Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa, mengungkap salah satu kendala dalam penyitaan aset sindikat narkoba Fredy Pratama. Penyitaan itu dilakukan setelah inkrahnya sidang perihal Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU narkotika, Lian Silas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kendalanya, kami belum dapat keputusan inkrah dari TPPU Lian Silas dkk.," kata Mukti, dalam aplikasi perpesanan Ahad, 17 Maret 2024. Sebelumnya dia mengatakan, dalam upaya penangkapan Fredy Pratama, dimulai dengan menyita semua asetnya. Yang dilakukan setelah sidang Lian Silas, ayah Fredy Pratama, rampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aset itu berada di Indonesia maupun di Thailand, tempat pelarian Fredy Pratama. Kini proses penyitaan aset itu masih menunggu sidang banding Lian Silas, ayah Fredy Pratama. Sebelumnya proses sidang TPPU narkotika itu berlangsung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. "Tingkat PN sudah. Kami tunggu bandingnya," tutur dia.
Sebelumnya, dia menjelaskan sudah banyak aset dari keluarga Fredy Pratama yang disita. Namun Mukti belum mau merincikan jumlah apa saja yang telah disita tersebut. Dia mengatakan, akan melibatkan polisi di Thailand untuk menyita aset Fredy Pratama di negara itu. "Makanya saya bilang, tunggu putusan inkrah Lian Silas cs.," tutur dia, Kamis, 14 Maret lalu.
Sebelumnya, Bareskrim Polri bersama dengan Royal Thai Police (RTP), Polis Diraja Malaysia (PDRM), US DEA dan instansi terkait lainnya mengungkap sindikat narkoba jaringan internasional pimpinan Fredy Pratama. Nilai aset jaringan ini bahkan sampai Rp 10,5 triliun dari 10,2 ton sabu, serta 100 ribu lebih ekstasi.
Fredy Pratama yang kini bersembunyi di Thailand, lahir di Banjarmasin pada 25 Juni 1985. Operasi dia sebagai gembong narkoba yang mendapatkan julukan Escobar Indonesia pertama kali tercium pada 2023. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan nilai transksi narkoba sindikat Fredy Pratama tembus Rp 51 triliun.
Duit hasil bisnis gelap ini ditransfer ke sejumlah nomor rekening atas nama teman-teman sepermainannya di Jawa Timur. Dalam majalah Tempo tertulis dugaan polisi bahwa, duit itu dicuci dengan pembelian aset dan properti oleh ayah dan saudara-saudaranya di Banjarmasin.