Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini 49 tahun lalu, Raja ketiga Arab Saudi, King Faisal, yang merupakan putra pendiri kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz dibunuh oleh salah seorang keponakannya. Meskipun ia dikenal sebagai raja yang sedikit bicara, ia dianggap mampu memimpin negara. Salah satu warisannya adalah reformasi dunia pendidikan di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kronologi Pembunuhan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari 9news.com, pada hari itu, 25 Maret 1975, King Faisal sedang menghadiri pertemuan bilateral dengan menteri minyak Kuwait. Ketika Raja Faisal menyambut delegasi dari Kuwait di kantor raja, Faisal bin Musaid, keponakan Raja Faisal, tiba-tiba masuk ke ruang pertemuan begitu saja.
Faisal bin Musaid menunggu di salah satu sisi ruangan. Setelah mengadakan pertemuan, melihat keberadaan Faisal bin Musaid, Raja Faisal juga memberikan penghormatan kepada pangeran muda itu. King Faisal mendekatinya dan mencium kepalanya dan hidungnya sebagai tradisi penyambutan Keluarga Saud.
Setelah itu terjadi begitu cepat. Faisal bin Musaid memasukkan tangannya ke saku dan mengeluarkan senjata api dan tiga peluru panas ditembakkan ke kepala Raja Faisal. Ahmed bin Abdul Wahab, orang yang menemani King Faisal, segera menyerang Faisal bin Musaid dan merebut senjatanya. Faisal bin Musaid kemudian ditangkap militer.
Sementara itu, Raja Faisal dibawa ke rumah sakit pusat Riyadh. Sekitar pukul 14.00 waktu Riyadh, Stasiun Radio Riyadh mengumumkan bahwa King Faisal telah meninggal.
Akibat dari tindakannya, Pangeran Faisal bin Musaid ditangkap. Penyelidikan atas pembunuhan ini dilakukan. Dalam waktu 16 minggu, otoritas keamanan Saudi melakukan penyelidikan mendalam dan tidak menemukan bukti konspirasi dalam pembunuhan tersebut.
Motif Pembunuhan
Dilansir dari Voi, Pangeran Faisal pernah dikatakan mengalami gangguan mental oleh keluarga kerajaan. Namun, panelis dari para ahli medis menyatakan hal yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa Pangeran Faisal ketika melewati penjaga keamanan sebelum membunuh Raja Faisal dinyatakan dalam keadaan waras.
Penyelidikan diperluas ke aktivitas Pangeran Faisal dan melacak rekan-rekannya ketika dia belajar di Amerika Serikat.
Pertama di University of Colorado kemudian di University of California di Berkeley. Dalam penyelidikan, ditemukan bahwa Pangeran Faisal pernah ditangkap atas tuduhan penjualan obat terlarang LSD.
Setelah kembali ke Arab Saudi, Pangeran Faisal sibuk menghabiskan waktunya sebagai instruktur di Universitas Riyadh. Pada saat itu, ia dilaporkan dianggap tidak stabil secara emosional, dan dirawat di bawah pengawasan psikiatri di Beirut.
Beberapa tuduhan diajukan mengenai motif pembunuhan Raja Faisal, dari protes terhadap uang jatahnya, karena masalah cinta, hingga menuduh Pangeran Faisal sebagai agen intelijen Israel, Mossad.
Sementara itu, motif yang paling mungkin adalah bahwa Pangeran merasa kesal karena dilarang bepergian ke luar negeri. Penolakan itu terkait dengan kasus penangkapan Pangeran di Amerika Serikat.
Spekulasi kuat lainnya adalah bahwa Pangeran Faisal ingin membalas dendam kepada seorang fanatik agama yang tewas sembilan tahun sebelum penembakan King Faisal, oleh polisi yang membubarkan demonstrasi menentang upaya modernisasi Arab Saudi.
Pilihan Editor: Lima Pembunuhan Pemimpin Negara Paling Tragis