suroso menyebut, saham 30 persen sebagai balas budi kepada Mardani Maming. "Pak Mardani masih punya saham 30 persen di PT ATU," kata Suroso.
Selain pemilik lahan, Suroso juga mengatakan dia merupakan pemilik IUP tambang batu bara atas nama PT Cahaya Alam Sejahtera. Ia mengatakan pernah memperpanjang IUP tambang pada 2012. "Waktu itu saya menghadap pak bupati, diperpanjang atau enggak, enggak tahu pak," ujar Suroso.
Saat itu, Suroso mengaku dimintai duit Rp 1,5 miliar oleh Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming untuk biaya administrasi perpanjangan IUP tambang miliknya. Suroso mengatakan saat itu keberatan karena tidak punya uang. Ia pun meminta bantuan Henry Soetio agar membantu perpanjangan IUP PT CAS. Namun, Suroso tidak tahu apakah Henry Seotio telah atau belum membayarkan Rp 1,5 miliar ke Mardani H Maming.
"Keluar foto kopian perpanjangan yang ditandangani bupati," ujar Suroso yang mengaku bisa menambang lagi atas bantuan Henry Soetio.
Menanggapi kesaksian Suroso, Mardani menyebutkan bahwa dana Rp 1,5 miliar yang disebut adalah untuk membayar tunggakan biaya administrasi seperti pajak-pajak yang belum dibayar. "Bukan saya meminta," ucap Mardani H Maming.
Selain Suroso, hari ini sidang juga menghadirkan tujuh saksi lainnya. Mereka antara lain, Junaidi (pengacara), Stevanus Wendiat (komisaris PT PCN 2015 - 2022), Wawan Suryawan (Direktur Utama PT Permata Abadi Raya 2015 - 2020), dan M Aliansyah (Direktur Utama PT TSP).
Kemudian ada saksi M aliansyah (Dirut PT Trans Surya Perkasa), Ilmi Umar (wiraswata), dan Idham cholik (wiraswasta).
Mardani H Maming didakwa menerima dana sebanyak total Rp 118 miliar lewat pembayaran tunai dan transfer, setelah membantu peralihan IUP batu bara dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT PCN.
Politikus PDIP itu dijerat dua pasal atas dugaan suap dan gratifikasi. Pasal 12 huruf b juncto pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan kedua pasal 11 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perkara korupsi yang menjerat Mardani Maming merupakan pengembangan kasus terpidana eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo, yang telah divonis 2 tahun penjara.