PEMBANTU Rektor Universitas 11 Maret, Parmanto MA, tewas
tertembak di rumahnya sendiri, di Solo, 11 Januari kemarin.
Seminggu kemudian, 19 Januari, Hasan Bauw tewas tergeletak di
pinggir jalan di Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Juga mati
tertembak: peluru terdapat bersarang di pelipis kanan, ada yang
lewat tengkuk menembus mata kiri, di lambung dan beberapa di
bagian tubuh bawah lainnya. Kedua peristiwa itu masih gelap --
begitu polisi mengumumkan. Tapi Jaksa Agung, Ali Said SH, yakin
menyatakan: tak ada kaitan apapun antara keduanya.
Hasan Bauw, 29 tahun, adalah mahasiswa Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga. Aktivis. Selalu sibuk bersama mahasiswa dari berbagai
universitas. Tertarik pada kegiatan agama Islam. Berceramah,
jadi imam dan khatib di Mesjid Syuhada Kotabaru atau Salahuddin
di Gelanggang Mahasiswa Gama.
Berbisik-bisik
Kesibukannya belakangan ini tak menyolok bagi teman-teman
seasramanya, Asrama Yasma Putra, di sebelah Mesjid Syuhada. Juga
Jum'at 19 Januari itu. Habis sembahyang Jum'a ia tidur siang.
Sekitar jam 15.30 ada du? orang tamu mencarinya. Seorang yang
bertubuh kekar memaksa seorang penghuni asrama untuk
mengantarkannya ke kamar Hasan dan membangunkannya dari tidur.
Yang satu lagi menunggu di luar sambil tetap duduk di sepeda
motornya.
Hasan menerima tamunya di kamar Mereka berbisik-bisik sebentar
di kamar Tak lebih dari lima menit. Begitu tamunya pergi Hasan
sudah siap ke luar. Dengan baju batik safari kuning, celan
abu-abu dan cuma bersendal jepit, dia pergi dengan sepeda motor
pinjaman. Nasib buruk Hasan diketahui teman-teman seasramanya
Sabtu siang berikutnya. Ceritanya bermula dari mahasiswa
kedokteran Gama yang praktek di rumahsakit Pugeran yang
kebetulan mengenal Hasan. Di kantong Hasan masih terdapat uang
Rp 1.400 dan kunci lemari.
Dari penduduk Desa Purwomartani di Kalasan dapat diperoleh
sedikit cerita. Ada yang melihat 4 orang laki-laki bergoncengan
kendaraan Honda dan Vespa ke utara dari arah Kalasan ke
Cangkringan. Agak lama kemudian mereka lewat kembali. Hanya,
salah seorang dari mereka tak nampak di goncengan lagi. Orang
yang lebih dekat dengan tempat peristiwa malah ada mendengar
sebuah letusan. Mula-mula dikira cuma letusan ban pecah saja.
Rentetan tembakan berikutnya barulah menarik perhatian. Polisi,
yang berkantor sekitar 5 km dari sana, dilapori. Dan ternyata
Hasan itulah yang diketemukan telah tewas tergeletak di pinggir
jalan tersebut.
Motif pembunuhan Hasan -- apalagi pelaku-pelakunya -- masih
gelap. Jelas tak ada tanda-tanda semacam perampokan. Sumber
TEMPO di kepolisian menvatakan, pun tak ada tanda-tanda
perlawanan dari korban -- barangkali juga tak sempat -- sebelum
tertembak atau tewas. Sumber kepolisian juga menyebutkan siapa
Hasan selain yang tampak dari luar seperti selama ini dia
informan sesuatu badan intelijen.
Mayor Soewasno, dari Dinas Penerangan Kowilhan II, tak tahu
menahu soal itu. "Bagian intelijen sudah saya cek," katanya,
"juga tidak tahu menahu." Namun pejabat IAIN Kalijaga bercerita
lain. Hasan Bauw biasa minta waktu untuk menunda ujian-ujiannya.
Institut biasanya dapat mengerti kesibukan mahasiswa ini. Tak
pernah ada persoalan.
Untuk ujian Januari ini Hasan juga minta mundur. Tapi agak aneh.
Surat pengundurannya kali ini, bertanggal 15 Januari, dimintakan
oleh suatu instansi resmi (berkop surat, diketik rapi, distempel
dan ditandatangani oleh seorang pejabat). Alasannya: hanya
disebutkan, Hasan sedang mendapat sesuatu tugas. Setelah Hasan
tertembak surat tersebut diminta kembali oleh instansi yang
mengirimkannya. IAIN telah menyerahkannya kembali berikut
fotokopi yang pernah dibuat.
Apakah tertembaknya Hasan ada hubungannya dengan kegiatan
intelijen atau tidak -- kita tunggu saja hasil kerja polisi
nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini