Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH amplop cokelat berisi 15 lembar cek pelawat Bank Mandiri tergenggam di tangan politikus Partai Amanat Nasional, Teuku Syaiful Achmad. Hari itu, mengendarai sedan Toyota Corona BL-777-LQ, ia tiba di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh di Jalan Tengku M. Daud Beureuh, Banda Aceh. Cek di tangannya masih "hangat", baru diambil dari Bank Mandiri beberapa saat sebelumnya. "Jarak dari Bank Mandiri ke gedung DPR juga tak jauh, paling sekitar satu kilometer," kata bekas Kepala Subbagian Keuangan Badan Pengembangan Kawasan Sabang Taufik Aminuddin kepada Tempo, dua pekan lalu. Nilai masing-masing cek Rp 10 juta.
Taufik masih sangat ingat peristiwa awal Oktober 2005 itu. Saat itu, dia dan rekannya, Hamidy Arsa Noumeiri, menemani Syaiful "menyetorkan" cek pelawat tersebut ke DPR Aceh. Sementara Syaiful menyerahkan cek, Taufik dan Hamidy menunggu di dalam sedan Corona itu. Dia mengatakan tak tahu kepada siapa cek pelawat tersebut "berlabuh".
Menurut Taufik, Syaiful mengatakan cek itu pelicin agar dia bisa duduk di kursi Kepala Badan Pengembangan Kawasan Sabang. Syaiful mengatakan Gubernur Aceh—saat itu—Azwar Abubakar memintanya merancang pelengseran Syahrul Sauta dari posisi sebagai Kepala Badan Pengembangan. Nah, Syahrul bisa lengser jika ada rekomendasi DPR Aceh. Entah lantaran benar berkat amplop itu entah tidak, yang jelas dua pekan kemudian muncul rekomendasi DPR Aceh yang mencopot Syahrul sebagai Kepala Badan Pengembangan. Pada 27 Oktober 2005, Azwar pun mengangkat Syaiful sebagai Kepala Badan Pengembangan Kawasan Sabang.
Peristiwa pengangkatan Syaiful inilah yang menyeret nama Azwar Abubakar—kini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi—pada pusaran kasus korupsi pembangunan pelabuhÂan internasional Sabang periode 2006-2010. Kasus itu kini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi. Awal Maret lalu, untuk keduanya kalinya, Azwar diperiksa KPK. Adapun Syaiful Achmad pada 25 Maret lalu sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Sebelum menetapkan Syaiful, KPK menetapkan nama lain sebagai tersangka dalam perkara rasuah ini: pejabat pembuat komitmen Ramadhani Ismy dan Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumatera Utara dan Aceh yang sekaligus kuasa joint operation PT Nindya Karya-PT Tuah Sejati, Heru Sulaksono. Nindya-Sejati merupakan kontraktor pembangunan pelabuhan ini.
Saat ditemui Tempo, Hamidy Arsa membenarkan adanya cek yang dibawa Syaiful ke DPR. Hanya, ia menyatakan tak tahu kepada anggota DPR mana cek itu diserahkan. "Saya cuma diminta mengantar," ujarnya.
HUBUNGAN Azwar Abubakar dan Teuku Syaiful Achmad terjalin jauh sebelum 2005. Menurut mantan Wakil Ketua Badan Pengembangan Kawasan Sabang Nasruddin Daud, Azwar dan Syaiful adalah perintis berdirinya Partai Amanat Nasional di Aceh. Peran mereka di PAN Aceh "mengantar" Azwar sebagai calon Wakil Gubernur Aceh berpasangan dengan Abdullah Puteh dalam pemilihan pada 2000. Adapun Syaiful menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 1999-2004. "Mereka dan saya termasuk orang yang mendirikan PAN Aceh," kata Nasruddin.
Kepada Tempo, seorang tokoh Aceh menyebutkan kedekatan Azwar dan Syaiful tak hanya dalam soal politik. Keduanya sudah berkawan jauh sebelum masuk ke dunia politik. Azwar, yang sebelumnya dikenal sebagai kontraktor, kerap berhubungan dengan dinas pekerjaan umum, yang saat itu dipimpin Syaiful Achmad. "Hubungan mereka mungkin sudah puluhan tahun," ujar tokoh yang minta namanya tak disebut itu.
Nasruddin Daud juga mengakui perihal kedekatan Azwar dan Syaiful. Dia mengatakan, dalam sejumlah proyek di Aceh, PT Bina Cipta Perdana—perusahaan milik Azwar—kerap bekerja sama dengan CV Cipta Puga milik Syaiful. Misalnya dalam proyek pembangunan pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue pada 2000. Saat itu, kata dia, Bina Cipta Persada menggandeng Cipta Puga mengerjakan proyek tersebut. "Hanya, seingat saya, saat itu Pak Azwar sudah tidak pegang perusahaan tersebut," ucap bekas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah itu.
Adapun Azwar membantah kabar kedekatan dia dengan Syaiful. Meski mengakui berkawan dengan Syaiful, dia mengatakan tak memiliki chemistry secara politik dengan orang itu. "Bukan grup gue bahasa kerennya," ujarnya (lihat boks).
PERKARA korupsi proyek pelabuhan Sabang disidik KPK sejak Agustus 2013. Selain sudah menetapkan tiga tersangka, KPK meminta pihak Imigrasi mencekal Direktur PT Tuah Sejati Muhammad Taufik. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, modus korupsi proyek Sabang adalah penggelembungan anggaran. KPK menemukan bukti adanya penyalahgunaan kewenangan, antara lain terjadinya penunjukan langsung pemegang proyek tersebut: konsorsium Nindya Karya dan Tuah Sejati. Proyek yang dimulai pada 2006 itu juga tak memiliki izin prinsip proyek anggaran tahun jamak dari Kementerian Keuangan. "Jumlah kerugian negara diperkirakan Rp 294 miliar," ucapnya.
Pada 22 April lalu, KPK pun menjebloskan Heru Sulaksono ke penjara. Selain menjerat pejabat Nindya Karya ini dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, KPK menjeratnya dengan Undang-Undang Pencucian Uang. Komisi juga menyita dua mobil Heru, Honda CR-V dan Volkswagen Beetle. "Penyidik juga menyita uang US$ 37.390 dan Rp 50 juta serta sejumlah dokumen," kata Johan.
Menurut sumber Tempo, KPK menengarai anggaran proyek ini sudah direncanakan digelembungkan sejak awal. Sumber ini mengatakan, dari sejumlah dokumen, terlihat penggelembungan anggaran proyek dilakukan sejak tahap perencanaan. "Dari konsultan sebagai perencananya, perhitungan anggarannya sudah dinaikkan semua," ucap sumber ini.
Taufik membenarkan cerita sumber Tempo itu. Menurut dia, penggelembungan anggaran, misalnya, memang terjadi pada sejumlah harga bahan bangunan. Ia memberi contoh anggaran besi yang dibuat dengan nilai Rp 20 juta per ton. Padahal, di pasar, harganya maksimal Rp 15 juta per ton. "Itu baru satu barang. Kalau KPK bilang kerugiannya Rp 294 miliar, saya bilang bisa mencapai setengah dari nilai proyek," kata pria yang mengundurkan diri dari Badan Pengembangan Kawasan Sabang pada 2010 ini.
Perihal siapa konsultan perencana proyek itu, dia menunjuk semua tak jauh-jauh dari "lingkaran" Azwar Abubakar. Menurut dia, perusahaan Azwar, PT Bina Cipta Perdana, mendapatkan kontrak sebagai konsultan perencana bersama perusahaan milik Teuku Syaiful Ahmad, CV Cipta Puga, dan sebuah perusahaan konsultan asal Bandung, PT Ecoplant Rekabumi Interconsult. "Tiga perusahaan ini mendapat proyek tersebut tidak melalui tender, tapi melalui penunjukan langsung oleh Syaiful," ujarnya.
Salah seorang konsultan yang sudah diperiksa KPK adalah Ananta Sofwan, yang sehari-hari dosen teknik sipil di Institut Teknologi Bandung. Ditemui Tempo, Ananta mengaku diminta tiga perusahaan itu menyusun detail engineering design berikut biayanya. Berdasarkan laporan Badan Pengembangan Kawasan Sabang, biaya untuk konsultan perencana Rp 35,9 miliar, sementara konsultan pengawas Rp 21,1 miliar.
Tapi Ananta menampik jika anggaran proyek ini disebut sudah digelembungkan sejak awal. Menurut dia, nilai proyek membengkak karena adanya kebutuhan pipa baja tiang penyangga dermaga dan adanya ongkos angkut mengambil pasir laut dari Aceh untuk reklamasi dermaga. "Karena tidak boleh mengambil pasir di Sabang," katanya.
Tokoh Aceh lain yang diduga terlibat korupsi pembangunan pelabuhan Sabang adalah Irwandi Yusuf, bekas Gubernur Aceh setelah Azwar. Menurut sumber Tempo, Irwandi yang menjadi gubernur pada 2007-2012 itu mengetahui perihal penunjukan langsung konsorsium Nindya-Sejati tersebut. Sebagai gubernur, posisi Irwandi juga Ketua Dewan Kawasan Sabang. Ia secara rutin mendapat laporan perkembangan proyek ini dari Kepala Badan Pengembangan Kawasan Sabang.
Sumber itu mengatakan Irwandi bahkan sempat menegur Nasruddin Daud saat menjabat Kepala Badan Pengembangan sementara pada 2010. Gara-garanya: ia tak mau melakukan penunjukan langsung lanjutan pembangunan proyek ini kepada Nindya-Sejati. Saat itu, Irwandi sampai menggelar rapat di Hotel Borobudur, Jakarta, yang dihadiri Ramadhani Ismy; Nasruddin Daud; pemilik PT Tuah Sejati, Zainuddin Hamid; Ananta Sofwan; Syaiful Achmad; dan sejumlah anggota staf Badan Pengembangan Kawasan Sabang Perwakilan Jakarta. Dalam pertemuan itu, Irwandi meminta Nasruddin melanjutkan pola kontrak seperti yang dilakukan sebelumnya. "Jadi secara tidak langsung dia mau bilang lanjutkan saja penunjukan langsung seperti yang dulu," ujar sumber ini.
Nasruddin mengakui adanya pertemuan itu. Demikian pula Irwandi. Hanya, keduanya membantah adanya pembicaraan tentang penunjukan langsung. "Itu cuma sharing," kata Nasruddin. Adapun Irwandi menyebut itu bukanlah rapat. "Sekadar ngobrol-ngobrol," ucapnya saat dihubungi Tempo, Kamis pekan lalu, di Aceh.
Sumber Tempo menyebutkan Irwandi juga ikut kecipratan dana proyek Sabang itu. Pada 2008, misalnya, dia disebut-sebut menerima Rp 1,5 miliar. "Sebagian digunakan untuk biaya berobat dia ke Singapura," kata sumber ini. Saat dimintai konfirmasi perihal setoran Rp 1,5 miliar tersebut, Irwandi menyatakan itu tak benar. Dia mengakui pada pertengahan 2008 pernah berobat ke Singapura karena terkena stroke. "Tapi itu memakai uang pribadi," ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi memang masih terus mengembangkan kasus ini. Menurut Johan Budi, setelah penangkapan Heru, tak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Hanya, perihal kesaksian Syaiful Achmad, KPK tampaknya bakal mentok. Sejak sekitar setahun lalu, dia terkena stroke dan terkapar di rumahnya. Kondisi ini yang membuat KPK hingga kini belum bisa menggali keterangan perihal keterlibatan dua "orang penting" Aceh itu dari Syaiful.
Febriyan (Jakarta), Anwar Siswadi (Bandung)
Sabang, Oh, Sabang
Proyek pelabuhan internasional Sabang digadang-gadang akan menandingi kedigdayaan pelabuhan internasional Singapura. Namun proyek ini ternyata penuh masalah: dari penggelembungan nilai proyek hingga pengadaan lahan. Diduga merugikan negara ratusan miliar rupiah.
Nilai proyek:
Rp 1,8 triliun
Rencana luas pelabuhan dan sarana penunjangnya:
400 hektare
Anggaran yang sudah dikeluarkan:
Rp 750 miliar
Diduga Terlibat:
Azwar Abubakar
(Gubernur Aceh 2005)
Keterlibatan: Pemilik salah satu konsultan perencana proyek Sabang, PT Bina Cipta Persada.
"Perusahaan saya kan hanya bagian dari konsorsium itu. Itu juga proyek yang saya dengar hanya Rp 12 miliar. Di-mark-up atau apa pun, itu tidak ada urusan dengan saya. Kalau memang ada indikasinya, silakan saja perusahaan saya diproses."
Irwandi Yusuf
(Gubernur Aceh 2007-2012)
Keterlibatan: Menyetujui penunjukan langsung PT Nindya Karya-PT Tuah Sejati sebagai kontraktor.
"Saya tidak pernah menerima uang itu."
Tersangka:
(Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumatera Utara dan Aceh sekaligus kuasa joint operation PT Nindya Karya-PT Tuah Sejati)
(Pejabat pembuat komitmen)
(mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang)
Dugaan Kerugian Negara:
1. Penggelembungan anggaran (data KPK): Rp 249 miliar
2. Pengadaan lahan (data audit BPK tahun 2012):
Pembelian di atas nilai jual obyek pajak: Rp 101,4 miliar.
Sejumlah bukti kepemilikan tanah yang dibeli oleh Badan Pengembangan Kawasan Sabang diragukan karena sebagian besar hanya berupa surat pernyataan menguasai secara fisik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo