Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

AS Sodorkan Bukti Kekerasan terhadap Warga Rohingya

Tujuan penyelidikan bukan soal genosida, melainkan dokumentasi kekejaman militer.

26 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat mengklaim menemukan bukti adanya kekerasan sistematis oleh militer Myanmar terhadap warga Rohingya. Washington menyebutkan, militer Myanmar secara terencana dan terkoordinasi mengobarkan serangan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kekejaman lain terhadap etnis minoritas muslim tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kekerasan belum lama ini di Negara Bagian Rakhine, Myanmar utara, bersifat ekstrem, dalam skala besar, meluas, dan tampaknya dilakukan untuk meneror dan mengusir penduduk Rohingya," demikian bunyi laporan yang dikeluarkan Bureau of Intelligence and Research seperti dilansir VoA, kemarin. "Ruang lingkup dan skala operasi militer bersifat terencana dan terkoordinasi dengan baik."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan Departemen Luar Negeri Amerika didasarkan pada wawancara terhadap lebih dari seribu laki-laki atau perempuan Rohingya di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Kamp pengungsi seperti di Kutupalong dan di Cox’s Bazar, Bangladesh, menjadi tempat bagi sekitar 700 ribu warga Rohingya yang kabur setelah serangan militer Myanmar di Rakhine pada Agustus tahun lalu.

Seperti dilansir Reuters, dalam laporan tersebut, korban selamat menggambarkan secara mendetail hal yang mereka saksikan, termasuk tentara yang membunuh anak-anak, penembakan terhadap orang yang tidak bersenjata, dan korban yang dikubur hidup-hidup. Mereka juga menceritakan serangan seksual oleh militer yang dilakukan di depan umum.

Meski demikian, laporan setebal 20 halaman itu tidak menyebutkan kekerasan militer Myanmar sebagai pembersihan etnis atau kejahatan terhadap kemanusiaan (genosida). Sejumlah pejabat Amerika tidak bersepakat, sehingga peluncuran laporan tersebut tertunda selama hampir satu bulan.

Pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan, tujuan penyelidikan itu bukan untuk menentukan ada-tidaknya genosida, melainkan untuk mendokumentasikan fakta adanya kekejaman militer. Penyelidikan ini juga mendorong permintaan pertanggungjawaban para pelaku kejahatan.

Hasil penyelidikan Departemen Luar Negeri Amerika muncul hampir satu bulan setelah laporan milik penyelidik Tim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Laporan Tim PBB menyebutkan bahwa militer Myanmar diduga bertindak dengan "niat genosida". PBB menyerukan pemimpin dan lima jenderal militer Myanmar dituntut berdasarkan hukum internasional. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyatakan memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki kasus tersebut.

Adapun juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, menolak berkomentar. Dia mengatakan tidak dapat menjawab pertanyaan melalui telepon. Demikian pula juru bicara militer Myanmar, Mayor Jenderal Tun Tun Nyi. Pemimpin militer Myanmar menegaskan, PBB tidak berhak untuk ikut campur dalam kedaulatan suatu negara. "Berbicara untuk mencampuri urusan internal (menyebabkan) kesalahpahaman," ujar Jenderal Min Aung Hlaing. REUTERS | SCROLL.IN | SUKMA LOPPIES


Bantuan Tambahan bagi Rohingya

Amerika Serikat berencana menggandakan bantuannya bagi warga Rohingya yang mengungsi di Bangladesh dan Myanmar. Duta Besar Amerika untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Nikki Haley, mengatakan bantuan senilai US$185 juta (Rp 2,7 triliun) itu ditujukan untuk membantu pengungsi Rohingya di kamp pengungsi di Bangladesh.

"Dana itu untuk memenuhi kebutuhan pangan, air, perawatan kesehatan, serta kebutuhan kritis lain di kamp pengungsi," ujar Haley dalam pertemuan tingkat menteri di New York menjelang Sidang Umum PBB. Dia juga mendorong para penyelidik PBB memberi penjelasan singkat kepada Dewan Keamanan PBB tentang krisis Rohingya.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian menjadi tuan rumah pertemuan para menteri tentang krisis tersebut. Hunt mengunjungi Myanmar pekan lalu dan mengatakan pemerintah harus memastikan tidak ada "tempat persembunyian" bagi mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan. Namun pemimpin militer Myanmar menolak adanya campur tangan asing terhadap kedaulatan negaranya.

Sekitar 16 negara ditambah Uni Eropa dan pejabat tinggi Amerika hadir dalam pertemuan di New York. Haley menjelaskan, dari dana tambahan US$ 185 juta itu, sekitar US$ 156 juta (Rp 2,3 triliun) akan disisihkan kepada pengungsi dan negara tuan rumah Bangladesh yang wilayahnya dijadikan kamp pengungsi. Dana total yang digelontorkan untuk krisis Rohingya mencapai US$ 389 juta (Rp 5,8 triliun) pada tahun lalu.

Menteri Luar Negeri Bangladesh Pororashtrya Montri kepada Reuters mengatakan bahwa pertemuan tersebut berlangsung konstruktif. Dia juga menilai, laporan PBB harus menjadi dasar akuntabilitas untuk menyikapi krisis Rohingya. CHANNEL NEWS ASIA | REUTERS | SUKMA LOPPIES

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus