Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Bagi Hakim, Sebuah Contoh

Para hakim yang menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya, meskipun dinyatakan bersalah oleh pengadilan, ternyata tak segera masuk penjara. proses pemberkasan perkara para hakim lainnya tak segera selesai.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASIL gebrakan Opstib (Operasi Tertib) di lembaga peradilan disudahi dengan vonis untuk Hakim Heru Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Hakim J.Z. Loudoe di Pengadilan Negeri Surabaya. Dua hakim lainnya, H.M. Soemadijono dan Hanky Izmu Azhar yang ikut dirumahkan ketika pembersihan terhadap hakim-hakim, sampai saat ini perkaranya belum selesai diberkas. "Jangankan diberkaskan, disimpulkan pun sulit," ujar seorang sumber TEMPO di Opsttb. Johannes Zinto Loudoe (55 tahun), Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini semula diperiksa karena dugaan menyalahgunakan wewenangnya di Jakarta. Namun, belakangan Opstib mengajukan perkara penyelewengan Loudoe yang terjadi di tempat tugas sebelumnya, di Surabaya. Di Pengadilan Negeri Surabaya -tempat ia dijatuhi hukuman --Loudoe pernah mengadili perkara manipulasi uang nasabah, oleh pemilik Bank Surabaya Putra, Nyo le Hong. Dalam perkara itu disita juga 14 hektar tanah di Wonocolo, Surabaya, yang sudah dijual le Hong kepada 14 orang nasabahnya. Menurut tuduhan Jaksa F.M. Nasution, dari ke-14 orang pemilik tanah inilah, Loudoe menerima uang Rp 14 juta dalam bentuk cek melalui saksi Sudjono Hardjosugondo. Loudoe kemudian memutuskan tanah-tanah itu kembali kepada 14 orang itu dalarn putusannya (April 1974). Loudoe membantah tuduhan itu: "Tanah itu terbukti sudah mereka beli dan memang harus dikembalikan." Di persidangan memang tidak terbukti Loudoe pernah menguangkan cek. Di cek Bank Bumi Daya hanya terdapat tandatangan istri Loudoe sebagai orang yang menguangkan. Namun Nyonya Loudoe tidak bersedia diajukan sebagai saksi di persidangan --karena keluarga terdekat tertuduh, katanya. Belakangan Jaksa F.M. Nasution melepaskan Loudoe dari tuduhan menerima suap. Tapi menuntut hukuman 3 tahun penjara segera masuk, sebab menganggap Loudoe terbukti memaksa orang menyerahkan uang Rp 14 juta, dalarn hubungan dengan wewenangnya sebagai pegawai negeri. Tuntutan jaksa itu diterima Majelis Hakim yang diketuai Soejoedi. Tapi hukumannya cuma 1 tahun 6 bulan penjara--tanpa segera masuk. "Sebab selama dalam status tahanan luar, tertuduh menaati ketentuan yang ada, " kata Soedjoedi. Selain itu deposito-deposito yang dijadikan bukti dikembalikan lagi kepada Loudoe. Loudoe, yang sudah 29 tahun menjadi hakim dan dikenal keras pendapatpendapatnya, tidak bisa menerima kesimpulan hakim. Ia menyatakan banding: "Putusan itu menyesatkan," komentar Loudoe selesai sidang. Di persidangan terakhir itu, Loudoe kelihatan gelisah dan kesal mendengar hakim membacakan vonisnya. Berakali-kali ia meneguk liurnya, menarik napas panjang, sambil mencoret-coret sehelai kertas. Lain dari persidangan Loudoe, peradilan atas Heru Gunawan alias Oey Djhing Lip (48 tahun) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berjalan lancar. Sebab Heru Gunawan tertangkap basah ketika menerima giro bilyet senilai Rp 9 juta dari saksi Maria, 26 November tahun lalu, di kantornya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Uang itu dimaksudkan untuk meringankan hukuman bagi Nyonya Maria yang waktu itu dituduh melakukan penipuan berlian. Pengakuan tersebut sama dengan yang dikemukakan Heru Gunawan di muka Opstib. Bahkan di situ ia juga menyebutkan bahwa ulah serupa dilakukan pula oleh rekan-rekannya, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Soemadijono. Tidak Naik Banding Sikap Heru tidak berubah di pengadilan. Tanpa pembela ia maju ke persidangan dan mengakui semua tuduhan jaksa. "Buat apa membela diri, toh saya sudah mengakui," ujar Heru Gunawan ketika itu. Imbalan atas kelunakan Heru Gunawan terbaca ketika jaksa melepaskan Heru dari tuduhan melakukan pemerasan dan hanya menuntut 1 tahun penjara karena menerima suap. Dalam pembelaannya Heru cuma meminta keringanan hukuman dari hakim. Permintaan itu dikabulkan -- ia hanya dijatuhi hukuman 7 bulan penjara. Heru tidak naik banding. Tetapi Majelis Hakim, yang diketuai Soebandi, tidak pula memerintahkan Loudoe untuk segera menjalani hukumannya. Heru dibenarkan hakim untuk tetap di luar penjara sambil menunggu putusan grasinya dari Presiden. Jaksa Timbul Simanjuntak juga tidak banding. "Sebab tuntutan sudah diterima hakim dan masa hukuman tidak jauh beda dari tuntutan," alasan Kepala Seksi Operasi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Suyitno. Melunaknya penertiban terhadap aparat peradilan tergambar juga dari ucapan Menteri Kehakiman, Ali Said, pekan lalu: "Adanya hakim yang menerima suap, tidak lepas juga dari pengaruh lingkungan." Sedangkan terhadap perkara hakim-hakim lain Ali Said hanya menyebutkan: "masih diproses Opstib".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus