Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kasus tahanan kabur dari sel Polsek Tanah Abang kembali menguak masalah klasik soal daya tampung yang tak memadai.
Masalah ini sudah berlangsung lebih dari satu dekade terakhir.
Tata kelola rumah tahanan pun dinilai harus dievaluasi.
JAKARTA – Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya baru berhasil menangkap 10 dari 16 tahanan Kepolisian Sektor (Polsek) Tanah Abang yang kabur pada Senin dini hari, 19 Februari 2024, dalam tiga hari. Peristiwa tahanan kabur yang kembali terjadi itu dianggap sebagai gambaran buruknya tata kelola rumah tahanan (rutan) di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro menyatakan, dari 16 tahanan itu, dua orang berhasil ditangkap tak lama setelah kejadian. Sedangkan delapan tahanan lainnya ditangkap dalam pengejaran selama tiga hari belakangan. Untuk sisanya, "Kami masih melakukan pencarian dan pengejaran," ujarnya saat konferensi pers di Markas Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi menangkap pula Rizki Amelia, istri salah satu tahanan bernama Muhammad Saripudin alias Komeng. Rizki disebut menyelundupkan gergaji saat membesuk suaminya. "Kemudian gergaji tersebut digunakan untuk memotong terali secara bergantian," ucap Susatyo. Polisi menjerat Rizki dengan Pasal 223 juncto Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 138 Undang-Undang Narkotika soal membantu tersangka kasus narkoba kabur. Ancaman hukumannya mencapai 7 tahun penjara.
Berdasarkan penelusuran polisi, kata Susatyo, para tahanan merencanakan pelarian itu selama tiga pekan. Mereka memotong terali besi bergantian selama kurang-lebih tiga pekan. Dalam aksi itu, mereka berbagi peran. Saat ada yang memotong terali, yang lain bernyanyi dan mengobrol dengan suara lantang untuk menyamarkan suara bising gergaji dari para penjaga.
Setelah memotong terali, mereka secara bergiliran memanjat tembok. Para tahanan itu juga menggunakan sajadah yang disambung sebagai tali untuk turun dari tembok sisi luar ruang tahanan.
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Tak hanya memburu para pembobol tahanan, polisi juga menindak personel yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa itu. Menurut Susatyo, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto telah menginstruksikan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya serta Polres Jakarta Pusat mengaudit dan memeriksa 10 personel Polsek Tanah Abang untuk mendalami unsur kesalahan dan kelalaian petugas. Kepala Polsek Tanah Abang Komisaris Hans Phillip Samosir, yang baru menduduki jabatan itu pada Januari lalu, masuk daftar 10 orang yang diperiksa.
Kasus kaburnya para tahanan seperti ini bukanlah kejadian pertama. Menurut penelusuran Tempo, terjadi sejumlah peristiwa serupa di berbagai kantor polisi di Indonesia. Pada pertengahan Desember 2023, misalnya, empat tersangka kasus narkoba berhasil kabur dari Rutan Polda Lampung.
Tiga bulan sebelumnya, 17 tahanan kabur dari sel Polsek Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau. Sebanyak 10 tahanan juga kabur dari Polsek Rumbai, Pekanbaru, Riau, pada Agustus 2023. Kasus tahanan kabur juga pernah terjadi di Polsek Tallo, Makassar, pada Juli tahun lalu.
Maraknya kasus tahanan kabur dalam setahun terakhir membuat pengamat Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola rutan, terutama di kepolisian. Bambang menilai perlu ada perbaikan dari sisi kelayakan infrastruktur, sumber daya manusia, hingga fasilitas pengamanan pendukung, seperti kamera pengawas.
Soal infrastruktur, Bambang menilai polisi juga harus menghitung ulang daya tampung rutan. Pasalnya, menurut dia, kasus kaburnya tahanan tak terlepas dari masalah klasik kapasitas rutan yang tak memadai. Walhasil, para tahanan mampu memanfaatkan segala celah yang ada. Meskipun tak memiliki data pasti, Bambang menilai kapasitas rutan kepolisian saat ini tidak lagi layak karena maraknya kejahatan yang terjadi. "Rasio kapasitas ruang tahanan dengan jumlah yang ditahan sudah tidak memadai," katanya kepada Tempo melalui sambungan telepon.
Polsek Tenayan Raya, Pekanbaru, 2023. Dok. Google Maps
Bukan hanya pada rutan yang berada di bawah kendali kepolisian, masalah daya tampung yang tak memadai juga dialami penjara yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan data yang dilansir Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum, secara real time atau waktu nyata per Kamis, kemarin, terdapat 265.056 tahanan dan narapidana yang menghuni penjara di seluruh Indonesia. Jumlah itu jauh melampaui daya tampung penjara yang hanya 137.418 orang.
Penelitian yang dilakukan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) pada 2018 menunjukkan masalah ini sudah lama terjadi. Menurut data yang mereka kumpulkan, pada 2013 saja, kapasitas penjara di Indonesia sudah tidak memadai. Mereka juga memaparkan penambahan kapasitas penjara pada periode 2013-2017 hanya mampu menampung tambahan 11.624 orang. Angka itu jauh tertinggal dari laju pertambahan jumlah tahanan dan narapidana yang menghuni penjara, yaitu mencapai 72.018 orang.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, sepakat jika masalah utama berulangnya kasus tahanan kabur karena kapasitas yang tak memadai. Selama ini, menurut pantauan lembaganya, rutan kepolisian di kota-kota besar seperti Jakarta kerap diisi hingga melampaui daya tampung.
Masalah ini juga kerap menimbulkan kasus lain, seperti tahanan melakukan bunuh diri serta perundungan di dalam sel. Karena itu, dia menegaskan perlunya pengawasan ekstra ketat dari aparat yang bertugas menjaga rutan. "Perlu juga dipastikan agar tahanan tidak menjadi sasaran perundungan sesama penghuni sel," ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Untuk mengatasi masalah ini, Poengky menyarankan polisi selektif dalam menahan tersangka. Menurut dia, polisi seharusnya hanya menahan orang yang kejahatannya menjadi perhatian publik. Selain itu, dia meminta adanya peningkatan fasilitas keamanan, seperti kamera pengawas, lampu penerangan, dan patroli rutin.
Kompolnas pun mengapresiasi langkah Polda Metro Jaya yang memeriksa personel Polsek Metro Tanah Abang untuk meminta pertanggungjawaban. Hanya, Poengky mengingatkan agar Propam membuka peluang adanya kerja sama antara tahanan dan petugas. "Perlu dicek juga apakah ada dugaan keterlibatan anggota memberikan peluang kepada tahanan untuk kabur?" kata dia.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti. Dok. Humas Polri
Khusus untuk kasus di Polsek Tanah Abang, Poengky juga meminta Polda Metro Jaya mengecek kondisi rutan di sana untuk meminimalkan kejadian serupa terulang. Selain itu, dia meminta polisi mengevaluasi peraturan Kepolisian RI soal pengelolaan rutan. Misalnya, menurut dia, perlu diatur kapan razia harus dilakukan agar tidak ada lagi barang-barang yang tak diperbolehkan masuk ke sel, seperti benda tajam.
Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat sama. Menurut dia, penyebab tahanan kabur bisa diakibatkan oleh kealpaan ataupun kesengajaan. Apabila ada kesengajaan memberi tahanan kesempatan melarikan diri, petugas kepolisian yang diduga terlibat terancam dijerat pidana ataupun sanksi kode etik. "Meloloskan atau sengaja membiarkan tahanan kabur bisa (dihukum) 4 tahun penjara," ucapnya.
Ketentuan ancaman pidana itu merujuk pada Pasal 426 ayat 1 KUHP. Apabila kaburnya tahanan terjadi karena kealpaan, personel yang terlibat terancam pidana maksimal 2 bulan penjara atau denda Rp 4.500, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 KUHP.
Nugroho pun berpendapat bahwa polisi perlu mengevaluasi secara menyeluruh prosedur operasi standar (SOP) pengelolaan rutan. Ia juga meminta polisi memberikan catatan kepada jaksa penuntut umum saat pelimpahan berkas perkara tahanan yang kabur tersebut. Nantinya, menurut dia, jaksa bisa mempertimbangkan kejadian seperti itu sebagai hal yang memberatkan dalam tahap penuntutan perkara. "Kalau orang yang baik, patuh, itu meringankan," katanya.
Kepala Bidang Propam Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nursyah Putra belum merespons permintaan konfirmasi Tempo perihal pengawasan terhadap personel penjaga tahanan tersebut. Direktur Tahanan dan Barang Bukti Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ardanto Nugroho juga belum merespons perihal sistem penjagaan dan tata kelola tahanan selama ini.
M. FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo