Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siaran televisi analog berada di ambang kematian pada tahun ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menetapkan siaran analog bermigrasi total kepada siaran digital per November mendatang. “Digitalisasi televisi sudah mulai pada November ini dan Insyaallah kick-off pada April. Artinya, siaran digital sudah dilakukan,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Usman Kansong dalam webinar “Migrasi Siaran TV Digital Menuju Pers Masa Depan,” Senin, 14 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghentian siaran TV analog telah diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Migrasi melalui tiga tahap. Pertama pada 30 April 2022, kemudian 25 Agustus 2022, dan akhirnya digitalisasi total pada 2 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usman menuturkan agar masyarakat tidak khawatir dengan migrasi ke siaran digital. Pemilik TV analog dapat menangkap siaran digital dengan bantuan set top box (STB). “Pemerintah telah menyiapkan infrastruktur penunjang untuk masyarakat tidak mampu sebanyak 6,7 juta STB gratis agar semua bisa menikmati siaran televisi digital secara merata,” ucapnya.
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan migrasi analog ke digital didengungkan sejak lama pada International Telecommunication Union (ITU) 2006. Saat itu memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 menuntaskan ASO paling lambat 2015.
Pada konferensi ITU 2007 dan 2012, kata Niken, pita spektrum frekuensi radio UHF (700 MHz) semula untuk televisi terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband. Deklarasi ASEAN juga memutuskan untuk menuntaskan ASO pada 2020.
Menurut Niken, Presiden Joko Widodo memberi arahan kepada Kominfo untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, membuat grand design transformasi digital dan membangun pusat data nasional. Kemudian meningatkan talenta digital yang diaplikasi melalui pemberian beasiswa Digital Talent Scholarship dan menyiapkan regulasi pendukungnya.
Migrasi digital, kata Niken, diperlukan agar masyarakat menerima produk penyiaran berkualitas. Selain itu tercipta efisiensi penggunaan frekuensi. Saat ini terdapat 699 stasiun televisi di Indonesia. Setiap stasiun TV menggunakan satu frekuensi. “Dengan digitalisasi, satu frekuensi dapat digunakan untuk 8-16 kanal televisi sehingga terjadi penghematan besar dan sisa frekuensi yang ada dapat digunakan untuk kepentingan lain, bisa untuk internet,” ujarnya.
Perusahaan media juga dapat menyewa saluran multiplexing (mux) kepada Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multiplexing (LPPPM) yang sudah membangun infrastruktur TV digital. Dengan begitu lembaga penyiaran tidak perlu membangun infrastruktur sendiri. Selain itu, digitalisasi siaran televisi ke seluruh pelosok dapat memastikan masyarakat di daerah perbatasan menerima siaran nasional, bukan lagi siaran dari negara tetangga.
Pengamat media, Agus Soedibyo, menyambut baik rencana pemerintah ini, karena transformasi digital adalah keniscayaan. Namun, satu frekuensi yang dapat digunakan untuk 8-16 kanal akan menghasilkan surplus frekuensi.
Pemerintah, kata dia, wajib berhati-hati agar tidak memanfaatkan kelebihan frekuensi itu semata untuk kepentingan komersial. “Kami berharap dan berasumsi surplus itu digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik, sesuai amanat UUD Pasal 33,” ujar Agus.
Cendekiawan muslim, Azyumardi Azra, menyinggung perilaku generasi muda dan milenial yang cenderung memilih internet ketimbang media konvensional seperti televisi dan media cetak. Ironisnya sejumlah tayangan di internet memiliki norma berbeda dengan adat di Indonesia. “Hampir tidak ada sensornya baik tentang seks atau kekerasan. Beda dengan televisi konvensional masih ada,” ujarnya.
Masifnya penggunaan internet sebagai sumber informasi dan hiburan dijabarkan gamblang oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang. “200 juta orang terhubung dengan internet. Dari survei Kominfo, mayoritas masyarakat mengakses media sosial, lalu media online, situs pemerintah, dan paling bontot adalah TV dan radio,” tuturnya. (*)