Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hukum Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan 20 peserta aksi Demonstrasi Penolakan RUU Pilkada ditangkap. Angka tersebut diperoleh dari aduan yang diterima Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) per malam ini pukul 20.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mencatat ada tiga orang yang mengalami luka-luka serius akibat brutalitas aparat," kata Andi dalam keterangan resmi, Kamis, 22 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penangkapan massa terjadi baik sebelum, saat berlangsung, dan selesainya aksi. Koalisi masyarakat sipil hingga mahasiswa menggelar demo hari ini dalam rangka menolak revisi Undang-Undang Pilkada. DPR RI berencana mengesahkan RUU Pilkada hari ini, tapi batal.
Revisi tersebut adalah respons DPR RI dan pemerintah atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20 persen kursi atau 25 persen perolehan suara sah, diturunkan berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
Andi menyebut satu dari tiga korban luka mengalami patah hidung dan luka memar di wajah. Tidak hanya itu, ada juga korban yang kepalanya bocor akibat dihajar polisi. Alhasil, kepala korban mendapatkan tujuh jahitan.
Atas insiden tersebut, TAUD mendesak Mabes Polri memerintahkan Polda Metro Jaya dan Satuan Wilayah dan Kerja di bawahnya untuk memastikan akses bantuan hukum terbuka bagi massa yang ditangkap. Polisi juga diminta membawa korban yang saat ini masih ditahan ke rumah sakit terdekat.
Tak hanya itu, TAUD mendesak polisi berhenti menangkap para peserta aksi Kawal Putusan MK. Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional RI (Kompolnas), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, LPSK, dan Komnas Perempuan juga dirasa perlu memantau pergerakan kepolisian.