Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perhelatan tahun baru belum lama usai. Harapan dan pesan-pesan perdamaian baru saja dikirimkan dari berbagai belahan dunia menyambut datangnya tahun 2003. Tapi di Downing Street 10, London, Perdana Menteri Inggris Tony Blair sudah pusing kepala pada hari-hari pertama bulan Januari. Dia harus mengumumkan dua bahaya besar yang harus dihadapi rakyat Inggris pada tahun ini, yakni perang terhadap Irak dan perang terhadap terorisme. Tidak tanggung-tanggung, Blair menyatakan hal ini dalam pidato tahun barunya bagi seluruh rakyat Inggris pada pekan silam.
Menghadapi bahaya tersebut, pemerintah Inggris bergegas menyiapkan undang-undang baru untuk menghadang ancaman senjata kimia dan biologi dari para teroris. Salah satu rencana adalah mengisolasi London, ibu negeri Inggris, jika diperlukan. Sebagai kompanyon Amerika Serikat (AS) paling setia dalam perang (melawan Afganistan dan mungkin nanti dengan Irak), Inggris secara tak langsung telah menempatkan diri dalam "posisi bidik" bagi musuh-musuhnya. Untuk membabat Irak, misalnya, Inggris telah menyiagakan 50 ribu anggota pasukannya.
Blair dan para pembantunya tampaknya menghitung pula jika musuhnya menggeliat bangun untuk membalas dendam. Maka disiapkanlah sebuah undang-undang baru. Mulai dibahas pada Januari 2003, undang-undang ini akan memberikan kekuasaan besar bagi polisi militer untuk melakukan karantina di London serta kota-kota lain jika para teroris berkunjung sembari menenteng senjata kimia atau biologi. Karantina itu dilakukan dengan tujuan menghindari penyebaran infeksi ke seluruh negeri.
Rencana perang dengan Irak menjadi salah satu alasan digarapnya undang-undang ini. Irak selama ini memang dituding punya stok senjata kimia dan biologi yang cukup untuk membikin hancur musuh-musuh Baratnya—termasuk Inggris. Komite Vaksinasi dan Imunisasi Inggris memperingatkan pemerintah bahwa penyakit cacar bisa menjadi salah satu senjata biologis bagi teroris. Jika serangan itu terjadi dan karantina tak segera dilakukan, warga Inggris bisa-bisa bopeng dan mati karena cacar dalam waktu singkat. Apalagi cacar sudah jadi "penyakit kuno" di negeri itu. Vaksin anticacar dilaksanakan di negeri itu pada era 1970.
Kebijakan karantina tersebut akan menjadi bagian dari Undang-Undang Darurat Sipil yang baru sekaligus kelanjutan dari Undang-Undang Antiterorisme yang disahkan dua tahun lalu. Dengan Undang-Undang Antiterorisme yang sudah ada, sebenarnya polisi Inggris sudah berwenang mengevakuasi atau menutup suatu wilayah. Tetapi mereka tidak memiliki hak legal untuk menutup atau memblokade wilayah tertentu dengan alasan kesehatan meskipun ada serangan teroris. Dan elemen ini yang ditambahkan dalam Undang-Undang Darurat Sipil yang baru nanti.
Seorang juru bicara kabinet Blair mengakui masih ada masalah hukum dalam rancangan undang-undang baru tersebut, yakni seberapa jauh aturan hukum itu bisa diterapkan. Ada kekhawatiran, sebuah kota bisa dikorbankan demi alasan karantina, sementara yang terkena serangan senjata biologis atau kimia itu hanya beberapa orang.
Undang-Undang Darurat Sipil baru ini juga merupakan pembaruan dari undang-undang yang disahkan pada 1948 dan 1986 untuk mengatur struktur pertananan sipil. Kini dianggap tak lagi relevan, kedua undang-undang lama itu dipakai dalam era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Nah, pembaruan dalam Undang-Undang Darurat Sipil ini diniatkan untuk mengatur struktur pertahanan sipil abad ke-21 yang rentan menghadapi bahaya terorisme—lebih-lebih setelah terjadinya serangan 11 September di Amerika.
Toh, tak sedikit tentangan yang muncul terhadap RUU Darurat Sipil ini.
Pihak oposisi di parlemen maupun organisasi-organisasi nonpemerintah menganggap RUU ini draconian alias keterlaluan kasarnya. Untuk memblokade penyebaran infeksi, misalnya, polisi dizinkan "mengurung" penduduk sebuah wilayah yang dianggap dilanda hama virus. Warga dalam wilayah itu dilarang keras bergeser dari sana—tak peduli mereka sudah terinfeksi atau belum. Sebaliknya, orang-orang di luar kawasan sama sekali tak boleh menyelolong ke kawasan bervirus—apa pun alasannya.
Kalau ada yang nekat bikin kekacauan karena tidak setuju? Pasukan yang bertugas dipersilakan men-dor mereka yang mbalelo. Menjawab para penentang RUU tersebut, Wakil Perdana Menteri Inggris John Prescott menyatakan, "Kita perlu mengambil tindakan yang paling efektif dalam situasi sulit semacam itu."
Situasi sulit? Profesor Michael Langman dari Komite Vaksinasi dan Imunisasi memberi bayangan sebagai berikut. Bila teror senjata kimia itu benar-benar berlangsung, warga yang wilayahnya terkena infeksi akan panik. Mereka akan bersicepat melompat ke dalam kendaraan dan berusaha kabur bersama seluruh keluarganya dari wilayah tersebut karena ingin menghindari kontaminasi. "Tetapi mereka harus dihentikan," ujar Langman. Dengan demikian, infeksi tidak menyebar ke seluruh wilayah Inggris.
Departemen Pertahanan akan menyiapkan Pasukan Reaksi Darurat Sipil yang beranggotakan 7.000 orang saat undang-undang ini diterapkan kelak. Mereka akan ditempatkan di 14 wilayah di Inggris—tiap wilayah akan mendapat jatah 500 anggota pasukan. Mereka akan dikerahkan kalau ada permohonan dari pemerintahan sipil setempat dan dengan pengarahan komandan militer yang bertanggung jawab atas keamanan dan pertahanan dalam negeri.
Meski tidak menentang seratus persen, pihak oposisi menuntut agar pemerintah menjamin bahwa masyarakat yang terkena infeksi akan mendapatkan bantuan maksimal dan sesegera mungkin—kendati mereka tengah diisolasi. Seperti yang dikemukakan anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal, Edward Davey, "Publik harus diyakinkan bahwa mereka yang dikarantina akan dibantu sepenuhnya." Davey melanjutkan, "Undang-undang ini dapat diterima kalau ada jaminan pelayanan dekontaminasi dan pemulihan yang benar."
Selain menggarap undang-undang baru dan menyediakan pasukan khusus, pemerintah Inggris juga membekali diri dengan 60 juta dosis vaksin anticacar. Ini jumlah yang cukup untuk seluruh rakyat Inggris. Tapi pemerintah menolak melakukan vaksinasi pencegahan. Komite Vaksinasi dan Imunisasi Inggris juga menyarankan kepada pemerintah agar pengenalan penyakit cacar kepada publik diprogramkan sedini mungkin. Upaya lain adalah membuat masyarakat terus berjaga-jaga terhadap bahaya terorisme yang bisa datang sewaktu-waktu.
Aparat pemerintah kini giat membagikan selebaran kepada sekitar 24 juta rumah warga Inggris. Pesan dalam selebaran itu berbunyi: "go in, stay in, tune in" alias kunci pintu rapat-rapat jika terjadi serangan. Jutaan poundsterling biaya sudah dihabiskan untuk "persiapan menghadapi perang"—belum lagi segala kerepotan dan kepanikan yang melanda masyarakat.
Bagaimanapun, itulah "cicilan awal" dari harga yang harus dibayar oleh Inggris, Amerika Serikat, atau negara mana pun yang memutuskan untuk masuk dua arena pertarungan berdarah: melawan terorisme dan melawan Saddam Hussein.
Purwani Diyah Prabandari (BBC, Independent, Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo