Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ramai di media sosial seorang pengemudi mobil Toyota Fortuner berpelat dinas Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertindak arogan terhadap pengguna jalan lain di Tol Jakarta-Cikampek Km 56. Belakangan diketahui pelat kendaraan dengan nomor 84337-00 yang digunakan itu palsu, serta pengemudinya, merupakan pengusaha berinisial Ir. PWGA, PWGA kemudian ditangkap Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Metro Jaya dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, ia juga mengaku sebagai anggota TNI dan mengatakan mempunyai kakak seorang jenderal bernama Tonny Abraham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diketahui bahwa nomor tersebut milik Marsekal Muda TNI Asep Adang Supriyadi. Namun guru besar di Universitas Pertahanan itu menyatakan, mobil dinasnya bukan Fortuner tapi Pajero Sport. Ia kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
Puspom TNI mengatakan, berdasarkan pengakuan pelaku, motif pemalsuan pelat dinas militer itu, salah satunya untuk menghindari aturan ganjil-genap yang diberlakukan di beberapa ruas jalan di Jakarta. “Motifnya untuk menghindari ganjil-genap,” kata Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Mayjen TNI Yusri Nuryanto saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 17 April 2024, seperti dikutip dari Antara. Lantas, apa sanksi bagi warga sipil yang menggunakan pelat dinas militer?
Sanksi Warga Sipil Pakai Pelat Dinas TNI
Puspom TNI dalam siaran resminya di Jakarta, Rabu, menyebut pelaku yang merupakan warga sipil diancam dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku juga akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
“Saat ini pelaku tengah menjalani pemeriksaan untuk tuduhan pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/2005/IV/2024/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 12 April 2024,” demikian bunyi siaran pers tersebut.
Pasal 263 KUHP mengatur tindak pidana pemalsuan. Adapun pada ayat (1) disebutkan bahwa:
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat mengakibatkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menginstruksikan orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam apabila penggunaan tersebut dapat menyebabkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana kurungan penjara paling lama enam tahun.
Sementara ayat (2) berbunyi, “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memanfaatkan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah benar, apabila penggunaan surat itu bisa mengakibatkan kerugian.”
Mayjen TNI Yusri Nuryanto mengingatkan masyarakat bahwa penyalahgunaan pelat dinas militer adalah pelanggaran pidana.
“Masyarakat agar tidak menyalahgunakan atau memalsukan pelat dinas TNI karena tindakan itu adalah perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dengan ancaman kurungan paling lama enam tahun dan Pasal 280 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dengan denda sebesar Rp 500.000,” ucap Yusri.
Sementara itu, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigjen Pol Yusri Yunus mengatakan nomor registrasi kendaraan khusus hanya boleh dipakai untuk kendaraan dinas milik TNI dan Polri serta pejabat setingkat eselon I dan eselon II.
Dia mengatakan, kebijakan tersebut sesuai dengan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Peraturan penggunaan pelat nomor kendaraan khusus itu juga untuk menertibkan penyimpangan oleh masyarakat sipil, seperti IR, RF, dan QH.
“Perpol sudah kami ubah, sudah dirancang, mudah-mudahan awal bulan depan sudah diterbitkan lagi, tetapi kami khususkan untuk kendaraan dinas eselon I dan eselon II,” ujar Yusri dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023, seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan, persyaratan pengajuan pelat nomor kendaraan khusus dinas TNI harus melalui Polisi Militer (POM) selaku bidang pengawasan. Selanjutnya, permohonan itu juga harus diketahui oleh intelijen TNI untuk berkirim surat ke Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri.
“Dari Baintelkam, jika boleh, maka baru datang ke Korlantas untuk menyurat lagi. Polda hanya boleh mencetak (pelat dinas TNI), data hanya ada di Korlantas,” kata Yusri.
MELYNDA DWI PUSPITA