Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjerat Pasal Cadangan

Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Misbakhun, divonis satu tahun penjara. Hanya terbukti memalsukan surat.

7 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUKHAMAD Misbakhun bergegas keluar dari selnya menuju ruang tunggu Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Menjelang magrib, Kamis pekan lalu, ia menemui pengacaranya, Luhut Simanjuntak. Setelah keduanya bercengkerama setengah jam, Misbakhun meneken surat kuasa pengajuan banding yang disodorkan koordinator kuasa hukumnya itu. ”Memori bandingnya kami ajukan Senin ini,” kata Luhut kepada Tempo seusai pertemuan itu.

Selasa pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Pramodana K. Kusumah Atmadja, dengan anggota Martin Ponto Bidara dan Yulman, mengganjar Misbakhun satu tahun penjara. Anggota Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat itu dinilai terbukti membuat dokumen palsu usance letter of credit atau fasilitas pembiayaan ekspor-impor dari Bank Century untuk PT Selalang Prima Internasional. Misbakhun adalah Komisaris PT Selalang. Majelis juga menghukum Direktur Utama PT Selalang, Franky Ongkowardojo, satu tahun penjara. Keduanya disidangkan secara bersamaan.

Vonis itu jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Misbakhun delapan tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Dari fakta persidangan, jaksa menganggap Misbakhun terbukti membuat atau turut serta membuat pencatatan palsu pencairan L/C di Bank Century senilai US$ 22,5 juta. Karena itu, jaksa optimistis menuntut Misbakhun sama seperti pasal dalam dakwaan primer, yaitu Pasal 49 Undang-Undang Perbankan juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Semula, Misbakhun didakwa tiga pasal, yaitu Pasal 49 Undang-Undang Perbankan, pasal pemalsuan surat otentik (Pasal 264 KUHP), dan pasal pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP).

Dalam pertimbangannya, hakim menilai pasal 49 itu tidak tepat untuk Misbakhun. Hakim Pramodana mengatakan pasal itu hanya berlaku untuk dewan komisaris, direksi, dan pegawai bank. Tuntutan pun dikesampingkan. ”Terdakwa lebih tepat dihukum dengan Pasal 263 KUHP,” kata Pramodana.

Hal yang meringankan Misbakhun, menurut Pramodana, perbuatan pidana tidak hanya dilakukan terdakwa, tapi bersama-sama pejabat Bank Century. Terdakwa dianggap beriktikad baik merestrukturisasi utangnya di Bank Century—kini Bank Mutiara. Klaim kubu Misbakhun menyatakan, dari utang US$ 22,5 juta, tinggal sekitar US$ 14 juta yang belum dilunasi.

Putusan itu langsung disambut banding oleh Misbakhun. Setelah mencium kening istrinya, Eni Sulistyowati, yang duduk di barisan depan ruang sidang, dengan muka ditekuk, ia meninggalkan ruang sidang. Kepada wartawan, Misbakhun mengatakan banyak fakta di persidangan diabaikan hakim, misalnya restrukturisasi kredit. Di matanya, hakim keliru menghukumnya dengan Pasal 263 KUHP, yang tidak ada dalam tuntutan. ”Tidak ada yang perlu ditakutkan kalau saya banding,” katanya.

Kejaksaan juga menyatakan banding. Menurut jaksa penuntut umum Teguh Suhendro, pihaknya berkukuh Undang-Undang Perbankan bisa dikenakan ke Misbakhun. Sebab, ia turut serta melakukan pemalsuan dokumen pencairan L/C. Lagi pula, kata Teguh, kedudukan pejabat bank sudah melekat pada direksi Bank Century yang telah divonis lebih dulu. ”Unsur melawan hukumnya sudah jelas,” katanya.

Perkara Misbakhun ini merupakan pengembangan temuan Tim Pemeriksa Bank Century Bank Indonesia. Rudy Agus Purnomo Rahardjo, anggota Tim Pemeriksa, melaporkan adanya L/C bermasalah Bank Century itu ke polisi pada Maret 2009. (Lihat infografis.) Dari laporan itu, sejumlah petinggi Bank Century diseret ke pengadilan, termasuk mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim—yang telah divonis enam tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Dari hasil pengembangan, polisi menyidik perusahaan Misbakhun yang masuk daftar penerima L/C bermasalah.

PT Selalang mengajukan permohonan kredit US$ 22,5 juta untuk impor kondensat Bintulu—sejenis produk turunan minyak bumi. Permohonan PT Selalang dianggap bermasalah. Menurut catatan penyidik, kesalahan itu misalnya tidak adanya data calon importir, dan jaminan deposito hanya 20 persen, atau senilai US$ 4,5 juta, dari nilai kredit. Padahal ketentuannya jaminan harus 100 persen. Dalam kesaksiannya di pengadilan, Linda Wangsa, pemimpin kantor pusat Century, mengaku diminta Robert Tantular, pemegang saham Century, mengabulkan L/C PT Selalang kendati syaratnya tidak terpenuhi. Robert sendiri tak pernah bisa bersaksi ketika hendak dikonfrontasi.

Pada akhir November 2009, menurut jaksa, dibuatlah persetujuan kredit tanpa dilengkapi dokumen administrasi. Akta perjanjian L/C diteken pada 22 November 2009. Hari itu, PT Selalang menyerahkan surat gadai deposito US$ 4,5 juta sebagai jaminan. Belakangan, melalui dokumen pembukaan deposito pada 22 November, hanya ada dana US$ 1,8 juta. Jaminan baru terkumpul lima hari kemudian. Kendati jaminan belum penuh, pada 22 November itu sudah diterbitkan surat gadai yang diteken Misbakhun, Franky, dan pejabat Bank Century.

Nah, pembuatan surat gadai itulah delik pidana yang menjerat Misbakhun. Sebab, dengan surat itu, seakan-akan pada 22 November jaminan US$ 4,5 juta sudah ada, sehingga kredit cair lima hari kemudian. Setelah diinvestasikan ke Kellet Investment, perusahaan perdagangan dan investasi Hong Kong, kredit itu macet karena Kellet terimbas krisis.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan PT Selalang mendapat perlakuan istimewa dalam pemberian L/C Bank Century. Nama Misbakhun terseret setelah anggota staf khusus presiden, Andi Arief, membeberkan perannya dalam pencairan L/C itu. Awal Maret lalu, Andi melaporkan Misbakhun ke Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Sebulan kemudian, Misbakhun menjadi tersangka Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Menurut sumber Tempo, ada sejumlah kelemahan jaksa dalam persidangan Misbakhun. Di pengadilan, jaksa tak menghadirkan ahli yang menguatkan penerapan Pasal 49 Undang-Undang Perbankan. Yang ada, kata sumber itu, hanya saksi ahli dari pihak Misbakhun. Misalnya pakar hukum perbankan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Surah Winarni. Surah mengatakan pasal 49 itu tidak untuk Misbakhun. Pihak di luar bank yang bisa dijerat, kata Surah, hanya pelaksana bank gelap dan pihak yang memaksa membocorkan rahasia bank.

Yang membuat Misbakhun divonis ringan, kata sumber itu, hakim memakai keterangan saksi ahli hukum perjanjian dan perikatan perdata, Ridwan Khairadi, dari kubu Misbakhun. Ridwan berpendapat jaminan surat deposito PT Selalang tidak bermasalah karena surat itu tetap bisa dieksekusi meski PT Selalang dinyatakan gagal bayar. ”Tetap ada barang yang dijaminkan,” katanya.

Guru besar hukum Universitas Indonesia, Indrianto Seno Adjie, juga menilai vonis hakim sudah tepat. Pasal 49 itu memang tidak bisa untuk Misbakhun. ”Itu lex specialis,” ujarnya. Putusan hakim yang memakai pasal di luar tuntutan, kata Indrianto, sudah sesuai dengan hukum acara. ”Karena pasal yang dipakai ada di dakwaan,” katanya.

Menurut pakar hukum perbankan dan pencucian uang Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, sebenarnya ada celah lain untuk menjerat Misbakhun. Perbuatan pidana pemalsuan surat yang kemudian berakibat keluarnya kredit ke Selalang bisa dijerat dengan pasal pencucian uang. ”Karena keluarnya uang dengan perbuatan ilegal, itu bisa dijerat pasal money laundering,” ujarnya.

Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Pohan Lasphy membantah pernyataan bahwa jaksa tidak serius. Menurut dia, tuntutan sudah sesuai dengan fakta persidangan. ”Jaksa berangkat dari fakta sidang,” kata Pohan. Pohan tak mau menanggapi soal adanya celah lain, yaitu pasal pencucian uang, untuk menjerat Misbakhun.

Tapi, bagi Indonesia Corruption Watch, vonis itu janggal. Menurut peneliti ICW, Ibrahim Fahmi Badoh, vonis ringan itu perlu dieksaminasi. ”Kalau bukan hakimnya yang kacau, ya, jaksanya,” kata dia. Komisi Yudisial mencium aroma yang sama. Pekan ini, Komisi akan mempelajari putusan itu. ”Disparitas vonis dan tuntutan terlalu lebar,” kata Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas.

Anton Aprianto, Dianing Sari

Dari Selalang Ke Senayan

Misbakhun divonis karena memalsukan dokumen L/C saat menjadi Komisaris PT Selalang. Kasusnya bergulir setelah ia menjadi anggota Dewan di Senayan.

2007
Oktober
PT Selalang mengajukan fasilitas L/C ke Bank Century.

29 Oktober
Bank Century membuat formulir persetujuan kredit PT Selalang.

19 November
Surat penegasan kredit keluar.

22 November
Akta perjanjian L/C diteken. Misbakhun menandatangani surat deposito.

27 November
Jaminan tidak sampai US$ 4,5 juta, tapi kredit sudah cair.

2009
19 Maret
Tim pemeriksa Bank Indonesia melaporkan kasus L/C bermasalah ke Markas Besar Kepolisian RI. Empat perusahaan dilaporkan: PT Sakti Persada Raya, PT Dwi Putra Perkasa, PT Damar Kristal Mas, dan Energi Quantum Eastern Indonesia.

23 November
Audit Badan Pemeriksa Keuangan keluar. PT Selalang dianggap punya L/C bermasalah.

Desember
Misbakhun getol jadi anggota tim sembilan hak angket Bank Century di DPR.

2010
Akhir Februari
Anggota staf khusus presiden, Andi Arief, membeberkan keterlibatan Misbakhun dalam L/C bermasalah.

1 Maret
Andi Arief melaporkan Misbakhun ke Kepolisian Resor Jakarta Pusat.

12 April
Misbakhun menjadi tersangka pemalsuan surat untuk L/C. Dua pekan kemudian ia ditahan.

30 Juli
Sidang Misbakhun digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

13 Oktober
Misbakhun dituntut delapan tahun penjara.

2 November
Misbakhun divonis satu tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus