Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rusia mengirim 100 ribu tentara dan alat berat ke perbatasan Ukraina.
Presiden Putin mendesak NATO tidak memperluas keanggotaannya.
Perundingan maraton Amerika Serikat dan NATO dengan Rusia masih berjalan.
JOSEP Borrell dan Dmytro Kuleba berjalan di tengah salju menuju sebuah pos jaga di Luhansk, timur Ukraina, pada Rabu, 5 Januari lalu. Rekaman video ini menyebar dan penting karena untuk pertama kalinya petinggi Uni Eropa dan Menteri Luar Negeri Ukraina itu bertemu di daerah konflik sejak 2014 di perbatasan Rusia tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan Josep Borell juga sekaligus menjadi sinyal terlibatnya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam sengketa antara Rusia dan Amerika Serikat. “Ini bukan cuma urusan Amerika dan Rusia,” kata Borell seperti dikutip BBC. “Jika kalian ingin berbicara tentang keamanan di Eropa, orang Eropa harus diajak berunding dan agendanya bukan hanya yang diajukan Rusia.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbatasan Ukraina juga acap disebut teras depan Rusia. Di teras itu kini berhimpun sekitar 100 ribu tentara Rusia. Citra satelit menunjukkan, sejak akhir 2021, Rusia menempatkan alat-alat berat di sekitar perbatasan, termasuk tank, kendaraan tempur infanteri, dan mobil artileri. Kementerian Pertahanan Rusia berdalih mereka sedang menjalankan latihan militer musim dingin rutin.
Namun Amerika Serikat dan NATO curiga ada kegiatan lain karena ini aktivitas yang mereka sebut “tak biasa” di perbatasan itu. Karena itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan para pemimpin Eropa memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang konsekuensi serius jika Rusia melanjutkan aktivitas militer di sana. “Agresi militer apa pun terhadap Ukraina akan menghadapi konsekuensi masif dan ongkos yang mahal,” tutur Borrell.
Daerah perbatasan Ukraina-Rusia itu pun memanas. Ketegangan di perbatasan ini terjadi di tengah perundingan antara Rusia dan Amerika mengenai perluasan keanggotaan NATO. Ketika Amerika dan sekutunya membentuk NATO pada 1949 di masa Perang Dingin, Uni Soviet membentuk Pakta Warsawa bersama Albania, Bulgaria, Cekoslovakia, Jerman Timur, Hungaria, Polandia, dan Rumania. Ketika Uni Soviet bubar, Pakta Warsawa meredup dan bubar pada 1991.
Dalam pandangan penguasa Rusia, ketika Pakta Warsawa dibubarkan, NATO berjanji tidak akan memperluas keanggotaannya. “Sahabat Barat kami berjanji tidak akan memperluas NATO. Ternyata mereka memperluasnya,” ujar Lyudmila Vorobieva, Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, kepada Tempo, Senin, 27 Desember 2021.
Meski begitu, Vorobieva mengakui bahwa janji NATO itu hanya lisan, tidak tertuang dalam sebuah dokumen tertulis. “Presiden Mikhail Gorbachev saat itu mengatakan, 'Kami perlu percaya. Mengapa kita membutuhkan jaminan tertulis? Kalian harus percaya apa yang mereka katakan’," ucapnya.
Saat dibentuk pada 1949, NATO beranggotakan 12 negara. Keanggotaannya terus bertambah, terutama setelah Perang Dingin berakhir, hingga menjadi 30 negara. Kini hampir semua negara di Benua Eropa adalah anggota NATO. Rusia mulai gusar ketika tahun lalu NATO mengakui tiga calon anggota baru: Bosnia dan Herzegovina, Georgia, serta Ukraina.
Georgia dan Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia. Bila keduanya bergabung dengan NATO, praktis wilayah barat Rusia akan “terkepung”. Ukraina saat ini memang belum menjadi anggota NATO. “Jika itu terjadi (Ukraina menjadi anggota NATO), berarti pasukan NATO akan berada di perbatasan kami. Nuklir, rudal mereka, bakal ada di perbatasan,” kata Vorobieva.
Pada pertengahan Desember 2021, Rusia mengajukan proposal perjanjian ke Amerika dan NATO untuk menjamin keamanan Rusia dan anggota NATO. Rancangan perjanjian itu, antara lain, menggariskan semua negara yang menandatangani perjanjian dilarang melakukan kegiatan militer di Ukraina dan negara lain di Eropa Timur, Kaukasus Selatan, serta Asia Tengah—semua wilayah yang berbatasan dengan Rusia. Semua pihak juga dilarang mengirim pasukan dan senjata ke wilayah negara lain di Eropa.
Sebagian besar isu rancangan itu tampaknya tak mungkin dipenuhi NATO. Selama ini, sebagai wujud aliansi, NATO selalu menempatkan pasukan dan senjatanya, termasuk misil, ke negara-negara anggotanya.
NATO mengklaim hanya memasang Aegis Ashore, sistem pencegat misil canggih bikinan Lockheed Martin, untuk memotong serangan misil. Dalam situs web mereka, pejabat NATO mengatakan misil pencegat tidak dapat digunakan untuk melakukan serangan. Pencegat juga tidak berisi peledak sehingga tidak bisa dipakai untuk menyerang sasaran di darat, hanya di udara.
Putin memperingatkan, bila NATO memasang senjata canggih di Ukraina, seperti sistem misil, tindakan itu akan dianggap melanggar “garis api” Rusia. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menuduh Amerika dan anggota NATO lain telah mengirim bantuan militer dan senjata ke Ukraina. “Tentu saja makin memperburuk situasi di garis perbatasan,” ujar Peskov seperti dikutip CNN.
Sorotan kini mengarah kepada Amerika dan Rusia. Presiden Biden dan Presiden Putin sudah membicarakan masalah ini melalui sambungan telepon pada Senin, 27 Desember 2021.
Biden antara lain menyatakan ingin melihat Rusia mengurangi pasukannya di dekat Ukraina. Adapun Putin menegaskan bahwa ancaman sanksi dari Washington dan sekutunya akan memperburuk hubungan mereka. Presiden kedua negara menyebut percakapan mereka “serius”, tapi tak ada kemajuan signifikan yang menuju suatu resolusi atau kerangka perjanjian tertentu.
“Presiden Biden menegaskan bahwa kemajuan substantif dalam dialog ini hanya terjadi dalam suasana deeskalasi alih-alih eskalasi,” ucap sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki, seperti dikutip Reuters. Adapun juru bicara Kremlin, Yuri Ushakov, mengatakan percakapan itu menciptakan “latar belakang yang baik” untuk pembicaraan di masa depan.
Perundingan kedua negara akan diikuti pertemuan maraton lanjutan, termasuk pertemuan keamanan Amerika-Rusia di Jenewa pada 9-10 Januari dan persamuhan Rusia-NATO pada 12 Januari mendatang. Perundingan yang lebih luas, yang melibatkan Amerika, Rusia, dan negara Eropa lain, dijadwalkan berlangsung pada 13 Januari nanti.
Sejauh ini, belum tampak tanda-tanda NATO akan menerima proposal Rusia ataupun arah penyelesaian sengketa ini. Apa boleh buat, sejauh ini teras Rusia masih membara, meski petinggi Eropa sudah bertandang ke perbatasan Ukraina.
ABDUL MANAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo