Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P. Wiratraman buka suara soal gugatan batas usia capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) yang sedang diproses Mahkamah Konstitusi (MK). Herlambang memandang aturan itu sebagai open legal policy atau kebijakan yang bersifat terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akan tetapi, Herlambang menilai MK tidak konsisten dalam menentukan aturan yang merupakan open legal policy dan tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya enggak bisa ngomong enggak boleh (diuji). Itu tetap memungkinkan, cuma kalau dikaitkan dengan open legal policy, doktrin itu gak pernah konsisten dijalankan, mana yang disebut open legal policy sama nggak," ujar Herlambang melalui sambungan telepon kepada Tempo, Selasa, 26 September 2023.
Herlambang menilai penentuan gugatan yang diproses di MK seringkali dipengaruhi oleh politik kekuasaan. "Ibaratnya pasang surutnya itu tergantung dari sejauh mana ini, kekuatan politik yang bekerja," ujar Herlambang.
Herlambang mengatakan Mahkamah Konstitusi boleh-boleh saja menguji undang-undang tentang batasan usia capres dan cawapres. Namun, dia melihat letak permasalahan bukan soal formalitas itu, melainkan cara pandang kenegaraan.
"Cara pandang kenegaraan itu janganlah ditempatkan sesaat cara berpikirnya," ujar Herlambang.
Selain itu, Herlambang menyorot tidak adanya imajinasi sebagai negara hukum yang demokratis. "Kenapa 35? Kenapa tidak mereka yang punya KTP? Nah, imajinasi ini tidak pernah muncul ya. Tentang basis atau hakikat dari kenapa kita punya pemilu, kenapa kita punya negara hukum," ujar Herlambang.
Mahfud Md sebut MK tak punya kewenangan ubah batas usia capres
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah suatu undang-undang termasuk soal batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu. Mahfud mengatakan MK hanya bisa membatalkan suatu undang-undang apabila hal itu melanggar konstitusional.
"MK itu adalah sebuah lembaga negative legislator, tidak boleh membuat aturan tetapi hanya boleh membatalkan, tetapi bukan karena tidak disenangi orang, tapi kalau melanggar konstitusi," kata Mahfud dalam keterangannya di Jember, Jawa Timur, Senin 25 September 2023.
Mahfud menjelaskan, selama aturan perundang-undangan tersebut tidak melanggar konstitusi, maka MK tidak boleh membatalkan atau mengubah aturan tersebut.
"Misalnya, usia (capres-cawapres) itu berapa sih yang tidak melanggar konstitusi, apakah 40 melanggar, apakah 25 melanggar, apakah 70 melanggar, kalau konstitusi tidak melarang atau menyuruh berarti itu tidak melanggar," kata Mahfud.
Selanjutnya, 2 gugatan soal batas usia capres dan cawapres di MK
Mahkamah Konstitusi saat ini tengah menggelar sidang dua gugatan soal batas usia capres dan cawapres. Gugatan pertama soal batas usia minimal capres atau cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Gugatan ini diajukan oleh tiga pihak, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) dan sejumlah perseorangan. Mereka meminta MK mengubah batas minimal usia capres dari 40 tahun menjadi 35 tahun atau pernah menjadi kepala daerah.
Gugatan kedua juga soal Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Bedanya, gugatan kedua ini mempermasalahkan tidak adanya batas maksimal seseorang untuk mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres.
Gugatan ini diajukan oleh dua pihak, pertama puluhan advokat yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi '98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM dan kedua diajukanseorang advokat bernama Rudy Hartono. Mereka meminta MK untuk membatasi usia capres dan cawapres maksimal 70 tahun.
Dari kedua gugatan ini, MK akan segera mengambil keputusan. Pasalnya, mereka telah selesai mendengarkan argumentasi para pihak dan juga berbagai keterangan ahli.
Gugatan batas usia capres dan cawapres dan Pemilu 2024
Pengajuan dua gugatan ini tak lepas dari konstelasi politik menjelang Pemilu 2024. PSI sempat mendapatkan tudingan mengajukan gugatan itu karena ingin mengajukan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres. Gibran disebut akan disandingkan dengan calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Seperti diketahui, Gibran saat ini baru berusia 35 tahun.
Sementara gugatan batas usia capres dan cawapres maksimal 70 tahun dinilai sebagai upaya untuk menjegal Prabowo Subianto untuk maju pada Pilpres 2024. Pasalnya, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut telah berusia 71 tahun dan akan menginjak 72 tahun pada Oktober mendatang.