Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyatakan ingin mendorong percepatan proses politik menuju transisi kekuasaan di Haiti, sambil menyangkal bahwa mereka mendesak Perdana Menteri Ariel Henry mundur dari posisinya.
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Linda Thomas-Greenfield mengaku bertemu dengan Henry saat menghadiri pertemuan Komunitas Karibia (CARICOM) di Guyana beberapa pekan lalu. Dia berkata AS prihatin dengan situasi di Haiti saat ini.
“Dan kami khawatir tentang bagaimana kami dapat memajukan proses politik yang tidak hanya akan memberikan keamanan, namun juga mendukung kebutuhan rakyat Haiti,” katanya usai membacakan laporan tentang Sudan di New York pada Rabu, 6 Maret 2024.
Ketika ditanya wartawan apakah Amerika Serikat bermaksud meminta Henry untuk mundur, Thomas-Greenfield menepis hal itu. Dia menjelaskan maksud dari pernyataannya adalah meminta Perdana Menteri Haiti untuk “melanjutkan proses politik yang akan mengarah pada pembentukan dewan transisi presiden yang akan mengarah pada pemilihan umum”.
Dia menilai ada keadaan mendesak untuk proses tersebut segera dimulai demi mengembalikan keadaan menjadi kembali normal bagi masyarakat Haiti.
Dalam kesempatan berbeda, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre menjawab pertanyaan serupa dari wartawan tentang ucapan Thomas-Greenfield. “Kami jelas tidak mendorong Perdana Menteri untuk mengundurkan diri. Bukan itu yang kami lakukan,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Putih, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa Amerika Serikat telah lama membicarakan dengan CARICOM dan mitra-mitranya di Haiti tentang percepatan proses pemilu yang bebas dan adil di negara Karibia tersebut.
“Hal ini akan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih perdana menteri mereka secara demokratis,” katanya. “Jadi, itu bukan hal baru dan kami tentunya tidak akan memaksanya untuk mengundurkan diri.”
Henry telah menunda pemilu yang dijanjikan sebelumnya, dengan mengatakan bahwa keamanan harus terlebih dahulu dibangun di negara itu agar pemilu bisa berlangsung secara bebas dan adil.
Perdana menteri itu dilantik sebagai kepala pemerintahan baru tak lama setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada Juli 2021, dalam upaya menstabilkan Haiti yang berada di ambang kekacauan. Moïse sendiri yang memilih Henry untuk posisi itu sebelum dia dibunuh.
Pengambilan sumpah Henry saat itu dipandang sebagai langkah penting menuju penyelenggaraan pemilu seperti yang diminta oleh banyak warga Haiti dan komunitas internasional.
Henry sekarang tengah berada di Puerto Rico sejak Selasa, dan belum kembali ke negaranya yang sedang dilanda konflik geng kriminal setelah melakukan perjalanan ke Kenya untuk menggalang dukungan keamanan.
Henry bertolak ke luar negeri untuk menagih kepemimpinan Kenya dalam misi keamanan untuk Haiti yang telah lama tertunda meski telah diratifikasi PBB. Ia pertama kali meminta hal itu pada 2022 untuk membantu melawan geng-geng yang semakin kuat, namun banyak negara yang lamban memberikan dukungan sukarela.
Amerika Serikat berkata telah bekerja sama dengan Kenya untuk memajukan inisiatif tersebut. Belum ada tanggal yang pasti untuk hal itu, namun Thomas-Greenfield mengatakan negaranya berharap “tindakan itu akan dilakukan dengan cepat”.
Jimmy Cherizier alias Barbeque yang memimpin aliansi besar geng-geng kriminal yang telah memicu krisis kemanusiaan di ibu kota Port-au-Prince, telah memberi isyarat bahwa geng-geng tersebut dapat melawan misi PBB tersebut sebagai front persatuan.
“Jika Ariel Henry tidak mundur, jika komunitas internasional terus mendukung Ariel Henry, mereka akan membawa kita langsung ke perang saudara yang akan berakhir dengan genosida,” kata Cherizier pada konferensi pers, Selasa.
Dia menambahkan bahwa aliansi geng besar yang dikenal sebagai Viv Ansanm (Hidup Bersama) berencana menganeksasi wilayah-wilayah strategis agar mereka dapat menggulingkan Henry “secepat mungkin”. Para pendukung internasional perdana menteri itulah yang harus disalahkan atas kematian warga Haiti, katanya.
Kelompok hak asasi manusia lokal RNDDH mengatakan bahwa setidaknya sembilan kantor polisi telah dibakar, 21 bangunan umum atau toko telah dijarah, dan lebih dari 4.600 tahanan melarikan diri dari penjara dalam seminggu terakhir.
REUTERS
Pilihan editor: Afrika Selatan Desak ICJ Perintahkan Gencatan Senjata, Gaza Dilanda Kelaparan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini