Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Atlet menembak asal Korea Selatan, Jin Jong-oh, diduga bertindak rasis terhadap pesaingnya asal Iran, Javad Foroughi, dalam perhelatan Olimpiade Tokyo. Jin menyebut Foroughi, yang meraih medali emas di nomor pistol 10 meter putra, sebagai teroris dan kemenangannya tidak masuk akal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagaimana bisa teroris memenangkan emas? Hal paling konyol dan membingungkan," kata Jin kepada reporter di Bandara Seoul, seperti dikutip dari Korea Times, Ahad, 1 Agustus 2021.
Pernyataan Jin Jong-oh ini menuai kontroversi dari masyarakat luas. Kalimat #SouthKoreaRacist pun memuncaki trending topic di Twitter. Belakangan Jin menyampaikan permohonan maafnya lewat media sosial. "Saya meminta maaf kepada Foroughi. Saya menghormati juara Olimpiade," ucap dia.
Bukan kali ini Korea Selatan terserempet kasus rasisme. Saat pembukaan Olimpiade Tokyo, misalnya, stasiun televisi MBC memperkenalkan negara-negara peserta dengan stereotip dan kalimat negatif. Hal ini memicu kemarahan sejumlah penduduk yang negaranya disinggung seperti Indonesia dan Haiti.
Rasisme di Korea Selatan
Mengutip sigi World Values Survey (WVS) pada rentang 2017-2020, dari 1245 warga Korea Selatan yang disurvei, 15,2 persen mengatakan bahwa mereka tidak ingin bertetangga dengan orang dari ras yang berbeda, seperti dikutip dari laman resminya, 1 Agustus 2021. Namun hal ini lebih baik dibandingkan survei pada 2010-2014 yang menghasilkan angka 34,1 persen.
Survei WVS turut mendapati warga Korea Selatan yang tidak menginginkan imigran atau pekerja asing sebanyak 44,2 persen pada tahun 2010-2014 dan turun menjadi 22 persen pada tahun 2017-2020.
Sementara itu, survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea pada 22 Juli-5 September 2019 menunjukkan 68,4 persen dari 310 warga asing pernah mengalami diskriminasi saat berada di negeri gingseng itu, seperti dikutip dari Korea Herald, 20 maret 2020. Sebanyak 56 persen di antaranya mengatakan diremehkan secara verbal, 46,9 persen mendapat gangguan privasi, 43,1 persen mendapat kerugian di tempat kerja, 28.9 persen ditolak saat melamar pekerja, dan 7 persen dilecehkan secara seksual.
Tanggapan dari korban diskriminasi di Korea Selatan sekitar 48,9 persen memilih hanya menerimanya meskipun mereka ingin menindaklanjutinya dan 50,2 persen memberitahu anggota keluarga atau teman. Sekitar 32 persen meminta bantuan dari teman dan kolega serta 29 persen hanya menerima diskriminasi sebagai "wajar" bagi orang asing.
Melihat data ini, Komnas HAM Korea Selatan menilai rasisme ini didasarkan pada sikap supremasi Korea yang memandang rendah para migran dari negara-negara yang lebih miskin. Mereka juga menyerukan untuk diberlakukannya undang-undang anti-diskriminasi di Korea Selatan oleh pemerintahnya.
TATA FERLIANA
Baca juga: