Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis pas bandrol

Muji, 41, tertuduh pencuri burung beo kebun binatang ragunan, divonis pas masa tahanan. muji naik banding. dua anak pencuri uang, heri s. dan solichin, di semarang juga divonis pas masa tahanan. (hk)

20 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bocah tanpa orangtua itu asyik bermain meski mereka didudukkan di kursi terdakwa Pengadilan Negeri Semarang. Sesekali mereka saling memandang dan tersenyum, dan tak ambil pusing ketika Hakim Nyonya Harpini menjatuhkan hukuman 2 bulan 7 hari untuk mereka. Tapi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muji, tertuduh pencuri burung beo Kebun Binatang Ragunan, malah bengong mendengar ketukan palu hukuman 3 bulan 9 hari yang dijatuhkan Hakim Saroso Bagyo. Itulah kisah tiga terdakwa yang terbukti mencuri, dan diganjar hakim dengan hukuman pas masa tahanan. Mengapa pas masa tahanan? "Daripada harus menjalani penahanan lagi," kata Saroso. Mengenai kisah Muji bin Naih, Hakim Saroso yakin benar bahwa dialah pencuri burung beo yang pandai menyanyi itu pada 29 April 1986 dinihari. Muji, 41, yang biasa bertugas di kandang banteng, menjadi tersangka karena gonggongan anjing herder yang disiapkan. Ceritanya, pagi, sesudah hilangnya burung beo itu, Muji masuk kerja seperti biasa. Siangnya, bersama lima temannya, ia dibariskan polisi. Lalu anjing herder dikelilingkan. Sampai kali keempat herder dikelilingkan, tak seorang pun yang dicurigai. Menjelang pengelilingan yang kelima kali, barang bukti, berupa tang, yang kedapatan tertinggal di tempat kejadian, diciumkan ke anjing, dan, kabarnya, juga sempat disenggolkan ke celana Muji. Maka, tak ayal, Muji menjadi tersangka karena anjing polisi itu mendengus-dengus di dekatnya. Tapi Saroso tak percaya hal itu dibuat-buat. Ketika peragaan ulang, Saroso mengaku melihat bahwa kedua tangan pawang anjing itu mencekal erat tali pengikat binatang piaraannya guna mencegah bila anjing tak terkendali. "Atas dasar itu tak masuk akal kalau tang yang dipegang pawang itu sempat disenggolkan ke celana Muji," kata Saroso. "Artinya memang Mujilah pencurinya." Tentang hukuman yang pas dengan masa penahanan Muji, menurut Saroso, itu karena rasa kasihan hakim saja. Pembela Muji, tiga pengacara dari LBH, tak menerima keputusan itu. Mereka naik banding, dan sekaligus protes ke Pengadilan Tinggi Jakarta atas cara hakim membacakan keputusan pada sidang, Rabu pekan lalu itu. Waktu itu, Hakim Saroso membaca saja pengakuan para saksi dari berkas tuntutan Jaksa Lesbassa, Bc.Hk. "Itu merupakan tindakan contempt of court, karena hakim memperlihatkan sikap yang memihak jaksa penuntut umum," kata Furqon, pembela Muji. Reaksi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan? "Itu hak hakim, dan apa pula keuntungan hakim membela jaksa," kata sumber TEMPO di Kejari Jakarta Selatan itu. Tapi, Hakim Saroso, yang segera akan bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi, berendah hati mengakui kesalahan itu. "Saya memang salah," katanya. Lalu ia menunjukkan berkas-berkas perkara yang masih baru ditangani, sementara SK dan pesangon kepindahannya ke Banyuwangi sudah turun. "Mungkin Pengadilan Tinggi nanti berpendapat lain, dan membebaskannya," kata Saroso. Lain pula kisah dan bocah yang diadili di Semarang atas tuduhan mencuri dompet Sunarti, 35, pedagang bumbu dapur di Pasal Johar. Matahari baru beranjak naik ketika Heri Supriyanto, 8, dan Solichin, 10, mengeluyur ke pasar. Tiba di dekat Sunarti, yang baru menata dagangan, mereka diteriaki maling. Kedua bocah yang dituduh mencuri sebuah dompet berisi Rp 100 ribu sempat mendekam di tahanan 2 bulan 7 hari. "Jadi, kamu yang mencuri uang?" tanya Hakim Nyonya Harpini, yang siang itu mengenakan toga. "Ya, Bu," jawab keduanya. "Jangan diulangi lagi, ya." "Ya, Bu," jawab bocah berkepala plontos dan bercelana pendek itu serentak. Lalu, sidang satu jam itu pun menjatuhkan hukuman persis masa tahanan yang mereka jalani. Ongkos perkara ditanggung negara. Keputusan lain, kedua bocah itu diserahkan kembali pada orangtuanya. Tapi kedua bocah yang mirip kakak-adik itu ternyata tak mengenal orangtuanya. Hampir sebulan dari saat vonis Hakim Nyonya Harpini dijatuhkan, orang tak lagi melihat kedua bocah itu di Pasar Johar. Entah ke mana nasib membawa mereka. Eko Yuswanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus