Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andre Dedy Nainggolan merespons penanganan kasus korupsi mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang seolah mandek. Akhir Juni lalu, Plh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan penyebab belum diterbitkannya kembali surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) baru untuk eks Wamenkumham itu karena sedang ditangani aparat penegak hukum atau APH lain.
Andre mengatakan suatu kasus bisa saja ditangani oleh KPK dan APH lain secara paralel. "Yang penting tersangka dan kasusnya secara bersamaan tidak benar-benar sama," kata dia kepada Tempo pada Senin, 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengungkapkan situasi serupa pernah terjadi dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) Pejabat Kejati Bengkulu. Pada saat itu, KPK menyidik penerimaan suap Kasi Intel sedangkan Kejagung menangani atasannya, yaitu Asintel. "Kasus yang sama, tersangka berbeda," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, yang menjadi hal penting dalam menangani situasi seperti ini adalah kerja sama yang baik antarlembaga, soal akses terhadap barang bukti yang digunakan secara bersama.
Yang menjadi pertanyaan dalam penanganan perkara Eddy Hiariej terima gratifikasi Rp 7 miliar, kata Andre, yakni apakah yang dimaksud oleh KPK adalah tersangka yang sama dalam kasus yang sama. Dia mengatakan, bila seperti itu yang terjadi justru terkesan aneh.
Sebab, KPK yang memulai penanganan perkaranya dan mengelola barang bukti yang ada. Oleh karena itu, KPK seharusnya terdepan untuk meneruskan perkara Eddy.
Dia mengatakan tidak ada perebutan kasus apalagi kalau kasus yang ditangani oleh APH lain hanya sekedar berkaitan, bukan kasus yang sama. "Itu sama sekali bukan isu untuk KPK tak melanjutkan penyidikannya," ucap Andre.
Sebelumnya, Plh. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu berkata setiap perkara memiliki keunikannya masing-masing. Untuk perkara Eddy Hiariej, materi perkaranya di saat bersamaan sedang ditangani aparat penegak hukum (APH) lain sehingga KPK masih melakukan pendalaman.
"Jangan sampai tujuan dari pemidanaan itu sendiri menjadi tidak tercapai. Artinya, kita jadi berebutan gitu ya," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Rabu, 25 Juni 2024.
Pada saat ini, orang dekat Eddy Hiariej, Yosi Andika Mulyadi, melaporkan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan ke Bareskrim Polri. Yosi menuduh Helmut, penyuap Eddy Hiariej, melakukan penipuan dan merendahkan nama baik advokat dengan melaporkannya ke KPK.
Ia juga menggugat Helmut Rp 16 miliar ke PN Jakarta Utara atas tuduhan mengingkari perjanjian biaya jasa pengacara. Helmut juga disebut melontarkan fitnah dengan melaporkan gratifikasi Eddy, dirinya, dan asisten pribadi Eddy bernama Yogi ke KPK.
Menanggapi hal itu, Praswad berujar bahwa KPK sangat bisa menangani kasus atau mengambil alih kasus yang juga sedang ditangani oleh APH lain. Hal itu tertuang dalam Pasal 10A Undang-Undang No 19 Tahun 2019 Tentang KPK.
Pasal 10 A UU KPK mengatur komisi antirasuah bisa mengambil alih penyidikan atau penuntutan kasus korupsi yang sedang diusut kepolisian atau kejaksaan. Syaratnya kasus tersebut tidak ditindaklanjuti, tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, penanganan ditujukan untuk melindungi pelaku sesungguhnya, penanganannya mengandung unsur korupsi, hingga adanya intervensi dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.