Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Uang hilang, tuyul di bilang uang hilang, tuyul di bilang

Ny. siti dan marzuki diadili di pengadilan jember. mereka dituduh menyebarkan fitnah bahwa haji hasan memiliki tuyul. sulit dibuktikan ada tidaknya tuyul. kuhp pun belum mengaturnya.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA percaya tuyul? Percaya atau tidak, makhluk halus yang konon seperti bocah kecil, berkepala gundul, dan bercelana pendek itu, keberadaannya kini menjadi perdebatan seru di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur. Soalnya, seorang pedagang di kota itu, Haji Hasan, 52, merasa difitnah akibat diisukan memelihara makhluk halus tadi. Dua orang tetangganya, Marzuki dan Nyonya Siti alias Yasit, yang dianggap sumber kabar burung itu terpaksa duduk di kursi terdakwa pekan lalu, untuk membuktikan tuyul Haji Hasan. Cerita yang kini menjadi gunjingan penduduk Jember itu bermula dari kejadian aneh di toko milik Siti. Katanya, uang di lacinya secara beruntun hilang secara gaib. Jumlahnya mencapai Rp 40 ribu. Nyonya bertubuh gempal itu tidak melapor ke polisi, tapi kepada Marzuki, 22 tahun, yang disebut polisi berpraktek sebagai dukun. Setelah merendam tiga macam kembang dan sehelai kertas di sebuah kobokan, serta membaca mantra, menurut pengakuan Marzuki di sidang, di kertas itu muncul sebuah tulisan. Bunyinya? "Makhluk halus, Pak Hakim," kata Marzuki. Berdasarkan cerita Marzuki itulah Nyonya Siti berkeyakinan, uangnya ditilap tuyul, makhluk halus yang di Pulau Jawa dipercaya bisa disuruh mencuri uang. Tapi siapa induk semang tuyul itu? Marzuki hanya menyebutkan ciri-ciri orangnya, yaitu seorang penduduk di situ juga, yang memiliki rumah banyak dan kalau berjalan terpincang-pincang. Karena ciri-ciri yang disebut Marzuki itu, Nyonya Siti menduga Haji Hasan yang punya ulah. Kabar itu pun segera menjadi gunjingan di Pasar Tanjung, tempat Nyonya Siti berdagang, dan kemudian ke seantero Kota Jember. Haji Hasan yang tiba-tiba terkenal sebagai orang punya tuyul tentu saja panik menangkis isu itu. "Kalau saja saya kurang iman, mungkin sudah terjadi perkelahian," ujar Haji Hasan. Pedagang barang kebutuhan sehari-hari itu akhirnya mengirim surat ke polisi. "Mohon saya diadili saja, Pak. Saya sudah tidak kuat difitnah terus setiap hari," Haji Hasan menulis ke Kapolres Jember. Polisi memang tidak memberkaskan Pak Haji Hasan dengan tuduhan memelihara tuyul. Yang kemudian diadili adalah Nyonya Siti dan dukunnya, Marzuki. Di sidang Siti mengaku menghebohkan tuyul Haji Hasan. Tujuannya agar mendapat kepastian dari orang-orang yang ikut mendengarkan. "Kalau itu benar, 'kan uang saya bisa saya minta agar dikembalikan," tutur Siti. Ia menuduh Haji Hasan, katanya, karena hasil mantra Marzuki tadi. Di sidang, Siti bahkan menyerahkan dua jimat, berupa lipatan kertas dibungkus kain hitam kepada Hakim M. Suhudi, yang mengadili perkara itu. Jimat itu, katanya, dibelinya dari Marzuki Rp 4.000 sebuah. Sebuah dipasangkan dukun itu di tokonya, dan sebuah lagi di rumahnya. "Ini jimat antituyul, Pak Hakim," kata Siti, sehingga ratusan pengunjungyang memadati sidang tertawa. Jaksa I Wayan Suwinga menduga, Marzuki bohong menyebut Haji Hasan memelihara tuyul. Hanya saja, persoalannya kini, kata seorang jaksa di Jember, adalah benar tidaknya adanya tuyul. "Kalau pasti Haji Hasan tidak memelihara tuyul, kedua orang itu terbukti memfitnah orang lain," ujar jaksa tadi. Tapi, katanya, jika tuyul itu memang ada, praktek Haji Hasan dan perdukunan Marzuki juga tidak bisa ditolerir. Membuktikan ada tidaknya tuyul itulah yang sulit. Beberapa kali tuyul menghebohkan berbagai kota di Pulau Jawa. Tapi ketika kasus itu diusut, biasanya tidak dapat dibuktikan. KUHP juga tidak mengatur kejahatan yang dilakukan tuyul. Kasus di Jember itu pun kemungkinan tidak akan bisa membuktikan ada atau tidaknya tuyul. Sebab, Marzuki, yang memastikan Haji Hasan punya tuyul, kini pun berbalik dari pendapatnya. "Saya sudah minta maaf kepada Haji Hasan," kata Marzuki. Begitu pula pasiennya, yang ikut diadili, Nyonya Siti. "Sekarang saya sadar, saya dikorbankan dukun," ujar Nyonya Siti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus