Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kasus liquid vape ganja yang menimpa Chandrika Chika membuktikan metamorfosis narkoba terus berlangsung.
Aparat penegak hukum didesak mengevaluasi langkah yang selama ini telah mereka lakukan.
Sudah saatnya paradigma kesehatan masyarakat dikedepankan.
SELEBGRAM Chandrika Chika beserta lima rekannya tertangkap saat sedang berpesta narkoba di salah satu hotel di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Senin, 22 April 2024. Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan juga menyita sebuah cairan rokok elektronik dengan kandungan senyawa tetrahydrocannabinol (THC) atau yang lazim disebut liquid vape ganja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi mereka mengisap ganja cair (liquid) dari pods atau rokok elektronik. Mereka mengisap itu secara bergantian,” kata Wakil Ketua Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Rezka Anugran kepada wartawan, Selasa, 23 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rezka menyebutkan liquid dengan kandungan ganja yang dikonsumsi selebgram Chandrika Chika cs merupakan modus baru penyalahgunaan narkotik. Ia pun meminta masyarakat berhati-hati karena liquid rokok elektronik bisa disisipi barang terlarang. “Sekarang liquid untuk rokok elektronik sudah bisa digunakan atau disisipi dengan jenis narkotik. Jadi tidak hanya buah-buahan. Karena itu, perlu berhati-hati,” tuturnya.
Vape ganja cair merupakan salah satu bentuk metamorfosis narkoba yang belakangan kerap ditemukan. Chandrika Chika bukan sosok pertama yang ketahuan menggunakan barang terlarang tersebut. Peredarannya pun diduga sudah berlangsung sejak sewindu terakhir.
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sempat menangkap seorang penjual cairan rokok elektronik ganja di Denpasar, Bali, pada akhir 2017. Pria berinisial MGL itu merupakan warga negara Belanda dan mendapat barang tersebut dari negara asalnya. Polisi juga sempat menangkap seorang penjual liquid vape yang mengandung amfetamina alias sabu pada 2022 dan 2023. Cairan terlarang itu disebut didatangkan dari Iran.
Metamorfosis narkotik juga terjadi dalam bentuk makanan. Pada 2022, seorang pria ditangkap karena memproduksi kue kering yang mengandung ganja. Polisi juga sempat menggerebek pabrik pengolahan keripik pisang dengan kandungan ganja dan Happy Water di wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada November 2023. Terakhir kepolisian membongkar lokasi praktik pembuatan kue ganja di Bogor, Jawa Barat, pada Februari lalu.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Arie Ardian mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah perubahan dari bentuk narkotik konvensional menjadi makanan ataupun barang konsumsi lainnya. Selain liquid vape, menurut Arie, para pembuat narkoba ini biasanya menyembunyikan senyawa terlarang tersebut dalam bentuk lain, seperti keripik, permen, cokelat, kue, agar-agar, dan tembakau. Sementara itu, jenis narkotik yang kerap disamarkan adalah sabu, ganja, dan ekstasi. “Tujuannya memang supaya mendapat efek (teler),” kata Arie saat diwawancarai pada Kamis kemarin.
Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto menyatakan metamorfosis tersebut merupakan cara para produsen untuk menyembunyikan barang haram itu dari pantauan aparat penegak hukum. Selain itu, menurut dia, ada masalah selera pasar yang kini mulai bergeser dari narkoba konvensional.
“Gen Z punya selera berbeda. Berkembangnya konsumsi vape dimanfaatkan untuk mengkonsumsi narkoba dengan cara mencampur liquid-nya dengan narkoba,” kata Benny saat dihubungi kemarin.
Mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) itu juga menyatakan metamorfosis narkoba tak lepas dari berkembangnya new psychoactive substances (NPS) atau narkotik jenis baru yang merupakan bahan sintetis kimia. Hal itulah yang memudahkan pula pencampuran barang haram tersebut pada makanan atau barang konsumsi lainnya. “NPS bisa dibuat sesuai dengan selera dan keinginan konsumen dalam bentuk (pil, bubuk, atau cairan) atau dicampur makanan atau minuman dan efeknya sesuai dengan yang diinginkan. Bisa bikin semangat, kuat, gembira, tahan tidak tidur, halu, dan lain-lain,” kata Benny.
Menurut Benny, keberadaan NPS ini merupakan ancaman karena seseorang tak perlu lagi repot-repot menanam ganja, opium, atau tanaman terlarang lainnya untuk mendapatkan bahan baku pembuatan narkoba. “Pemasarannya pun dengan memanfaatkan media online dan menggunakan dark web. Pabrik dapat dibuat di mana saja sehingga tidak perlu impor,” katanya.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel pun mengaku tidak kaget dengan adanya penyalahgunaan cairan rokok elektronik sebagai media untuk mengkonsumsi narkotik. Menurut dia, hal itu sempat dibahas jauh sebelum penggunaan rokok elektronik masif seperti saat ini. “Saya dilibatkan sejak awal ketika Muhammadiyah akan mengeluarkan fatwa haram rokok elektronik sekian tahun lalu. Salah satu hal yang saya angkat adalah kemungkinan instrumen semacam vape dimasukkan zat-zat terlarang,” kata Reza saat dihubungi secara terpisah.
Reza menyatakan metamorfosis merupakan fenomena yang umum terjadi di semua jenis kejahatan. Menurut dia, pada dasarnya, pelaku kejahatan akan selalu memperkaya modus agar bisa lolos dari aparat penegak hukum. Karena itu, dia menilai aparat penegak hukum perlu mengevaluasi langkah-langkah yang sudah mereka lakukan selama ini. “Perang semesta terhadap narkoba harus mengintegrasikan lima lini: preemtif, preventif, represif, rehabilitatif, dan reintegratif,” katanya.
Benny pun berpendapat sama. Menurut dia, polisi dan BNN harus lebih agresif dalam melakukan pencegahan dengan memberikan edukasi secara masif kepada generasi muda. Model edukasinya, kata dia, harus tepat sasaran dan sesuai dengan gaya serta selera generasi muda.
Selain itu, Polri dan BNN dinilai harus lebih aktif melakukan patroli siber bekerja sama dengan negara lain untuk mendeteksi serta menonaktifkan situs-situs web yang selama ini kerap digunakan sebagai sarana untuk bertransaksi narkoba. Namun, menurut Benny, aparat penegak hukum juga tetap harus melakukan upaya represif. “Polri dan BNN perlu melakukan penindakan terhadap produsen serta pengedar dengan tegas dan keras,” kata Benny.
Terakhir, Benny menyarankan Polri dan BNN merehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba untuk menyelamatkannya, terutama terhadap generasi muda yang masih memiliki masa depan. “Jadi upaya menekan pasokan dengan pemberantasan harus diimbangi dengan upaya menekan permintaan, yaitu melalui pencegahan dan rehabilitasi korban narkoba,” kata Benny.
Peneliti Institute Criminal for Justice Reform, Iftitah Sari, pun sepakat dengan pernyataan Benny dan Reza. Menurut dia, pemerintah harus segera merevisi arah kebijakan pemberantasan narkoba dengan mengedepankan pendekatan kesehatan masyarakat. Paradigmanya, menurut dia, bukan untuk menghilangkan narkoba, melainkan mengendalikan penggunaannya dengan kacamata kesehatan masyarakat. “Selama demand (permintaan) masih ada, akan terus ada juga rantai suplai ini,” kata Iftitah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M. Faiz Zaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini