Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan

BPOM Sebut Galon Guna Ulang Rawan Terkontaminasi BPA

elaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA.

10 Agustus 2024 | 10.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengatakan mayoritas kemasan galon air minum yang digunakan masyarakat memiliki potensi terkontaminasi senyawa kimia Bisfenol A atau BPA. Hal ini menjadi latar belakang peraturan baru mengenai pelabelan risiko BPA pada galon air minum bermerek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari Validnews.ID, pengaturan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat, Jumat, 2 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 5 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal baru pada peraturan tentang Label Pangan Olahan, yakni kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat (Pasal 61A).

Setelah masa tenggang penerapan aturan ini berakhir pada 2028, produsen yang menggunakan kemasan polikarbonat wajib mencantumkan peringatan: "Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan".

Ema menyebutkan beberapa penyakit yang berkorelasi dengan kontaminasi BPA, termasuk gangguan sistem reproduksi, diabetes, obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, gangguan perkembangan kesehatan mental, dan Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak.

Galon berbahan polikarbonat umumnya didistribusikan dengan sistem ‘guna ulang’, di mana produsen rutin menarik kembali galon kosong untuk dibersihkan di pabrik sebelum diisi dan dipasarkan kembali. Kontaminasi BPA pada galon guna ulang berpotensi terjadi jika proses pencucian dan distribusi galon "tidak tepat", misalnya saat produsen menyemprot galon bekas dengan suhu tinggi, menggunakan deterjen atau menggosok bagian dalam galon hingga tergores, serta membiarkan galon terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama saat pengantaran ke konsumen.

"Penggunaan berulang dari kemasan galon tersebut dapat berpotensi terjadinya migrasi/pelepasan BPA," kata Ema.

Ema juga mendesak industri untuk melakukan "monitoring mandiri secara berkala" terhadap persyaratan keamanan dan kemasan pangan serta menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) secara konsisten, termasuk monitoring pengendalian proses, bahan baku, dan kemasan.

Dalam peraturan Label Pangan Olahan, BPOM mewajibkan produsen galon bermerek mematuhi ambang batas aman migrasi BPA dari kemasan polikarbonat sebesar 0,6 mg/kg. Riset komprehensif BPOM pada kurun waktu 2021-2022 mendapati peluruhan BPA pada galon air minum dengan kemasan plastik polikarbonat "menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan", dengan lima provinsi tercatat memiliki angka migrasi BPA yang melampaui ambang batas aman.

Tingkat risiko bahaya BPA semakin tinggi. Ema menjelaskan bahwa otoritas keamanan dan mutu pangan di berbagai negara telah memperketat batas aman paparan BPA. Sebagai contoh, European Food Safety Authority pada April 2023 menetapkan nilai Tolerable Daily Intake (TDI) untuk BPA 20.000 kali lebih rendah, menjadi 0,002 mikrogram/kilogram berat badan/hari dari sebelumnya 4 mikrogram/kilogram berat badan/hari.

"Hal ini menunjukkan tingkat risiko bahaya BPA yang semakin tinggi," katanya.

Lebih jauh, Ema menyebut kebijakan pelabelan BPA berlatar belakang keinginan pemerintah untuk melindungi kesehatan publik. Dikonsumsi oleh seluruh kelompok usia, volume produksi air galon per tahunnya tercatat mencapai 21 miliar liter dengan total konsumen sebanyak 50,2 juta orang, atau 18 persen dari populasi Indonesia tahun 2020. "Berdasarkan risiko kesehatan, jumlah konsumsi, dan data produk beredar, BPOM memandang perlu untuk segera melakukan pengaturan label AMDK," katanya.(*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus