Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNI Soviet terpukul dari Mesir, dan kini dikabarkan juga di
Irak. Pekan silam diberitakan pemerintah Irak sibuk pula
mengambil tindakan terhadap unsur-unsur komunis pro Moskow.
Kisah tentang gelombang pembersihan baru itu bermula ketika 7
Juni yang lalu, Naim Haddad, sekjen Front Progressif Nasional
Irak, -- koalisi Partai Baath yang berkuasa dan elemen-elemen
kiri lainnya -- mengungkapkan telah dihukum matinya 21 anggota
Partai Komunis Irak dalam waktu akhir-akhir ini.
Haddad, salah satu dari 22 anggota Dewan Revolusi yang
memerintah Irak, mengungkapkan secara terperinci mengenai cara
eksekusi serta alasannya. "Ke 21 orang itu dihukum gantung bulan
silam setelah mereka ditemukan membentuk kelompok-kelompok
rahasia dalam angkatan bersenjata," kata Haddad. Sumber lain di
Bagdad melengkapi keterangan pembesar Irak itu dengan
menyebutkan bahwa Partai Komunis Irak telah 'bermain mata"
dengan kaum separatis Kurdi -- sejak lama menginginkan berdiri
sendiri terpisah dari pemerintahan Bagdad -- yang juga "mendapat
bantuan rahasia" dari Uni Soviet dan (seakan-akan tak cukup
aneh) dari Iran dan sekaligus Israel.
Berkwalitas Tinggi
Koran terkemuka Irak, Al Rasid, dalam salah satu penerbitannya
pekan silam, secara terbuka melancarkan suatu kecaman kepada
program Partai Komunis Irak. Artikel yang dimaksudkan untuk
hanya mengecam Partai Komunis Irak itu, ternyata juga mengeritik
Uni Soviet. Keterlibatan Uni Soviet dalam pergolakan di Tanduk
Afrika telah menjadi sasaran utama kecaman koran Bagdad
tersebut.
Apa sebabnya? Dari Beirut, tajuk rencana harian Al Nahar
menyebutkan masalah ekonomi sebagai salah satu soal yang
menjadikan hubungan Bagdad-Moskow agak renggang. Sumber-sumber
yang dikutip oleh koran Beirut itu menyebutkan bahwa lewat
Partai Komunis Irak tersebut, Moskow bermaksud meluaskan
perdagangannya dengan Irak. Dan Partai Komunis Irak itu terus
menerus melancarkan kritik terhadap pemerintah, yang menempuh
kebijaksanaan mementingkan barang-barang berkwalitas tinggi yang
umumnya buatan negara Barat.
Tapi benarkah Irak betul-betul sudah ogah Kremlin? Pekan silam,
ketika Menlu Suria, Abdel Halim Khaddam dikutip sebagai menyebut
Irak "bakal membatalkan pakta persahabatannya dengan Uni
Soviet," ia dapat reaksi keras dari Haddad. "Itu insinuasi
murahan yang mencoba merongrong hubungan Irak dengan salah satu
sahabatnya," kata Hadad mengomentari ucapan Khaddam. Maklumlah
Suria dan Irak, meskipun sama-sama diperintah oleh partai
sejenis, Baath, mereka saling bertentangan.
Maka Haddad pun memuji-muji Uni Soviet sebagai "teman yang
pantas diajak bekerja sama." Tapi sekaligus ia juga menyebut
tindakan Partai Komunis Irak itu sebagai "suatu langkah pertama
ke arah meruntuhkan pemerintahan yang ada sekarang." Kata
Haddad: "Apa lagi maksudnya membentuk sel dalam tubuh angkatan
bersenjata kalau tidak dengan niat demikian."
Ucapan Haddad inilah yang kemudian ditafsirkan dan dijadikan
dasar oleh sejumlah wartawan asing untuk menduga bahwa telah
terjadi sebuah kudeta gagal di Irak dalam beberapa waktu
berselang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo