SEMUANYA berjalan serba cepat. Mihata, yang sedang duduk di
dalam mobil yang diparkir di Jalan Panaitan (Bandung), Kamis 2
Agustus lalu, merasa ada benda dingin menempel di pelipisnya.
Dia tak berani menoleh. Tapi Mihata dapat memastikan benda
tersebut laras pistol. Sebab bersamaan dengan itu pula dia
mendengar bentakan: "Sedikit bergerak, nyawa saudara melayang!"
Dan selanjutnya sebuah ransel, berisi uang Rp 32 juta, berpindah
tangan. Mihata dan kawan semobilnya, Nyonya A tak mampu
mempertahankannya. Mereka baru berani bergerak setelah melihat
punggung orang yang merampas ransel kabur dengan sepeda motor ke
arah Jalan Sunda. Uang gaji pegawai P & K dirampok.
Mihata, bendaharawan Kantor P & K Kabupaten Bandung, lemas dan
hampir-hampir pingsan. Rekannya, Nyonya A, dengan muka pucat
turun dari mobil dan masuk ke rumahmakan Nikmat. Di situ dia
membagi kekagetannya kepada kawan-kawannya, Suhaya, Aceng dan
Ucup yang sedang bersantap siang. Ucup, sopir, segera membawa
para pegawai P & K terscbut melapor ke kantor polisi.
Polisi bergerak berdasarkan informasi seorang anggota reserse
dari Satrespol di Bandung, yang melihat dua orang yang
dikenalinya sebagai bandit, Uli Sulaiman dan Tono, berkeliaran
di Jalan Sunda atau di ujung Jalan Panaitan. Maka petugas ini
sempat juga bentrok dengan mata kedua bandit yang tak asing
lagi di Bandung itu. Uli dan Tono cepat menghindar dan
menyelinap pergi. Tapi kehadiran mereka di sana, walau sekejap,
sangat berarti bagi polisi.
Begitu laporan bendaharawan P & K dkk masuk, tanpa ragu lagi,
polisi memburu Uli dan Tono. Sejumlah polisi menggerebeg rumah
Uli Sulaiman di Garunggang Kulon. Kosong. Begitu Juga rumah Tono
di Cibeureum. Tapi alamat Olim Sopandi Gunawan di Ciwalengke,
Majalaya yang diduga menjadi tempat persembunyian Uli dan Tono,
tak begitu sulit diperoleh. Tapi keduanya telah menyingkir dari
sana. Olim (26 tahun) ditangkap dengan tuduhan ikut merampok
bersama Uli. Dari padanya polisi dapat menyita yang Rp 350 ribu
sebagai bukti. Dan Olim tahu banyak pula rencana Uli dan Tono
keduanya sudah berada di Jakarta dan sedang bersiap melarikan
diri ke Singapura -- begitu kata Olim.
Berdasarkan keterangan Olim itulh polisi Bandung menurunkan 8
orang anggotanya ke Jakarta. Dipimpin Kapten Pol. Nandang
operasi berjalan lancar. Uli Sulaiman (29 tahun), yang diduga
keras sebagai pentolan di antara kawanannya, ditangkap bersama
Tono (25 tahun) di daerah Gambir sebelum kabur ke Singapura.
Dari kantong keduanya polisi mendapat bukti berupa uang Rp 2
juta, beberapa mata uang asing dan dokumen untuk perjalanan ke
luar negeri.
Berikutnya Erwin (25 tahun), Yudi (25 tahun) dan Majid (23
tahun), semuanya berasal dari Kayu Agung (Palembang), berhasil
pula diringkus di sebuah rumah di Jakarta Timur. Jadi, untuk
membekuk ke-6 bandit Bandung dan Kayu Agung itu polisi Bandung
hanya memerlukan waktu tiga hari, setelah operasi berakhir 5
Agustus pagi lalu.
Tak Tahan Puasa
Begitu cepat? Memang, "itu karena kami telah memiliki catatan
lengkap tentang para penjahat yang sudah dikenal atau
residivis," kata Kepala Kepolisian Jawa Barat Mayjen. Pol. drs
Muryono. Uli Sulaiman dan Tono, menurut Komandan Kepolisian
Bandung, Letkol. Soewasno, adalah dua orang di antara penjahat
yang sudah masuk daftar hitam polisi. Sedangkan kejahatan di
Bandung, menurut Soewasno, 75% dilakukan oleh penjahat yang
sudah biasa keluar-masuk bui seperti Uli dan Tono tersebut.
"Hampir bosan kami selalu menangkap pelaku kejahatan yang
itu-itu saja," ujar Soewasno pula.
Biasanya gaji pegawai P & K Kabupaten Bandung diambil dari KBN
(Kantor Bendaharawan Negeri) di Jalan Lengkong Besar setiap
tanggal 1. Tapi untuk bulan itu, entah mengapa, Mihata
(bendaharawan), Suhaya (petugas pembayaran gaji untuk guru-guru
SD), Nyonya A dan Aceng kebetulan baru mengambilnya 2 Agustus.
Kebetulan pula, mobil yang biasa untuk mengambil gaji pegawai
hari itu berhalangan dipakai. Mereka terpaksa memakai mobil
Aceng, sebuah sedan Fiat, yang dikemudikan Yusuf alias Ucup.
Kebetulan berikutnya, Suhaya yang katanya sedang melilit
perutnya karena tidak tahan berpuasa selesai mengambil uang di
KBN mengajak makan di restoran. Biasanya Suhaya makan di
Kosambi. Tapi kali ini dia mengajak teman-temannya makan di
Jalan Paitan. Suhaya, Aceng dan Ucup masuk ke rumahmakan Nikmat.
Sedangkan Mihata dan Nyonya A menunggu di mobil sambil menjaga
dua ransel uang: yang sebuah berisi Rp 32 juta, lainnya Rp 4
juta. Dan perampok, kebetulan lagi, berhasil menggaet ransel
yang berisi Rp 32 juta itu.
Tak Dapat Tidur
Jadi menurut Suhaya, "masyarakat sekarang ini seolah-olah
menuding kami berkomplotan dengan penjahat." Tapi sungguh,
katanya, kejadian seperti dalam mimpi saja: "sekejap semuanya
telah terjadi!" Dan, "saya sendiri baru sadar sepenuhnya setelah
dimintai penjelasan oleh polisi," lanjut Suhaya.
Pemeriksaan oleh polisi, menurut Suhaya, berjalan dengan baik
dan sopan. Namun begitu tidak bisa tidak, "saya merasa telah
dianggap sebagai penjahat." Untuk itu, "karena kelalaian dan
secara moril saya bertanggungjawab, saya pasrah saja," lanjut
Suhaya.
Begitu juga dengan Nyonya A. Sejak pagi nyonya ini sudah merasa
badannya kurang enak dan gelisah. "Badan rasanya panas dingin,"
katanya. Ketika teman-temannya masuk ke rumahmakan dia bersama
Mihata duduk mengobrol sementara jendela mobil tetap terbuka.
Waktu Mihata ditodong dan ransel berisi uang dibawa penjahat,
dia merasa antara sadar dan tidak, saking ketakutannya. Untuk
berteriak minta tolongpun katanya, dia tak berdaya. Sejak
peristiwa itu, tutur Nyonya A, "secara mental kami terpukul dan
sejak saat itu setiap malam saya tidak dapat tidur." Sebab,
lanjutnya, "jangan-jangan masyarakat menuduh kami ini komplotan
penjahat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini