Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS-Para kreditur calon penghuni Apartemen Antasari 45 saat ini dihinggapi rasa resah dan bingung. Bagaimana tidak, unit apartemen yang sejatinya mereka terima pada 2017 lalu hingga saat ini masih belum terlaksana. Kendati sudah memenuhi kewajiban menyetor uang muka sebesar 30%, para kreditur harus menerima kenyataan bahwa hingga saat ini bangunan fisik yang terlaksana baru berupa lahan parkir (basement).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekedar catatan, sejak dipasarkan pada 2014 lalu, hingga saat ini sebanyak 591 miliar rupiah uang pembeli yang telah disetorkan kepada pihak pengembang. Di tengah proses menunggu selama enam tahun, bukan unit apartemen yang didapat, tapi kenyataan pahit atas adanya laporan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) terhadap PT Prospek Duta Sukses (PDS) selaku pihak pengembang atau developer dengan jumlah piutang senilai Rp 2 miliar dari pelapor atas nama Eko Aji Saputra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sontak pembeli yang tergabung dalam ‘Paguyuban Korban Antasari 45’ mempertanyakan hal tersebut. Pasalnya Februari 2020 kemarin, pihak PDS menyebut bahwa pihaknya telah mendapatkan suntikan dana dari perusahaan asing sebesar 25 juta USD sebagai utang untuk kelanjutan proyek pembangunan fisik apartemen yang mereka kelola.
Dalam jumpa pers pada Kamis, 27 Agustus lalu di Metro Café Jakarta Pusat, Srihanto Nugroho selaku Perwakilan Kreditur Apartemen Antasari 45, menyampaikan bahwa yang terjadi sampai saat ini, apartemen tersebut hanya berbentuk basement belum ada towernya.
"Pada 13 Juli 2020 lalu tiba-tiba kami mengetahui ada permohonan PKPU dari salah seorang kreditor dengan piutang sebesar Rp 2 miliar dan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 6 Juli 2020, sehingga apartemen ini masuk dalam proses PKPU,” ujar Srihanto.
Dia melanjutkan, “Jadi sampai saat ini kami bertanya-tanya uang sebesar Rp 591 miliar yang sudah kami setorkan ditambah utang 25 juta USD pinjaman dari pihak kreditur separatis itu kemana saja, kenapa pembangunan tidak berlanjut dan malah ada proses PKPU yang tagihannya hanya Rp 2 miliar, kenapa tidak dibayar?” kata Srihanto.
Pihaknya berharap selama proses PKPU ada transparansi pihak pengurus dan PDS yang seharusnya bisa memberikan data-data kepada para kreditur. Seperti laporan keuangan berikut dana pinjaman dari perusahaan asing seperti yang disebutkan sebelumnya.
Senada dengan Srihanto dan Cahyono, Oktavia Cokrodiharjo salah seorang kreditur yang telah melunasi kewajiban 4 unit apartemen senilai Rp 8,9 miliar sejak 2014 silam menambahkan bahwa dirinya merasa sejumlah kejanggalan dalam hak pemenuhan kewajiban pihak PDS. Dirinya pun telah membuat laporan kepolisian ke Polda Metro Jaya yang saat ini sedang dalam proses pemeriksaan.
Dalam kesempatan yang sama, mewakili PT TATA sebagai kontraktor utama Karna Brata Lesmana, menyampaikan bahwa pihaknya juga merasa dirugikan. “Dari nilai proyek sebesar Rp 200 miliar kami baru dibayarkan sebesar Rp 130 miliar atau masih jadi masih ada tagihan kami senilai Rp 70 miliar. Sama seperti teman-teman kreditur, saya pun kaget dengan adanya laporan PKPU terhadap pihak PDS," ujar Karna.
Logikanya uang konsumen yang terbayar sudah hampir Rp 600 miliar, sebagai kontraktor utama PT TATA baru dibayar Rp 130 miliar. Artinya masih ada sisa dana sebesar Rp 460 miliar lebih.
"Kami tidak menuduh, dari kejanggalan-kejanggalan tersebut saya menduga bahwa pihak PDS ini ada dibalik proses PKPU ini sendiri. Mereka memanfaatkan celah hukum untuk kepas dari tanggung jawab. Mudah-mudahan seluruh aparat hukum selama proses ini bisa menjalankan fungsi hukum dengan baik, karena saya yakin di negara ini pemerintah mendukung kepentingan rakyat dan hukum bisa ditegakkan,” ujar Karna. (*)