Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengadakan acara bedah buku terbarunya yang ke-30 berjudul "PPHN Tanpa Amendemen" di Kampus Universitas Terbuka (UT), Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Selasa 21 Maret 2023. Mendampingi Bamsoet, hadir Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2016 Hamdan Zoelva, Ahli Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, serta Guru Besar Ekonomi Politik Institut Pertanian Bogor Didin S. Damanhuri.
Dalam pemaparannya, Bamsoet mengajak para peserta yang hadir untuk membayangkan wajah Indonesia di tahun 2045. Dia pun memaparkan betapa kayanya Indonesia dengan sumber daya alam yang dimiliki, namun, kekayaan itu belum mampu menyejahterakan rakyatnya. “Hampir 2 juta rakyat yang tinggal di Sulawesi Selatan. Di sana terdapat nikel, tetapi masih ada masyarakatnya yang hidup miskin.”
Dia pun berharap, minimal sila 5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat terimplementasikan. Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945, kata dia, menjadi empat pilar penting bangsa Indonesia untuk menghadapi tantangan memasuki era Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
Selain empat pilar, kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) menurutnya juga dibutuhkan. “Kita adalah bangsa yang besar. Dan kita ingin bangsa ini lebih besar lagi. Inilah pentingnya menghadirkan PPHN agar terjadi kesinambungan pembangunan dari siapapun presidennya,” kata dia.
Tanpa PPHN, Bamsoet tidak yakin Indonesia memiliki kesinambungan dalam menyelesaikan permasalahan di masa datang. “PPHN tanpa amandemen bukan menghambat perubahan, namun justru membantu generasi mendatang untuk memastikan tidak ada pembangunan yang terbengkalai dikarenakan pemimpin baru memiliki visi dan misi berbeda dengan pemimpin sebelumnya. Kita sesuaikan dengan kekayaan alam dan sumber daya yang kita miliki dan disesuaikan dengan perubahan zaman. PPHN itu akan mengantisipasi berbagai permasalahan di masa depan.”
Buku “PPHN Tanpa Amandemen” merupakan versi popular dari disertasinya pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Dari hasil penelitian itu terdapat lima alternatif pedoman pengaturan PPHN dalam prinsip-prinsip Good Government Policy of Indonesia yang Bamsoet tawarkan. Alternatif pertama, melalui perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945, khususnya pada pasal 3 dan pasal 23 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR yakni menyusun PPHN dan melaksanakan PPHN oleh pemerintah.
"Alternatif kedua, PPHN melalui konvensi ketatanegaraan tanpa melalui amendemen. Konvensi merupakan kebiasaan atau tindakan yang bersifat mendasar yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktivitas kenegaraan oleh alat kelengkapan negara. Dalam hal ini dilakukan oleh delapan lembaga negara untuk menyemangati pembentukan PPHN," kata Bamsoet.
Alternatif ketiga, PPHN dalam Tap MPR melalui revisi atau judicial review. Peniadaan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 junto UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 tahun 2011. Dengan meniadakan penjelasan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011, maka dengan sendirinya tidak ada lagi batasan pemahaman terhadap Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Tap MPR Nomor 1 tahun 2003, sehingga hierarki sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 secara konsisten dapat dilaksanakan sesuai hierarki peraturan perundang-undangan.
Alternatif keempat, menurut Bamsoet adalah dengan mengubah UU Nomor 17 tahun 2014 junto UU Nomor 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, dengan memasukkan substansi menambah kewenangan MPR membentuk PPHN, dengan menerbitkan produk hukum berupa Tap MPR, yaitu pada pasal 4. Maka dengan demikian MPR akan kembali memiliki kewenangan subyektif superlatif dan sinkron dengan pasal 5 UU tersebut.
Alternatif kelima, PPHN dalam bentuk UU Lex Spesialis menggantikan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN. PPHN dibentuk dengan UU sebagai UU khusus menggantikan UU SPPN. “UU ini nantinya berisi pokok-pokok haluan negara, sehingga memerlukan undang-undang sebagai penjabaran," kata Bamsoet.
Sementara itu, Didin S Damanhuri mengatan, buku “PPHN Tanpa Amendemen” merupakan momen dimana pejabat tinggi negara telah menyumbangkan satu pemikiran yang sangat fundamental. “Kita ingin akhiri pembangunan yang tidak berkesinambungan yang merugikan masyarakat banyak. Adalah kerugian karena sumber daya tidak bisa diberikan nilai tambah. Ke depan akan menghadiri ketidakpastian itu, menyongsong era lebih baik.”
Sedangkan Irman Putra Sidin menilai, buku Bamsoet merupakan sebuah keniscayaan untuk berpikir kembali masa depan. “Itu sebuah keniscayaan. Masa depan harus dikreasikan. Pemikiran Bamsoet mengajak bangsa ini semua untuk mengkreasikan masa depan kita. Bahwa tidak boleh terombang ambing dari ketidak pastian. Pemerintah juga harus berani. Pemerintah sangat berkepentingan terhadap ini semua.” Dia menambahkan, “Hanya orang yang berani yang bisa mewujudkan mimpi jadi kenyataan.”
Hamdan Zoelva menuturkan terdapat perubahan budaya yang luar biasa. Dia khawatir ketika ada rencana mengubah UUD maka akan kehilangan tradisi. “Sepanjang UU itu tidak deadlock ngapain diubah. Habis waktu untuk mengubah. Kita kehilangan budaya, culture kita yang luar biasa.”
Dalam sambutannya, Rektor UT Prof Ojat Darojat berharap, Bamsoet yang saat ini merupakan dosen di UT dapat menjadi salah satu guru besar di UT. “UT ditantang untuk mampu mengintegrasikan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pembelajaran. Kini, UT mendapat kesempatan dalam peluncuran PPHN yang akan menjadi referensi penting bagi masyarakat.” Dia pun berharap kegiatan ini dapat bermanfaat baik bagi civitas akademika UT dan juga seluruh masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini