Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Langkah Korlantas Polri memberitahukan tilang elektronik via WhatsApp menuai kritik.
Sejumlah pengamat ragu akan keamanan digital metode tersebut.
Korlantas juga dinilai sebaiknya lebih berkonsentrasi menurunkan angka pelanggaran lalu lintas.
RENCANA Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) memberitahukan tilang elektronik melalui aplikasi WhatsApp dan layanan pesan pendek atau SMS menuai kritik. Meski dianggap sebagai bentuk inovasi, langkah ini dinilai tak menjawab masalah tingginya angka pelanggaran lalu lintas di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar keamanan siber dan forensik digital, Alfons Tanujaya, menilai penindakan pelanggaran melalui electronic traffic law enforcement (ETLE) sebagai hal yang positif. Hal ini, menurut dia, bermanfaat untuk mengurangi penyimpangan, khususnya korupsi di bidang penegakan hukum lalu lintas. “Semestinya didukung karena memiliki banyak manfaat,” kata Alfons saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya, Alfons menilai pemberitahuan pelanggaran secara digital itu masih perlu dikaji lebih lanjut. Dia menyoroti soal keamanan pemberitahuan ini. Pasalnya, pengiriman surat tilang dengan metode seperti itu banyak disalahgunakan pada tahun lalu. Saat itu banyak masyarakat yang menerima surat tilang via WhatsApp menjadi korban kejahatan digital berupa phishing dan scamming.
Alfons juga menyoroti penggunaan domain .info oleh Korlantas sebagai alamat situs web tempat pemilik kendaraan bisa mengecek pelanggaran yang mereka lakukan. Domain itu, menurut dia, sangat rentan diserang karena merupakan domain umum yang bisa diakses siapa pun, termasuk peretas yang memiliki keahlian di bidang IT. “Pemerintah itu kan ada domainnya sendiri, yaitu .go.id, atau setidaknya pakai .id yang servernya di Indonesia,” kata Alfons.
Dia pun menilai imbauan dari kepolisian agar berhati-hati saat menerima pesan dari nomor yang tidak terdaftar tak bisa menjamin masyarakat terhindar dari penipuan. Apalagi pengetahuan masyarakat terhadap dunia teknologi saat ini masih belum merata. “Kalau masyarakat tertipu, salahkan masyarakat?” kata Alfons.
Sebelum memberlakukan pemberitahuan tilang secara elektronik, Alfons mengimbau kepolisian mempersiapkan infrastruktur yang memadai guna mencegah adanya oknum yang berupaya menipu. “Kita harus memberikan standar kepada masyarakat yang terlemah literasi digitalnya,” kata Alfons.
Sebelumnya, Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri Brigadir Jenderal Raden Slamet Santoso mengatakan pihaknya melakukan uji coba pengiriman surat bukti pelanggaran melalui aplikasi WhatsApp. “Baru tahap uji coba,” kata Slamet kepada wartawan di Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.
Salah satu wilayah yang sudah menerapkan uji coba pengiriman surat tilang melalui WhatsApp ini adalah Polda Metro Jaya. Penerapan pengiriman tilang melalui WhatsApp ini, menurut Slamet, merupakan inovasi yang dilakukan pihaknya. Selama ini bukti tilang elektronik dikirim secara fisik via PT Pos Indonesia. Apabila lolos asesmen di Polda Metro Jaya, sistem ini akan diterapkan secara nasional. “Kalau sudah lulus asesmen dan bagus, bisa kami nasionalisasikan,” kata Slamet.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi menyatakan pihaknya pun telah memikirkan keamanan metode baru pengiriman surat tilang ini. Dia memastikan pengiriman surat bukti pelanggaran kendaraan bermotor yang dikirim melalui nomor WhatsApp bukan berformat Android package kit (APK). Peretasan dengan metode pengiriman pesan berisi APK marak dalam setahun terakhir. “Hati-hati kalau menerima dokumen dalam bentuk APK. Itu sudah pasti penipuan,” kata Ade Ary, Senin, 6 Mei lalu.
Ade pun menyatakan pihaknya hanya akan menggunakan lima nomor telepon untuk mengirim konfirmasi ke pelanggar. Kelima nomor itu adalah 082333343250, 08525886901, 085258868990, 082333343249, dan 087817174000. Dia menyatakan pesan yang akan diterima masyarakat berupa gambar kendaraan yang melakukan pelanggaran. “Jadi, kalau tidak dikirim dari lima nomor tadi, tidak ada mobil pelanggar, ada notifikasi itu, wajib hati-hati,” ujar Ade Ary.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi pun sependapat dengan Alfons. Menurut dia, polisi seharusnya melakukan pengkajian secara mendalam lebih dulu sebelum menguji coba pemberitahuan tilang melalui WhatsApp. Dia menyebutkan pengkajian itu meliputi manfaat dan ancaman yang mungkin terjadi. Dia juga meminta Korlantas menyiapkan manajemen risiko.
Selain itu, Heru menyoroti pembenahan data dilakukan lebih dulu. “Database-nya harus bagus dan valid, baru WA bisa digunakan sebagai medium mengirim surat tilang,” kata Heru saat dihubungi secara terpisah.
Petugas Traffic Management Center (TMC) memantau pelanggar lalu lintas melalui layar CCTV di ruas jalan Thamrin-Sudirman di ruang kontrol Polda Metro Jaya, Jakarta. detik.com
Sementara itu, pengajar senior Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menilai langkah Korlantas itu tak menyelesaikan masalah tingginya angka pelanggaran lalu lintas di Indonesia saat ini. Menurut dia, Korlantas sebaiknya lebih dulu melakukan upaya nyata untuk mencegah pelanggaran lalu lintas terjadi. Secanggih apa pun alat yang digunakan dalam sistem ETLE, apabila tidak dibarengi dengan upaya patroli, tetap saja tak mampu menekan angka pelanggaran. “Parameternya gampang, lihat saja sejumlah pelanggar lalu lintas yang saat ini makin menjamur,” kata Sony.
Sony menilai sejauh ini cara yang paling efektif untuk menekan angka pelanggaran adalah melakukan patroli rutin dan penertiban. “Enggak ada cara selain dua hal, segera turun ke lapangan dan tegas,” kata Sony.
Menurut Sony, penegakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas saat ini dinilai belum tegas dan terkesan ada pembiaran sehingga seperti efek bola salju. Banyak pelanggar yang ikut-ikutan melanggar lalu lintas karena sanksi yang diterima tidak membuat jera.
Imbas dari pelanggaran lalu lintas itu, menurut dia, terlihat pada angka kecelakaan. Menurut dia, penyebab utama kecelakaan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan angka kecelakaan memang terus menunjukkan tren kenaikan. Pada 2021, terjadi 103.645 kecelakaan. Angka itu naik menjadi 140.248 kecelakaan setahun setelahnya. Tahun lalu, angka kecelakaan kembali naik menjadi 148.307 kejadian.
Training Director The Real Driving Centre (RDC) Marcell Kurniawan pun sependapat dengan Sony. Meski mengakui tilang elektronik sedikit-banyak mampu memaksa pengguna lalu lintas untuk tertib, dia menilai Korlantas Polri perlu menggeber edukasi kepada masyarakat agar aman berkendara di jalan raya. “Selain gakum (penegakan hukum), edukasi keselamatan mengemudi sangat penting,” kata Marcell.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M Faiz Zaki berkontribusi dalam artikel ini.