Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meneken Nota Kesepakatan Jejaring Kawasan Konservasi di Provinsi NTT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nota Kesepakatan ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) Victor Gustaaf Manoppo dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT saat rapat kerja teknis DJPKRL pada 25 April 2024 di Semarang, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nota Kesepakatan ini memiliki sejumlah tujuan. Pertama untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan di NTT yang mencakup perlindungan dan pengelolaan spesies bermigrasi.
Kedua, peningkatan kepedulian masyarakat sekitar kawasan konservasi perairan. Ketiga, pengelolaan, restorasi dan rehabilitasi biota perairan dan ekosistemnya. Terakhir, untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Firdausa Agung menerangkan jejaring kawasan konservasi perairan merupakan kerja sama pengelolaan dua atau lebih kawasan konservasi perairan secara sinergis yang memiliki keterkaitan biofisik untuk memberikan potensi manfaat yang optimal dalam aspek ekologis, sosial maupun pengelolaan.
“Jejaring kawasan konservasi perairan yang dirancang dengan baik dapat menjaga keutuhan proses-proses dalam ekosistem dan keterkaitan ekologi (ecological connectivity), serta meningkatkan daya lenting (resilience) ekosistem dengan cara memperkecil risiko (spreading risk) jika terjadi bencana-bencana lokal, perubahan iklim, kegagalan pengelolaan atau masalah lain” ucapnya.
Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Imam Fauzi mengatakan bahwa jejaring pengelolaan kawasan di Provinsi NTT berawal dari hasil kajian Leser Sunda tahun 2017 (TNC), kajian Bentang Laut Lesser Sunda dan Bismarck Solomon.
“Sesuai hasil kajian yang dilakukan, terdapat keterkaitan antara kawasan konservasi yang satu dengan lainnya di Provinsi NTT yaitu keterkaitan secara biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya,” kata Imam.
Selain keterkaitan tersebut, Imam melanjutan, hal lain yang menjadi dasar pembentukan jejaring kawasan konservasi di NTT adalah keterkaitan habitat dan jalur migrasi mamalia laut di wilayah perairan Provinsi NTT.
Sejalan dengan itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT Sulastri H.I Rasyid menyambut optimis kerjasama antara DJPKRL dengan Pemerintah Provinsi NTT.
“Provinsi NTT telah memiliki program prioritas yang mendukung peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi daerah (KKD) mulai aspek regulasi, kelembagaan, perizinan, hingga rencana pengelolaan zonasi. Kami berharap langkah kolaborasi dalam jejaring kawasan konservasi dapat berjalan baik antara pemerintah pusat, daerah, dan NGO dari segi implemetasi hingga pendanaan di taman perairan. Secara regulasi dan kelembagaan kami (Provinsi NTT) sudah sangat siap,” kata Sulastri.
Lokasi jejaring pengelolaan kawasan konservasi di Provinsi NTT meliputi lima kawasan konservasi yang terdiri dari satu kawasan konservasi nasional yang dikelola oleh BKKPN Kupang dan empat kawasan konservasi daerah yang dikelola oleh DKP Provinsi NTT.
Adapun kawasan kelima adalah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu, Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Kepulauan Alor, Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Lembata, Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Flores Timur, dan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Sikka.
Semua upaya yang dijalankan KKP ini, sejalan dengan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang selalu menegaskan bahwa pengelolaan kawasan konservasi bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga ekologi dan keberlanjutannya bagi masa depan. (*)