Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberhentikan 56 pegawainya dengan hormat pada 30 September 2021. Mereka diberhentikan setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi di kantor Badan Kepegawaian Negara pada 13 September 2021. Dalam rapat itu hadir, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, serta lima pimpinan KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, KPK menyatakan ada 75 pegawai yang TMS usai mengikuti TWK, 51 di antaranya dinilai merah dan akan diberhentikan. Dari 51 pegawai tersebut, ada satu pegawai yang memasuki purnatugas per Mei 2021, sehingga pegawai itu tidak ikut diberhentikan dengan hormat.
Bagi sejumlah pihak, pemberhentian pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK ini dianggap sebagai upaya melemahkan KPK. Tempo menghimpun berbagai upaya yang diduga dilakukan untuk melemahkan KPK selama beberapa tahun terakhir:
Revisi UU KPK
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengetuk palu untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Padahal, rancangan revisi UU tersebut menuai berbagai polemik karena berujung pada pelemahan KPK, seperti:
- KPK yang tidak lagi independen karena pegawainya berstatus ASN
- Pembentukan dewan pengawas KPK
- Membutuhkan izin Dewan Pengawas jika ingin bergerak
Kontroversi kepimpinan Firli Bahuri
Selama kepemimpinan Firli Bahuri, KPK dinilai banyak melakukan kegagalan. Mulai dari gagal menangkap Harun Masiku dan Nurhadi hingga penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi.
Polemik TWK
TWK merupakan tes yang dilakukan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI). Sejumlah poin dalam tes tersebut dinilai tidak sesuai dengan prinsip independen KPK, sehingga bisa melemahkan posisi KPK dalam upaya memberantas korupsi.
Kinerja menurun
Menurut catatan ICW, selama kepemimpinan Firli Bahuri, selama tahun 2020, KPK baru melakukan tujuh kali operasi tangkap tangan (OTT). Jumlah itu merosot tajam bila dibandingkan operasi serupa yang dilakukan KPK di bawah kepemimpinan pimpinan sebelumnya.
Jumlah OTT KPK tiap tahun
- 2016: 17 kali
- 2017: 19 kali
- 2018: 30 kali
- 2019: 21 kali
- 2020: 7 kali
Penindakan
2020
- Penyidikan: 91 kasus
- Penuntutan: 75 kasus
- Eksekusi: 108
2019
- Penyidikan: 145 kasus
- Penuntutan: 153 kasus
- Eksekusi: 136 kasus
Pembiaran pada pelanggaran etik ketua KPK
Firli diduga melakukan sejumlah pelanggaran etik, di antaranya:
- Saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri diduga melakukan pertemuan dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
- Firli diduga menghambat penanganan saat memimpin deputi penindakan.
- Firli diduga abai melindungi pegawai yang sedang melakukan pencarian tersangka Harun Masiku.
- Pengambilan paksa penyidik Rossa Purbo Bekti, padahal saat itu Rossa diketahui sedang terlibat dalam tim yang menangani perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI.
- Firli diduga menggunakan transportasi mewah. Saat melakukan perjalanan dari Palembang menuju Baturaja pada Sabtu, 20 Juni 2020.
INGE KLARA | SUMBER DIOLAH TEMPO