Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis datuk Hiew Ming Yun

Pihak keamanan berhasil membongkar kasus pencurian kayu besar-besaran di hutan kalimantan oleh perusahaan hiew fook realty dari malaysia. 565 kayu log (500 m3) sempat diselundupkan ke malaysia.

7 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENCURIAN kayu di hutan-hutan Indonesia bukan lagi kejahatan kecil-kecilan. Baru-baru ini, misalnya, aparat keamanan di Kalimantan Timur memergoki pencurian kayu yang dilakukan perusahaan asing Hiew Fook Realty, yang bermarkas di Malaysia Timur. Tidak tanggung-tanggung perusahaan asing itu membuka kamp dan mengerahkan 44 unit alat-alat berat senilai Rp 1,2 milyar untuk membabat hutan Indonesia. Dengan alat-alat itu mereka juga membuka jalan dua jalur dari Malaysia ke Semanggaris di Kecamatan Nunukan, Kabupaten Bulungan, sepanjang 2,5 km. Yang lebih mencengangkan: perusahaan itu dengan tenangnya bisa mengerahkan sekitar 160 orang tenaga kerja Indonesia dan sempat menyelundupkan 565 kayu log (500 m3) ke Malaysia sehingga negara dirugikan sekitar Rp 150 juta. Ketika perusahaan itu digerebek keamanan, di tempat itu ditemukan 2.000 m3 yang belum sempat diselundupkan. Pekan lalu, dua orang dari karyawan perusahaan kayu asing itu, George Tham Beng Cheun dan Shim Yun Hon, dihukum Pengadilan Negeri Tarakan dengan hukuman 7 bulan penjara, sesuai dengan masa tahanannya, karena dianggap bersalah telah memasuki wilayah Indonesia tanpa dilindungi dokumen imigrasi. Hanya saja pemilik perusahaan, Datuk Hiew Ming Yun, kabarnya bekas menteri di Negara Bagian Sabah, berhasil lolos ke negerinya ketika penangkapan dilakukan. Sebab itu, pengadilan hanya menyidangkan Datuk secara in absentia. Jaksa Soemarno yang membawa perkara itu ke sidang, menuntut Datuk agar dijatuhi hukuman 2 tahun penjara di samping denda Rp 30 juta karena menyelundupkan kayu ke luar Indonesia. Tapi, anehnya, majelis hakim yang diketuai Idrus Madjid hanya menghukum Datuk dengan denda Rp 20 juta dan menyita semua alat bukti dalam perkara itu. Kasus pencurian itu konon terbongkar akibat laporan seorang buruh Indonesia yang ikut membangun jalan untuk perusahaan Malaysia itu kepada Dinas Kehutanan. Pihak Dinas Kehutanan kemudian meneruskan laporan itu ke Kodim, sehingga kasus itu terbongkar. Ketika diusut, Hiew Fook Realty ternyata mitra usaha dari Yayasan Maha Kerta (Yamaker) -- pemilik HPH (hak pengusahaan hutan) seluas 265.000 hektar di Kalimantan. Ketua Yamaker Pusat, R. Soebiantoro, dalam pemeriksaan polisi membenarkan, Januari 1986, telah menandatangani kerja sama dengan pihak Hiew Fook untuk menggarap HPH tadi. Untuk itu dibentuk usaha patungan dengan nama PT Yamaker Rimba Kaltim. Tapi tanpa diketahuinya, kata Soebiantoro, mitranya ternyata sudah beroperasi di perbatasan itu. Ketua unit usaha EMKL Yamaker di Nunukan, G. Karel Koentjo, di sidang juga memberikan keterangan yang sama. "Kami baru tahu pencurian kayu itu setelah mendapat teleks dari Jakarta," ujarnya. Kasus pencurian besar-besaran itu memang tidak banyak yang "tahu". Pihak Bea Cukai dan Dinas Kehutanan di daerah itu juga mengaku tidak tahu-menahu adanya kegiatan itu. "Kami baru tahu setelah laporan penduduk masuk," ujar kepala Dinas Kehutanan Bulungan, Ir. Sumantri. Benarkah perusahaan Malaysia itu bisa beroperasi di Indonesia tanpa izin siapa pun ? Sebuah sumber meragukannya. Sebab, perusahaan Malaysia itu berani mempertaruhkan alat-alat beratnya yang bernilai milyaran rupiah, membuka jalan raya, sehingga seluruh investasinya diperkirakan hampir Rp 10 milyar. "Mana mungkin kami mau berjibaku mendrop alat-alat besar sebegitu banyak kalau tidak ada yang menjamin bahwa semua beres ?" kata George Tham Beng Cheun kepada sumber itu ketika diperiksa. Kini pengadilan ternyata tidak menghukum Datuk Hiew Ming Yun dengan hukuman penjara, dan hanya menghukum George dan Shim Yun sesuai dengan masa tahanannya -- sehingga kedua orang itu bisa kembali ke negaranya. "Kami memang mendapat pengarahan agar memelihara hubungan baik dengan negara sahabat, Malaysia," kata sebuah sumber pemeriksa. Selebihnya hanya mereka yang tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus