Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Top Nasional: Kejanggalan Putusan MK soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Andi Pangerang Dipecat

Sejumlah pakar hukum menilai keputusan Mahkamah Konstitusi memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun sarat kejanggalan.

28 Mei 2023 | 08.56 WIB

Suasana ruang sidang saat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2022 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 24 Mei 2023. Melalui Sidang Pleno Khusus ini, diharapkan hak-hak masyarakat atas informasi mengenai MK dapat terpenuhi. Publik diharapkan terlibat dan berpartisipasi menjaga kiprah MK. Selain itu, kegiatan tersebut merupakan upaya MK merealisasikan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagai lembaga negara dan peradilan konstitusi. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Suasana ruang sidang saat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2022 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 24 Mei 2023. Melalui Sidang Pleno Khusus ini, diharapkan hak-hak masyarakat atas informasi mengenai MK dapat terpenuhi. Publik diharapkan terlibat dan berpartisipasi menjaga kiprah MK. Selain itu, kegiatan tersebut merupakan upaya MK merealisasikan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagai lembaga negara dan peradilan konstitusi. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang menarik perhatian pembaca hingga pagi ini di antaranya sejumlah pakar hukum menilai keputusan Mahkamah Konstitusi memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun sarat kejanggalan. Kemudian, Andi Pangerang Hasanuddin dipecat dari BRIN. Berikut ini ringkasannya:

1. Kejanggalan Putusan MK soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Sejumlah pakar hukum menilai keputusan Mahkamah Konstitusi memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun sarat kejanggalan. Kejanggalan tersebut dianggap sudah terlihat dari putusan yang dinilai melampaui kewenangan MK hingga pelaksanaan putusan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Gugatan uji materi tersebut diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Awalnya, Ghufron mengajukan uji materi soal syarat minimal usia pimpinan KPK dalam revisi terbaru yang ditetapkan oleh DPR dan pemerintah pada 2019. Dalam UU KPK yang lama batas usia calon pimpinan KPK hanya 40 tahun sementara dalam revisi terbaru menjadi 50 tahun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Batasan usia ini membuat Ghufron tak lagi bisa mengikuti seleksi calon pimpinan KPK yang rencananya akan digelar akhir tahun ini. Pasalnya, Ghufron masih berusia 48 tahun.

Namun pada masa perbaikan dokumen uji materi ini merembet pada masa jabatan pimpinan KPK. Nurul Ghufron ikut memasukkan Pasal 34 yang membahas soal itu. Berikut kejanggalan putusan MK tersebut menurut sejumlah pakar hukum:

MK tak berhak jadi positive legislator

Ahli hukum dari Universitas Negeri Imam Bonjol, Rony Saputra, mempertanyakan soal putusan Mahkamah Konstitusi yang membuat norma baru dengan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Menurut dia, hal ini melampaui kewenangan MK.

Dia menjelaskan, Undang-Undang Dasar 1945 mengatur pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang dan norma di dalamnya atau positive legislator. 

“Perpanjangan masa jabatan hingga penentuan syarat usia wewenang sepenuhnya pembentuk undang-undang,” kata dia.

Sementara Mahkamah Konstitusi, menurut UU MK merupakan negative legislator yang hanya berhak untuk membatalkan sebuah undang-undang atau norma di dalamnya jika bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu, menurut dia, tercantum dalam Pasal 56 dan 57. 

Soal masa jabatan merupakan Open Legal Policy

Pakar hukum tata negara dari Universitas Negeri Andalas Feri Amsari mengatakan MK pun telah melampaui wewenang karena memutuskan hal yang menyangkut open legal policy. Open legal policy merupakan kebijakan yang hanya bisa dibuat oleh pembentuk UU, yakni pemerintah dan DPR.

“Jika ada gugatan dalam ketentuan open legal policy, MK biasanya menolak memutuskan perkara itu karena memang tidak berwenang,” kata dia.

Dalam putusannya, MK menyatakan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun perlu dilakukan untuk menjaga independensi lembaga tersebut. Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan mengatakan skema masa jabatan 4 tahun telah menyebabkan pimpinan KPK dapat dipilih dua kali dalam satu masa jabatan Presiden dan Anggota DPR, yaitu 5 tahun.

Arief mencontohkan untuk periode masa jabatan presiden dan DPR 2019-2024. Dalam satu periode itu, kata dia, pimpinan KPK diseleksi dan direkrut sebanyak dua kali, yakni pada Desember 2019 dan Desember 2023.

Penilaian sebanyak dua kali itu, menurut dia dapat mengancam independensi pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja KPK. “Pelaksanaan seleksi sebanyak dua kali tidak hanya berpengaruh pada independensi, tetapi juga beban psikologis, dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon pimpinan berikutnya,” kata dia.

Pertimbangan MK ini mendapat kritikan dari Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti. Susi menilai masa jabatan tak relevan untuk mengukur independensi KPK.

"Apakah pimpinan sebelumnya yang menjabat 4 tahun tidak menunjukkan independensi dan integritas mereka? Putusan itu tidak bisa menjawab pertanyaan ini," kata Susi

Selanjutnya: Masa berlaku putusan bermasalah karena retroaktif

MK menyatakan bahwa putusan tersebut berlaku sejak dibacakan. Dengan begitu, masa jabatan Firli Bahuri cs yang seharusnya berakhir pada Desember 2023 diperpanjang menjadi Desember 2024.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan putusan MK seharusnya berlaku untuk periode pimpinan KPK selanjutnya, bukan periode Firli Bahuri. Dia mengatakan apabila putusan tersebut mulai berlaku sekarang, maka berlaku asas retroaktif atau berlaku surut.

“Harusnya tidak diberlakukan saat ini, karena apabila diberlakukan saat ini artinya putusan itu retroaktif,” kata Bivitri saat dihubungi, Jumat, 26 Mei 2023. “Kalau diterpakan ke Firli dkk artinya kita memundurkan waktu dijalankannya putusan itu,” kata Bivitri.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar juga berkata demikian. Dia mengatakan  perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK tidak bisa diberlakukan pada periode Firli Bahuri cs. Terlebih, kata dia, dalam putusannya MK tidak menyebut secara lugas kapan transisi mulai berlakunya masa jabatan lima tahun tersebut.

“Artinya apa, Firli berhenti pada 2023 karena perencanaan mereka hanya empat tahun dari awal,” kata dia.

2. Andi Pangeramg Dipecat

Badan Riset dan Inovasi Nasional memutuskan untuk memecat penelitinya, Andi Pangerang Hasanuddin, yang mengunggah postingan ‘Halalkan Darah Muhammadiyah’ di media sosial. Andi Pangerang dinilai terbukti melakukan kesalahan dan pelanggaran berat terkati unggahannya tersebut.

“Dikenai hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai PNS,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko lewat keterangan tertulis, Sabtu, 27 Mei 2023.

Nama Andi Pangerang pertama kali mencuat karena melontarkan komentar bernada ancaman kepada warga Muhammadiyah melalui akun Facebook-nya pada Ahad, 23 April 2023. Komentar itu bermula dari unggahan peneliti BRIN lainnya Thomas Djamaluddin mengenai perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah antara pemerintah dengan Muhammadiyah.

Dalam salah satu kolom komentar di status Thomas itu, Andi mengutarakan pernyataan yang mengancam, yakni menghalalkan darah warga Muhammadiyah. “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat kegaduhan kalian,” tulis akun AP Hasanudin dengan me-mention sebuah akun Ahmad Fauzan S.

Setelah pernyataan itu viral, Andi membuat surat pernyataan yang intinya meminta maaf atas komentarnya tersebut. Dia mengatakan emosinya tersulut lantaran akun Thomas Djamaluddin mendapatkan serangan dari berbagai pihak karena mengungkit sikap Muhammadiyah yang berbeda pendapat dengan pemerintah tentang hari Idul Fitri. “Saya meminta maaf sebesar-besarnya,” tulis Andi dalam surat pernyataannya.

Saat ini, Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan Andi Pangerang menjadi tersangka ujaran kebencian. Andi telah ditahan oleh Bareskrim sejak 1 Mei 2023. Andi saat ini tengah menjalani proses penyidikan di Bareskrim.

Laksana mengatakan BRIN juga melakukan pemeriksaan terhadap Andi Pangerang. Pemeriksaan internal dilakukan melalui mekanisme sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku ASN dan dilanjutkan sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN. Hasil dari sidang tersebut adalah pemecatan Andi sebagai PNS.

Dia mengatakan proses pemberhentian sedang diproses oleh Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia BRIN mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku. Laksana mengimbau periset BRIN harus menjadikan kasus Andi Pangerang sebagai pembelajaran untuk bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus