Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG hakim anggota suatu pagi dua pekan lalu baru selesai
main badminton. Tapi meskipun hari Jum'at -- hari krida bagi
instansi-instansi resmi - Pengadilan Negeri Jakarta
Barat-Selatan tetap siap dengan suatu putusan. Tepat jam 9.30
Hakim Ketua Panggabean SH, didampingi para hakim anggota mulai
membuka sidang. Di depan mereka duduk Philip C. Jessup Jr,
Managing Director PT Inco, sebuah perusahaan asing yang bergerak
di bidang pertambangan nikel di Sulawesi Selatan. Philip dituduh
telah melakukan perbuatan yang merugikan nama baik Song Tjendra,
saksi pelapor dalam perkara ini. Philip suatu hari berbicara
dengan Song, meminta fihak belakangan ini untuk mengundurkan
diri dari perusahaan tersebut. Yang diajak bicara tak memberikan
reaksi apa-apa. Philip menilai hal tersebut sebagai tanda setuju
dari yang bersangkutan atas masalah yang dibicarakan. Besoknya
Philip menyuruh membikin pengumuman yang mengatakan bahwa
perusahaan dengan amat menyesal telah memperkenankan permohonan
berhenti Song dari PT Inco.
Pemasangan pengumuman tersebut, menurut Song bukan saja tidak
benar tapi bahkan telah menampar mukanya. Ia merasa dinista
(pasal 311 KUHP). Ini kemudian menjadi bahan tuduhan jaksa AZ
Achmadi. Selain tuduhan pasal penghinaan ini, jaksa kemudian
menuntut Philip lantaran ia telah dengan sengaja memasukkan
laporan palsn tentang Song kepada Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D). Laporan tersebut
diperlukan tertuduh untuk mendapatkan persetujuan pemutusan
hubungan kerja antara Inco dan Song (TEMPO, 2 Oktober).
Bahasa Indonesia
Tapi rupanya majelis hakim berpandangan lain. Dalam sidang yang
lalu itu Hakim Ketua Panggabean SH jelas-jelas mengatakan bahwa
perbuatan-perbuatan yang dituduhkan terhadap orang Amerika itu
samasekali bukan merupakan perbuatan pidana. Setelah
mempertimbangkan ini itu, termasuk keterangan-keterangan saksi,
majelis sampai pada kesimpulan bahwa tertuduh dilepaskan dari
segala tuntutan. Jaksa langsung menyatakan naik banding terhadap
vonis yang dibacakan selama 40 menit dalam bahasa Indonesia
tanpa penterjemah itu. Baik Philip maupun pengacaranya, menerima
putusan tersebut.
Sementara itu Philip masih harus menunggu putusan perdata dari
pengadilan negeri yang sama. Karena Song, juga mengajukan kasus
ini dalam bentuk gugatan sipil. Pemeriksaan baru sampai tahap
eksepsi Kuasa tergugat, S. Tasrif SH menilai pengadilan tidak
berwenang memeriksa urusan perdata semacam ini. Dan karena
pengadilan menolak eksepsi tersebut, maka Tasrif naik banding.
Tapi tentu saja putusan pidana amat mempengaruhi persidangan
perdata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo