Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Top Metro: Sidang Penghinaan Jokowi oleh Rocky Gerung, Dugaan Aliran Uang Korupsi SYL ke NasDem

Rocky Gerung digugat seseorang bernama David Tobing, sidang perdana dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL)

29 Februari 2024 | 07.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler kanal Metro pagi ini, Kamis, 29 Februari 2024 diawali dari sidang gugatan perdata terhadap Rocky Gerung yang diajukan seseorang bernama David Tobing. Pengacara Rocky Gerung menilai gugatan ini untuk mengganggu kliennya yang kerap kritis pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berita populer kedua, yaitu polisi yang menemukan riwayat pencarian keberadaan CCTV kolam renang di ponsel Yudha Arfandi, tersangka penenggelaman Raden Adante Khalif Pramudityo alias Dante.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berita lainnya jaksa KPK mengungkap dugaan uang hasil pemerasan di Kementerian Pertanian oleh Syahrul Yasin Limpo mengalir ke Partai NasDem

Berikut tiga berita populer Metro

Sidang Penghinaan Jokowi, Gugatan David Tobing Diangggap Hanya untuk Mengganggu Rocky Gerung

Sidang gugatan perdata terhadap Rocky Gerung yang diajukan David Tobing selaku penggugat kembali digelar pada Selasa, 27 Februari 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan ini digelar dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dari pihak tergugat.

Kuasa hukum Rocky Gerung, Muhammad Al Ayyubi Harahap mengatakan, bahwa pihaknya menghadirkan saksi fakta dari Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat.

Alasannya, kata Ayyubi, saksi fakta itu ada di dalam seminar buruh untuk aksi penolakan Undang-undang Omnibus Law, saat Rocky Gerung mengucapkan pernyataannya yang dituding menghina Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu.

"Tadi saksi Jumhur sudah menjelaskan kepada majelis hakim apa yang dia lihat, dia dengar, dan dialami bahwa diksi pernyataan Rocky Gerung itu berkaitan dengan kebijakan Jokowi yang menerbitkan UU Omnibus Law," kata Ayyubi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa, 27 Februari 2024.

Berdasarkan penjelasan Jumhur, Ayyubi mengungkapkan bahwa UU Omnibus Law yang diterbitkan Jokowi itu merugikan buruh, masyarakat adat, dan sektor yang lain. Ayyubi juga menyatakan, bahwa dari kesaksian Jumhur, kliennya tidak pernah menyebut nama David Tobing selaku penggugat gugatan ini.

"Penggugat juga tidak ada di acara itu, jadi perkara ini apa yang dilakukan oleh Rocky Gerung dalam seminar itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan David Tobing," ujarnya.

Karena itu, Ayyubi menilai bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan hukum dan legal standing untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebab, ujarnya, dalam sidang pemeriksaan dari pihak penggugat, tetapi tidak ada satupun saksi fakta dan saksi ahli dari penggugat untuk diperiksa.

Sebelumnya kata Ayyubi, penggugat telah menyerahkan bukti-bukti surat kepada Majelis Hakim dalam persidangan. Namun, kata Ayyubi, ketika diperiksa, bukti-bukti yang diserahkan penggugat adalah peraturan perundang-undangan saja.

Undang-undang itu tentang Kewarganegaraan, UU ITE, UU tentang Advokat, UU Hak Asasi Manusia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Surat Edaran Mahkamah Agung, tangkap layar Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita online tentang Rocky Gerung, dan doktrin hukum perdata.

"Walapun penggugat melampirkan 1 barang bukti video Rocky Gerung, namun hal itu menunjukkan bahwa Penggugat sama sekali tidak memiliki bukti-bukti yang layak hingga harus melampirkan peraturan perundang-undangan sebagai bukti surat," katanya.

Penggugat sama sekali tidak memiliki bukti surat apapun untuk menunjukkan bahwa Rocky Gerung telah melanggar hukum dan langsung merugikan diri penggugat. 

Karena itulah, kuasa hukum melihat gugatan perdata terhadap Rocky Gerung dilakukan hanya untuk mengganggu Rocky Gerung yang sering memberikan kritik terhadap pemerintah

"Karena gugatan dan proses persidangan tidak dilakukan secara serius, terlebih lagi gugatan tidak diajukan dengan dasar fakta maupun hukum yang jelas," kata Ayyubi.

Baca selengkapnya di sini

Selanjutnya: Polisi temukan bukti browsing CCTV di balik kematian anak artis Tamara Tyasmara

 

Polisi Terapkan Pasal Pembunuhan Berencana terhadap Yudha atas Kematian Dante Setelah Temukan Bukti Browsing Akses CCTV Kolam Renang

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Setya Triputra mengatakan rekonstruksi kasus kematian anak artis Tamara Tyasmara, Dante (6 tahun), dihadiri oleh Aspidum Kejati DKI, penyidik, hingga Inafis. Wira menyebutkan dalam adegan ke-13 saat Yudha Arfandi, tersangka pelaku penenggelaman Raden Adante Khalif Pramudityo alias Dante hingga tewas tidak mengakui melakukan pencarian di internet terlebih dahulu keberadaan kamera pengawas di kolam renang Pelem Tirta Mas, Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

"Pada saat adegan 13 yang mana posisi itu sudah menuju kolam renang ada satu adegan tersangka tidak mengakui bahwa telah mengakses browsing di internet untuk mengecek di lokasi apakah ada CCTV atau tidak," kata Wira di Polda Metro Jaya pada Rabu, 28 Februari 2024. 

Padahal, kata Wira, Yudha berdasarkan penelusuran tim siber telah mengakses pencarian internet soal CCTV di kolam renang. "Ini kami bisa buktikan dengan hasil pemeriksaan dari analis digital, yang mana adegan ke-13 yaitu 15.11 tersangka mem-browsing menggunakan handphone-nya," ujarnya. Dari analis itu, polis mempertimbangkan penerapan pasal 340 tentang pembunuhan berencana.

Baca selengkapnya di sini

Selanjutnya: Uang dugaan hasil pemerasan Syahrul Yasin Limpo untuk NasDem

Syahrul Yasin Limpo Gunakan Uang Hasil Pemerasan di Kementan Rp 40,1 Juta untuk NasDem

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK dalam dakwaannya menyatakan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menggunakan uang sebesar Rp 40.123.500 untuk kepentingan Partai NasDem. Uang tersebut didapat Syahrul Yasin Limpo hasil dari memeras para pejabat eselon satu beserta jajarannya di Kementerian Pertanian atau Kementan.

"Atas pengumpulan uang secara paksa tersebut, antara lain dipergunakan terdakwa untuk Partai NasDem dengan total Rp 40,1 juta," kata JPU KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Februari 2024.

Rincian aliran dana ke Partai NasDem tersebut, yaitu pada 2020 sebesar Rp 8.300.000; pada 2021 sebesar Rp 23 juta; dan pada 2022 sebesar Rp 8.823.500. Sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Syahrul Yasin Limpo bersama Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan ini dipimpin oleh Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh. Dalam dakwaannya, KPK menyatakan Syahrul Yasin Limpo bersama eks dua pejabat Kementan telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa pejabat eselon satu di Kementerian Pertanian beserta jajaran di bawahnya.

"Sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, pegawai negeri atau penyelengara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata jaksa KPK.

Pejabat eselon satu beserta jajaran di bawahnya sebagaimana yang dimaksud, yaitu Momon Rusmono Ali Jamil Harahap, Nasrullah, Andi Nur Alamsyah, Prihasto Setyanto, Suwandi, Fadjry Djufry, Dedi Nursyamsi, Bambang, Maman Suherman, Sukim Supandi Akhmad Musyafak, Gunawan, Hermanto, Bambang Pamuji, Siti Munifah, dan Wisnu Hariyana.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus