Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Imparsial mengaku mendapatkan dokumen daftar inventaris masalah atau DIM revisi UU TNI. Dalam DIM tersebut salah satunya diusulkan bahwa TNI, khususnya TNI AD, diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan hukum di darat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, menilai usulan tersebut sangat mengancam demokrasi dan HAM serta melenceng jauh dari rel UUD 1945.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal 8 huruf b dalam DIM tersebut menyebutkan “Angkatan Darat bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional”.
Ardi memandang, perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum adalah keliru dan betentangan dengan konstitusi. TNI AD merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Raison d’etre dibentuknya militer semata-mata dibentuk sebagai alat pertahanan negara untuk menghadapi ancaman perang. Militer tidak pernah dimaksudkan untuk bertugas sebagai aparat penegak hukum.
"Sebaliknya militer dilatih, dididik, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk perang. Pelibatan militer dalam penegakan hukum akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum lain," kata Ardi dalam keterangannya, Jumat 26 Agustus 2024.
Selain itu, terdapat juga usulan bahwa TNI ingin menghapus larangan berbisnis bagi anggota TNI. Menurut Ardi, ketentuan ini merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi di tubuh TNI. Prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya yaitu pertahanan, bukan berbisnis.
"Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya," kata Ardi.
Menurut Ardi, pemerintah seharusnya tidak lempar tanggung jawab dalam menyejahterakan prajurit dengan menghapus larangan berbisnis bagi prajurit TNI. Tugas menyejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab prajurit secara individu. Alih-alih menghapus larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI fokus di dalam mensejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis.
Deputi Bidang Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo belum menjawab pesan Tempo soal keadilan DIM ini. Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI, Wihadi Wiyanto, mengaku Baleg DPR belum menerima DIM itu. Adapun saat ini, Baleg DPR sedang menunggu DIM dari pemerintah untuk meneruskan pembahasan sejumlah revisi UU. Revisi itu di antaranya, revisi UU TNI, revisi UU Polri, dan revisi UU Kementerian.
PIlihan Editor: KSAD Maruli Simanjuntak Matangkan Persiapan Menjelang Pilkada 2024, Ini yang Dilakukannya