Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler hukum pada Senin pagi dimulai dari firasat tidak enak orang tua siswa SMK Lingga Kencana lihat kondisi bus. SEbelum berangkat ke Bandung, ban bus tersebut sempat selip di pertigaan Parung Bingung beberapa saat setelah berangkat membawa rombongan pelajar.
Berita terpopuler berikutnya adalah pengemudi ojek online (Ojol) menggerebek lapak tambal ban di putaran Rusun Bidara Cina, di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur. Lapak tambal ban itu diduga menebar ranjau paku dari besi payung.
Berita terpopuler ketiga adalah Polda Papua membantah warga Desa Pogapa, Intan Jaya, Papua Tengah, mengungsi akibat kontak senjata antara aparat dan TPNPB-OPM. Warga yang tinggalkan rumah mereka di Kampung Pogapa disebut bukan mengungsi, melainkan hanya berlindung ke hutan.
Berikut 3 berita terpopuler kanal hukum pada Senin pagi, 13 Mei 2024:
1. Orang Tua Siswa SMK Lingga Kencana Rasakan Firasat tidak Enak saat Lihat Kondisi Bus
Salah satu orang tua korban tewas dalam kecelakaan bus Putera Fajar, Diana, bercerita memiliki firasat tidak enak saat melepas anaknya, Mahesya Putra, pelajar SMK Lingga Kencana, Depok, untuk mengikuti perpisahan sekolah di Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perasaan tidak enak itu muncul ketika ia melihat ban bus tersebut sempat selip di pertigaan Parung Bingung beberapa saat setelah berangkat membawa rombongan pelajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau dari rumah enggak ada (firasat) apa-apa. Cuma pas berangkat aja itu waktu ban bus nyangkut," tutur Diana, di kediamanya di RT. 01/10 kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Ahad, 12 Mei 2024.
Ia kecewa pada pihak sekolah yang memaksakan jalan dengan kondisi bus yang tidak baik. Menurut dia, ketika ban bus sempat selip sekolah seharusnya meminta sopir memeriksa kelayakan bus. "Saya ngenes-nya di situ, kenapa tetap dipaksakan," kata Diana.
Diana merasa sangat kehilangan Mahesya. Ia menuturkan sulung dari empat bersaudara itu sangat sayang kepada ketiga adiknya. Bahkan almarhum berencana membelikan oleh-oleh baju untuk adiknya yang kembar.
"Dia ingin banget berangkat, enggak tega, saya berikan bekal uang, katanya mau beliin baju buat adik kembarnya," kisah Diana.
Di mata Diana, putra sulungnya itu anak yang baik dan bercita-cita menjadi pesepakbola. Mahesya bahkan rela setelah lulus SMK mau kerja sambil kuliah untuk membantu perekonomian keluarga. "Mau bahagiain ibunya," ucapnya lirih.
Mahesya pergi tepat tujuh hari jelang ulang tahunnya yang ke-18 pada Ahad pekan depan. "Saya bilang mau makan-makan di mana. Mungkin ini sudah takdirnya," kata Diana terisak.
Diana mengungkapkan anak sulungnya itu merupakan pribadi yang baik dan penurut, bahkan tidak pernah menuntut macam-macam ke orang tua. "Nurut anaknya, enggak neko-neko, baik dan sayang adik-adiknya," ucap Diana.
Selanjutnya ojol gerebek lapak tambal ban penyebar ranjau paku...
2. Pengemudi Ojol Gerebek Lapak Tambal Ban yang Diduga Sebar Ranjau Paku
Sejumlah pengemudi ojek online (Ojol) menggerebek lapak tambal ban di putaran Rusun Bidara Cina, tepatnya di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, karena diduga menebar ranjau paku dari besi payung.
Kapolres Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly menuturkan penggerebekan bengkel oleh para pengemudi ojol ini terjadi pada Sabtu, 11 Mei 2024 sekitar pukul 14.30 WIB.
Polsek Jatinegara, kata Ary, mulanya didatangi oleh sekelompok komunitas atau satgas pemungut ranjau paku di jalanan. Kepada polisi mereka melaporkan menemukan kantong plastik berwarna hitam berisi ranjau paku saat melakukan penyisiran di Jalan MT Haryoto di dekat selokan yang mengarah ke rusun Bidara Cina.
"Potongan besi payung menyerupai paku ditemukan di sekitaran tambal ban yang baru dibuka atas seizin ketua RT atau RW," kata Nicolas Ary saat dikonfirmasi Tempo melalui pesan singkat pada Ahad, 12 Mei 2024.
Ary menuturkan kondisi bengkel tambal ban sedang tutup saat pertama kali didatangi para pengemudi ojol. Keesokan harinya, atau Sabtu, beberapa pengemudi ojek online langsung menggeruduk lapak tambal ban tersebut dengan maksud meminta klarifikasi.
"Piket Reskrim Polsek Jatinegara datang ke Tempat Kejadian Perkara dan melakukan mediasi antara komunitas atau satgas tebar paku dan pemilik tambal ban," ucap Ary.
Pemilik bengkel tambal ban selanjutnya dibawa ke Polsek Jatinegara untuk dilakukan mediasi dan membuat surat pernyataan. "Pemilik tambal ban (mengaku) tidak tahu menahu dengan paku payung yang ditemukan di Taman dekat got atau tidak jauh dari tambal ban," tutur Kapolres Jakarta Timur.
Selanjutnya adu tembak aparat dan TPNPB-OPM di Pogapa...
3. Adu Tembak Aparat dan TPNPB di Pogapa: Polda Papua Sebut Warga Berlindung di Hutan, Bukan Mengungsi
Polda Papua membantah warga di Desa Pogapa, Intan Jaya, Papua Tengah, mengungsi akibat kontak senjata antara aparat dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan warga meninggalkan kampung halaman untuk berlindung di hutan maupun kampung tetangga.
Dia menyebutkan warga yang tinggalkan rumah mereka di Kampung Pogapa bukan mengungsi. "Kalau bilang mengungsi, sebetulnya tidak," kata dia saat ditelepon, pada Jumat malam, 11 Mei 2024.
Dia menjelaskan warga yang berangkat ke hutan dan kampung tetangga sekadar mengamankan diri karena ada adu tembak. Dia mengklaim warga akan kembali setelah situasi perang reda.
"Warga hanya mengamankan diri. Setelah situasi sudah pulih, mereka kembali. Dan ini mereka sudah kembali semuanya," tutur dia.
Ignatius menilai kondisi warga desa Pogapa yang berlindung di hutan tidak bisa disamakan dengan mengungsi akibat perang seperti yang terjadi di Bosnia, Suriah, Darfur, dan Sudan. "Ya, bukan perang seperti itu. Saya kan pernah pernah penugasan PBB di Sudan juga," tutur dia.
Ia menjelaskan warga yang mengungsi itu bukan karena serangan militer TNI-Polri. Kontak senjata itu terjadi saat kelompok TPNPB masuk dan menyerang ke dalam kota dan kampung. Mereka menyerang markas kepolisian sektor Polsek dan pos komando rayon militer atau Koramil. "Masa TNI-Polri tidak membela diri. Tentunya ada kontak tembak," tutur dia.
Dia menyatakan strategi penyerangan TPNPB memanfaatkan pola gerilya. Masuk dan berbaur atau berlindung di masyarakat lalu melakukan penyerangan.
Hal ini, kata Ignatius, membuat anggota TPNPB akan sulit dibedakan dari warga sipil. "Jadi, ya itu kondisi di Papua," ucap dia.
Dia mengatakan, Polda Papua atau pemerintah daerah tak memiliki data pengungsi pascapenyerangan atau kontak senjata yang berlangsung di Kampung Pogapa, Intan Jaya. "Dari pemerintah daerah tidak melakukan pendataan," tutur dia.
Pilihan Editor: ICW NIlai Komposisi Pansel KPK Rawan Konflik Kepentingan