Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=brown>Nigeria</font><br />Berlindung di Rumah Pelangi

Gereja khusus gay kembali dibuka saat homofobia merajalela di Nigeria. Melindungi hak gay beribadah.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ade, seorang gay Nigeria, masih berusia 16 tahun saat diseret karena dikira kerasukan setan. Dia dibawa dalam ritual pengusiran setan di rumahnya. Roh homoseksual dianggap telah mendiami tubuhnya. Hari itu, sembilan tahun silam, dia dipaksa mengaku dosa.

”Seorang pendeta datang ke rumah dengan lilin, air suci, dan minyak urapan. Saya diminta berlutut sambil memegang lilin,” ujar Ade, sekarang 25 tahun, di sebuah kafe di Lagos. Ade menolak mengungkap nama lengkapnya. ”Dia terus berteriak, ’Ayo keluar! Ayo keluar! Ayo keluar!’” Ritual pengusiran selesai. Setelah itu dia diizinkan pergi ke gereja. ”Tapi aku harus berpura-pura normal.”

Di Nigeria, homoseksual adalah tindak pidana. Hukumannya 14 tahun penjara. Tidak mengherankan jika banyak teman Ade yang gay tapi taat beribadah harus tinggal jauh dari keluarga. Mereka takut dikucilkan. Banyak gay yang terasing dari lingkungan.

Namun mereka kini bisa leluasa pergi ke gereja tanpa menyembunyikan identitas sebagai gay. Ade menghidupkan kembali gereja ”bawah tanah” khusus untuk kaum gay Nigeria. Mereka menyebutnya Rumah Pelangi. Pada 2008, gereja gay ini ditentang keras masyarakat. Cercaan di media pun bertubi-tubi. Perburuan ”setan” merajalela.

Pendiri Rumah Pelangi adalah penginjil Rowland Jide Macaulay. Dia adalah pendeta yang juga seorang gay. Macaulay membantu kembalinya Rumah Pelangi meski berada dalam pengasingan di London. ”Agama adalah dasar untuk hidup di Nigeria. Kami semua, gay atau bukan, ingin pergi ke gereja,” katanya. ”Tapi kami tidak ingin berbohong kepada Tuhan.”

Macaulay pertama kali mendirikan Rumah Pelangi pada 2006. Saat itu dia mengadakan kebaktian hari Minggu secara terbuka di aula Hotel Lagos. Bendera pelangi berkibar di halamannya. Tapi warga Lagos berang. Mereka mengeroyok jemaat saat keluar dari pintu gereja. Macaulay sempat diancam dibunuh. Dia pun melarikan diri ke Inggris.

Tahun ini dia merekrut tim kecil, termasuk Ade, menjadi pemimpin wilayah di Lagos. Sebagai seorang sukarelawan, Ade bertanggung jawab pada sesi doa dan kelompok belajar Alkitab. Kegiatan dimulai bulan lalu di rumahnya. Ibadah di gereja akan kembali dilakukan bila situasi sudah aman.

Kegiatan ini bahkan menyebar keluar dari perbatasan Nigeria. Macaulay baru-baru ini merekrut seorang pemimpin wilayah di Accra, ibu kota Ghana, tetangga Nigeria. Rwanda dan Zimbabwe juga berminat mendirikan Rumah Pelangi.

Mereka harus berhati-hati menghadapi kelompok doa yang membangkitkan gerakan antihomoseksual di Nigeria. Pentakosta, aliran Evangelis yang menyebar di Amerika lebih dari satu abad lalu, juga berkembang di Nigeria Selatan dan Afrika beberapa dekade terakhir.

Pendeta Pentakosta memandang gay adalah perbuatan setan. ”Awalnya mungkin biasa saja, tapi saat Anda semakin terlibat, Anda akan dikuasai roh,” kata Emmanuel Owoyemi, seorang pendeta di Lagos.

Sementara itu, mayoritas penduduk Nigeria Utara adalah muslim. Kini 12 negara bagian telah memberlakukan hukum syariah yang menetapkan vonis mati bagi kaum homoseksual, meskipun belum pernah diterapkan. Undang-undang antipernikahan sejenis berlaku sejak 2009.

Di Nigeria yang kaya minyak, korupsi merajalela. Kebutuhan dasar warga terabaikan. Kelompok-kelompok agama menjadi tempat bersandar. Komunitas muslim, seperti Izala, membangun sekolah di utara, sedangkan kelompok Pentakosta di bagian selatan mengelola sebuah universitas. ”Menjadi gay berarti kami kehilangan semua layanan ini,” katanya. Homofobia di Afrika tidak lebih buruk daripada patriarki di Timur Tengah atau kemiskinan di Amerika Selatan.

Macaulay amat menyadari situasi itu. Sesi doa tetap berlangsung di lokasi rahasia. Jemaat baru belum diizinkan masuk. Dia berkhotbah melalui YouTube dari London. ”Kami belajar dari pengalaman,” katanya. ”Mereka masih memusuhi kami.”

Ninin Damayanti (Guardian, houseofrainbow.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus