Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan

Pentingnya Arsitektur SPBE untuk Pemerintahan Digital

Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dapat mendorong pelayanan publik yang prima, dan terintegrasi. #Infotempo

31 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) saat ini tengah menyiapkan Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Nasional yang sejalan dengan kebijakan SPBE Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sejalan dengan penyusunan kebijakan arsitektur SPBE Nasional, diharapkan Kementerian PANRB sudah menyelesaikan Arsitekrur SPBE internal. Sehingga, Kementerian PANRB dapat menyiapkan sistem-sistem yang terintegrasi sesuai dengan amanat yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo terkait ASN Digital yang ditindaklanjuti melalui arahan Menteri PANRB Tjahjo Kumolo,” kata Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan SPBE, Cahyono Tri Birowo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cahyono menjelaskan, terdapat beberapa urgensi dalam penyiapan arsitektur SPBE Kementerian PANRB tersebut. Pertama, sesuai dengan arahan Menteri PANRB, Kementerian PANRB harus menjadi role model dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya juga terkait SPBE.

Kedua, aplikasi-aplikasi yang dibangun di lingkup Kementerian PANRB perlu dilakukan integrasi. Ketiga, terkait dengan harapan kedepan dari Presiden Jokowi mengenai penyederhanaan birokrasi, ASN Digital, dan manfaat teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

“Dari ketiga hal tersebut, maka di dalam Peraturan Presiden No. 95/2018 tentang SPBE itu diamanatkan untuk menyusun arsitektur SPBE Nasional yang memastikan integrasi dari semua kegiatan pemerintahan," ujarnya.

Menurutnya, hal ini meliputi data dan proses bisnis yang tumpang tindih dan aplikasi yang banyak. "Serta bagaimana kita bisa menyelaraskannya ke dalam kebijakan SPBE nasional".

Arsitektur SPBE adalah kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis, data dan informasi, aplikasi, infrastruktur SPBE, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan layanan pemerintah yang terintegrasi. Terdapat enam domain dalam arsitektur SPBE, yaitu domain layanan SPBE, domain proses bisnis, domain data dan informasi, domain aplikasi SPBE, domain infrastruktur SPBE, dan domain keamanan SPBE.

Adanya arsitektur SPBE dengan enam domain tersebut, diharapkan akan meningkatkan awareness terhadap pembangunan dan pengembangan aplikasi SPBE. “Awareness terhadap pembangunnan dan pengembangan aplikasi SPBE lebih diutamakan dengan mengidentifikasi proses bisnis terintegrasi berikut layanannya. Setelah itu, baru menyiapkan aplikasi dan infrastrukturnya,” ujar Cahyono.

Cahyono menjelaskan, arsitektur SPBE tersebut disusun untuk jangka waktu lima tahun kedepan. Dalam Peraturan Presiden No. 95/2018 tentang SPBE, setiap instansi diamanatkan untuk menyusun arsitektur SPBE sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu dalam jangka waktu lima tahun.

Terdapat enam manfaat dari arsitektur SPBE tersebut, diantaranya menghilangkan tumpang tindih proses bisnis pemerintahan; menghilangkan duplikasi aplikasi dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta memperkuat keamanan informasi; menerapkan standardisasi TIK dan standarisasi kualitas layanan digital nasional; berbagi data dan informasi sesuai kebijakan Satu Data Indonesia; memudahkan integrasi layanan pemerintah, sehingga menumbuhkan-kembangkan inovasi proses bisnis dan layanan baru; serta meningkatkan keselarasan perencanaan dan penganggaran SPBE sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas penerapan SPBE.

KemenpanRB berpendapat arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dapat mendorong pelayanan publik yang prima dan terintegrasi. Karena itu, ia berharap pada tahun 2022 seluruh daerah di Indonesia sudah menetapkan rancangan arsitektur SPBE yang akan digunakan dalam rangka percepatan proses transformasi digital di sektor pemerintahan.

"Fenomena yang masih sering ditemukan di masyarakat terkait implementasi SPBE adalah penyajian layanan digital dalam situs atau aplikasi tersendiri yang dibagi ke dalam beberapa sektor misal layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, dan lain sebagainya," kata Cahyono

Padahal, dia melanjutkan, arsitektur SPBE yang tertata akan melahirkan integrated government and public services. "Arsitektur SPBE inilah yang menjadi peta jalan (roadmap) pemerintah dalam mengelola dan mengembangkan platform layanan digital. Roadmap ini memuat target capaian pemerintah secara objektif dan terarah,” ujar Cahyono

Menurut Cahyono, tujuannya agar pemerintah tidak silo dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. "Sehingga ke depannya terwujud ekosistem digital nasional atau super app".

Super app yang disebut sebagai integrated digital platform ini nantinya tidak hanya dikembangkan untuk hadir di perkotaan. "Namun juga menjangkau rural area serta remote area di seluruh Indonesia,” kata Cahyono.

Cahyono menegaskan, untuk mewujudkan Governance 4.0 yang mampu memberikan pelayanan publik prima serta birokrasi kelas dunia selain pembangunan SPBE yang optimal, dibutuhkan pula pembangunan sumber daya manusia serta kerangka kelembagaan yang dapat mengakomodir tata kelola transformasi digital di sektor pemerintahan.

Adapun, Link and Match (menghubungkan dan mencocokkan) talenta digital penting untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia guna menunjang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE / E-government).

Namun, akar masalah yang didapati sekarang adalah dosen dan pengajar belum mengikuti perubahan zaman di era digital dalam hal materi mengajar; mahasiswa belum menerima sistem pembelajaran yang proaktif (problem solving, project based learning, dan research based learning); sarana kurang mendukung skill set era digital; hingga prasarana kurang mendukung pembelajaran kolaboratif dan kerja sama tim.

“Untuk itu, sudah saatnya Indonesia memperbaiki sistem penggalian kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja (link and match),” kata Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) sekaligus Anggota Tim Pelaksana Wantiknas Prof. Zainal A. Hasibuan.

Sebab, dia melanjutkan, masih ada kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia pekerjaan. “Kita harus memiliki seni tersendiri untuk mempertajam link and match. Pengajar masih lebih dominan daripada siswa dan mahasiswanya,” ujarnya.

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus