Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tak Lengkap tanpa Putra Sang Jenderal

Perkara narkotik yang melibatkan putra mantan Kepala Staf Angkatan Darat disidangkan tanpa menyebut nama sang putra. Aib itu sudah tercoreng, mengapa harus disamarkan?

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG terhadap narkotik yang dicanangkan pemerintah tampaknya akan menjadi sorak-sorai yang hampa makna.Buktinya, sebuah perkara narkotik besar yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat cuma terpusat pada seorang terdakwa: Donny Hendrian. Padahal, Donny ditangkap bersama Letnan Dua Inf. Agus Isrok, putra sulung mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo. Kejanggalan itu sedemikian mencolok, sampai-sampai, pada persidangan Rabu pekan lalu, ketua majelis hakim, Hadi Lelana, mencecar pertanyaan ke arah seorang saksi dari kepolisian. Soalnya, saksi yang polisi itu mengaku menangkap Donny bersama seorang pemuda bernama Deky Setiawan, yang tak jelas ada-tidaknya dan di mana keberadaannya. Adapun terdakwa Donny, 32 tahun, kontan memprotes "rekayasa" ini. "Saya tak punya kawan bernama Deky Setiawan. Polisi menangkap saya dan Agus Isrok," ujar Donny. Kali ini, ke arah Donny, majelis hakim menghadapkan foto penangkapan Donny dan Agus. "Kamu yakin itu foto Agus Isrok?" kata majelis hakim. Dengan tegas, Donny membenarkan. Menyaksikan perdebatan itu, pengacara Donny, Tigor S.M. Sijabat, buru-buru meyakinkan majelis hakim bahwa Deky Setiawan yang disebut-sebut saksi dan tertera pada dakwaan Jaksa Feri Mupahir adalah nama fiktif. Bahkan, alamat Deky, yang dikabarkan di Dago, Bandung, adalah karangan belaka. Sebab, rumah di alamat itu ditempati oleh mahasiswa ITB, dan tak ada pemuda bernama Deky di situ. Itu sebabnya rekan Tigor, Johanes Wiratno, mengaku tak habis pikir kenapa kepolisian sama sekali tak melibatkan Agus Isrok dalam perkara tersebut. Jaksa Feri juga tak mencantumkan nama Agus pada dakwaannya. "Demi tegaknya hukum, orang bernama Deky Setiawan jangan disembunyikan. Ia harus diadili," kata Johanes dan Tigor. Kerisauan kedua pengacara tentang pembebanan perkara itu hanya pada kliennya, Donny, tentu amat beralasan. Terlebih bila menilik peristiwa penangkapan Donny dan Agus pada Minggu dini hari, 8 Agustus 1999. Waktu itu, serombongan petugas Operasi Kilat Kaya dari Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Barat menggerebek dua pemuda yang berada di kamar 408 Hotel Travel di kawasan Manggabesar, Jakarta. Kedua lelaki itu tak membawa secarik pun tanda pengenal. Tapi pemuda yang satu mengaku bernama Donny, sementara pemuda kedua, yang berpostur tinggi tegap dan berambut cepak, hanya mengaku bernama Deky Setiawan. Dari kamar itu, petugas menemukan koper, yang isinya bisa membuat jantung bandar narkotik berdebar kencang: ada 7.000 butir ekstasi, empat kilogram bubuk shabu-shabu, daun ganja, setengah ons putauw, dan uang tunai Rp 2 juta. Pagi itu pula, kedua pemuda tadi digari ke Polres Jakarta Barat. Malamnya, ada telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda bernama Deky itu adalah Letda Inf. Agus Isrok, Wakil Komandan Unit Khusus Detasemen 441 Grup IV/Sandi Yudha Kopassus. Dan yang lebih mengejutkan, pemuda berusia 24 tahun itu ternyata putra sulung Jenderal Subagyo H.S., yang waktu itu menjabat KSAD. Sekitar pukul 20.00, polisi segera mengantarkan Agus ke kediaman ayahnya di bilangan Gatot Subroto, Jakarta. Setelah itu, nama Agus pun serta-merta menguap dari kisah sukses polisi menggerebek di Hotel Travel. Belakangan, baik polisi penyidik maupun jaksa penuntut juga tak mencantumkan nama Agus dalam perkara tersebut. Dengan lenyapnya nama Agus, dan polisi cuma menyidik Donny, mestinya dakwaan Donny menjadi cacat dan peradilannya meninggalkan "lubang" besar. Seharusnya, kedua tokoh itu disidik oleh tim yang terdiri dari polisi, polisi militer, dan oditur militer. Pengadilannya kemudian berbentuk koneksitas di peradilan umum karena perkaranya lebih menyangkut kepentingan sipil, bukan militer. Adakah perkara Agus di-peti-es-kan lantaran aib itu bisa mencoreng citra AD? Sumber-sumber di lingkungan TNI dan kepolisian enggan bicara soal itu. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Mayjen Pol. Noegroho Djajoesman, hanya berkata, "Tanyakan saja ke polisi militer di Kodam Jaya (Pomdam Jaya)." Tapi ada yang mengabarkan, Agus Isrok tak ditangani Pomdam Jaya, melainkan di instansi yang lebih tinggi, yakni Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Cuma, anehnya, untuk perkara begitu besar, Agus tak ditahan Puspom. Ia kabarnya ditahan di kesatuannya di Kopassus. Ayahnya, Jenderal Subagyo, membenarkan bahwa proses hukum terhadap Agus kini ditangani Puspom, dan Agus ada di kesatuannya. "Panglima TNI Laksamana Widodo kan sudah mengatakan, itu ditangani kesatuannya," katanya. Sewaktu ditanyakan bagaimana hubungannya akhir-akhir ini dengan sang putra, penasihat militer Presiden K.H. Abdurrahman Wahid itu balik bertanya, "Apa maksud pertanyaan Anda?" Happy S., Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus