Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CHRISTCHURCH - Beberapa tahun lalu, anggota jemaah Masjid Linwood di Kota Christchurch, Selandia Baru, menyarankan untuk memasang kamera keamanan. Saat itu, Anwar Alisaisy menganggap mereka berlebihan. Sejak berimigrasi ke Selandia Baru dari wilayah Kurdi di Iran pada 2002, dia tidak melihat tanda-tanda masalah bagi umat Islam di mana pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak ada ekstremis," kata Alisaisy mengenang ucapannya kepada jemaah yang memberi usul tersebut. "Selandia Baru adalah tempat teraman."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayah enam anak itu mengenang percakapan ini sambil berdiri di depan garis pembatas polisi dekat masjid yang sekarang menjadi lokasi penembakan. Dia berada di dalam masjid pada 15 Maret lalu ketika Brenton Tarrant-seorang teroris kulit putih asal Australia-muncul dengan membawa banyak senjata dan kamera video di helmnya.
"Dia berdiri di ambang pintu dan saya berlari ke ruang belakang," ujar Alisaisy kepada Time, pekan lalu. "Anak-anak menangis, wanita berteriak, dan kami bisa mendengar dia terus menembak."
Keamanan Selandia Baru bukan satu-satunya ilusi yang dihancurkan hari itu. Serangan terhadap dua masjid, yang merenggut setidaknya 50 nyawa, menjadikan terorisme kulit putih sebagai ancaman nyata seperti halnya yang dilakukan atas nama ekstremis Islam.
Sementara dulu terorisme ini dianggap sebagai masalah "dalam negeri" atau "domestik", serangan ekstremis sayap kanan di Selandia Baru menunjukkan bentuknya sebagai ancaman transnasional. Seorang warga Australia bersenjata lengkap memunculkan teror nasionalisme kulit putih atas nama kampanye internasional melawan imigrasi.
Manifesto yang dia tuangkan di dunia maya, "The Great Replacement", mengulangi teori konspirasi utama ekstrem kanan bahwa imigran non-kulit putih dan muslim di negara-negara Barat adalah penjajah yang akan menggantikan populasi etnis Eropa. Gagasan yang dulu hanya berada di pinggiran, kini juga dilontarkan dalam pidato-pidato politikus terpilih, dari Hungaria hingga Iowa.
Pada Rabu lalu, bukti adanya keterkaitan global terorisme kulit putih pun semakin nyata. Kanselir Austria, Sebastian Kurz, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara gerakan ekstrem kanan Austria dan tersangka serangan terhadap dua masjid di Christchurch. Tarrant dilaporkan menyumbangkan dana sebesar 1.500 euro atau sekitar Rp 24 juta kepada Gerakan Identitarian anti-imigrasi di Austria (IBOe) pada awal 2018.
Dua hari sebelum pengumuman ini dikeluarkan, rumah juru bicara Gerakan Identitarian, Martin Sellner, di ibu kota Austria, Wina, digeledah sebagai bagian dari penyelidikan terhadap adanya kemungkinan hubungan dengan tersangka. "Telah dikonfirmasi bahwa terdapat hubungan finansial antara pria yang melakukan serangan di Selandia Baru dan Gerakan Identitarian di Austria," tutur Kurz kepada para wartawan seusai pertemuan kabinet.
Dia juga mengatakan bahwa hubungan itu akan diselidiki secara menyeluruh, dan bahwa dia telah berbicara dengan Menteri Dalam Negeri dan Keadilan ihwal pembubaran Gerakan Identitarian sayap kanan itu. "Kedua Kementerian akan memobilisasi semua cara mereka untuk melawan gerakan ini."
Dalam video yang ditayangkan di YouTube, Sellner membantah memiliki hubungan dengan tersangka, selain menerima donasi dan telah secara rutin mengirim kembali e-mail untuk berterima kasih. "Saya bukan anggota organisasi teroris. Saya tidak ada hubungannya dengan orang ini, selain bahwa saya secara pasif menerima sumbangan dari dia," tutur dia.
Sebagai tuan rumah lokasi serangan, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mendesak pemerintah di seluruh dunia menangani radikalisasi kelompok teroris kulit putih, terutama di dunia maya. Sementara itu, tiga pejabat kontra-terorisme veteran Amerika Serikat, melalui blog Lawfare, menyeru pemerintah dunia untuk berbagi intelijen tentang ekstremis sayap kanan "dengan cara yang sebelumnya disediakan untuk kelompok-kelompok seperti ISIS."
TIME | AL JAZEERA | GUARDIAN | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo