Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap 140 kapal pelaku illegal fishing selama 2021. Kapal yang ditangkap itu terdiri dari 92 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 48 kapal ikan asing yang mencuri ikan. KKP juga mengamankan 95 orang pelaku penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti pengeboman, penggunaan racun dan penyetruman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami fokus pada upaya menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan baik dari aktivitas illegal fishing maupun destructive fishing. Muara dari itu semua adalah upaya menjaga keberlanjutan pengelolaan sumber daya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat" kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, Senin, 13 September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lulusan Akabri Laut 1992 ini menjelaskan, praktik illegal fishing oleh kapal ikan asing di laut Indonesia didominasi oleh kapal berbendera Malaysia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 Selat Malaka, kapal berbendera Vietnam di WPPNRI 711 wilayah Laut Natuna Utara, dan kapal berbendera Filipina di WPPNRI 716 Utara Laut Sulawesi. "Potensi illegal Fishing juga ada di WPP 718 Laut Arafura oleh kapal ikan berbendera Thailand dan Cina", kata Adin.
Adin menjelaskan bahwa pengawasan penangkapan terukur akan dilaksanakan dari hulu sampai hilir, yakni pada saat kapal akan berangkat dari pelabuhan (before fishing), saat di laut (while fishing), saat mendaratkan hasil tangkapan (during landing) dan setelah hasil tangkapan didaratkan (post landing). "Arahnya tentu agar ketertelusuran (traceability) produk perikanan dapat terjamin dan produk yang dihasilkan tidak terkait dengan praktik illegal fishing”, ujarnya.
Pasca Undang-undang tentang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 pendekatan pengawasan saat ini didorong dengan lebih mengedepankan pengenaan sanksi administratif. Hal tersebut merupakan implementasi pendekatan ultimum remidium (pengenaan pidana sebagai upaya terakhir) serta pemulihan sumber daya kelautan dan perikanan (restorative justice) yang diharapkan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha. Ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan dan iklim investasi yang kondusif di sektor kelautan dan perikanan.
“Ada 5 bentuk sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yaitu peringatan tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha dan pencabutan perizinan berusaha. Dalam implementasinya, pengenaan sanksi administrasi ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 tahun 2021”, terang Adin.
Ditjen PSDKP juga mengawal tiga terobosan program Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Pertama, peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Kedua, pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan. Ketiga, pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya air tawar, payau dan laut berbasis kearifan lokal. “Ini program-program prioritas Bapak Menteri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Tentu kami akan kawal dan awasi agar berjalan dengan baik”, ujar Adin.
Sebagai Direktur Jenderal yang baru dilantik pada 16 Agustus 2021 lalu, Adin menjelaskan bahwa isu pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan bukan merupakan hal baru bagi Jenderal bintang dua ini. Adin menuturkan pada saat berpangkat Kapten pada tahun 1997, dirinya disumpah menjadi Perwira Penyidik Perikanan dan telah menangani sejumlah kasus terkait dengan tindak pidana perikanan serta pembinaan terhadap nelayan pesisir.
"Saya berharap dengan keberadaan saya dan dukungan seluruh jajaran, kinerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan ke depan semakin baik lagi untuk kedaulatan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya perikanan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan," kata Adin.