Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Blokir Truk Kemanusiaan Masuk Gaza, Ekstremis Israel: Musuh Dibunuh, Bukan Diberi Makan!

Ratusan ekstremis dan kerabat sandera Israel menghalangi masuknya truk bantuan kemanusiaan ke Gaza selama lebih dari sepekan terakhir

3 Februari 2024 | 17.32 WIB

Para pengunjuk rasa memblokir bantuan kemanusiaan di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di pelabuhan Ashdod di Israel , 1 Februari 2024. REUTERS/Dylan Martinez
Perbesar
Para pengunjuk rasa memblokir bantuan kemanusiaan di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di pelabuhan Ashdod di Israel , 1 Februari 2024. REUTERS/Dylan Martinez

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan ekstremis sayap kanan dan kerabat dari warga Israel yang disandera di Gaza berunjuk rasa dengan menghalangi masuknya truk bantuan kemanusiaan ke wilayah kantung itu pada Jumat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mereka telah melakukan aksi protes selama lebih dari seminggu di jalanan menuju perlintasan untuk mencegah bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pengunjuk rasa secara terbuka mengatakan  bahwa menghalangi makanan dan air bagi warga sipil Gaza adalah sebuah metode menekan Hamas agar membebaskan 136 sandera yang masih ditahan.

“Musuh harus dibunuh, bukan diberi makan,” teriak Orit Rosenfelder, 22 tahun, yang mengenakan bendera Israel seperti dilansir El Pais. “Semua bantuan yang masuk melalui pelabuhan ini digunakan untuk mendukung musuh-musuh kita, sehingga mereka bisa terus membunuh kita,” katanya.

Nada suara peserta lainnya mirip dengan nada Rosenfelder. “Kami ingin pemerintah kami berhenti membantu teroris, namun mereka tidak memiliki keberanian untuk menghentikan pengiriman,” bantah Yeshava Kest, 23 tahun.

Kest mengklaim bahwa Hamas mengendalikan semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza. Ia juga menggemakan seruan oleh beberapa anggota pemerintahan koalisi Benjamin Netanyahu untuk pengusiran penduduk Palestina dari Gaza.

Ratusan ribu warga Palestina berusaha bertahan hidup tanpa kebutuhan dasar akibat serangan Israel dan blokade Gaza, di mana lebih dari 27.000 orang tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.

Komunitas internasional memberikan tekanan untuk mencegah Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata. Namun, terdapat indikator yang memperjelas bahwa taktik hukuman kolektif ini didukung secara luas oleh rakyat Israel.

Ketika ditanya apakah pengiriman bantuan harus dihentikan sampai para sandera dibebaskan, 72% responden menjawab ya, menurut jajak pendapat yang dilakukan minggu ini oleh stasiun televisi Israel Channel 12.

“Membantu teroris, memberi mereka bahan bakar, air, makanan... sehingga mereka terus membunuh rakyat kami, warga sipil tak berdosa. Untuk memperkosa wanita. Apa yang terjadi di sini tidak terjadi di mana pun di dunia, bahkan di Afghanistan sekalipun. Ini gila,” kata Kest, yang melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Ashdod untuk ikut serta dalam protes tersebut.

Dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza tidak memiliki akses terhadap makanan dan air. Mereka juga kekurangan listrik dan bahan bakar untuk generator.

Hampir dua juta warga Palestina terpaksa mengungsi akibat pemboman Israel, yang telah menghancurkan atau merusak sekitar 70% bangunan di Jalur Gaza, memaksa pengungsi mencari perlindungan di tenda-tenda darurat di tengah musim dingin.

“Tidak ada orang yang tidak bersalah di Gaza. Jika Anda menonton berita, Anda melihat mereka mempunyai amunisi di mana-mana, di setiap sekolah, di setiap rumah. Segalanya untuk membunuh kami. Jika mereka ingin membunuh kami, yang tersisa hanyalah membunuh mereka,  kata Rosenfelder.

"Dan, tentu saja, kembalikan sandera kita. Satu-satunya cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan tidak memberikan mereka makanan. Mereka ingin makanan? Berikan kami sandera kami. Mereka memberi sandera sepotong roti pita sehari, sementara kami membawakan mereka 7.500 ton makanan setiap hari,” kata Rosenfelder.

Salah satu penyelenggara protes tersebut adalah Forum Tikvah, sebuah kelompok yang terdiri dari keluarga sandera Israel yang mendukung respons yang lebih keras terhadap Hamas. Kelompok pejuang Palestina itu menyandera 250 warga Israel dalam serangan 7 Oktober, ketika sekitar 1.140 orang terbunuh.

"Para pengunjuk rasa yang menghalangi masuknya bantuan ke Gaza, termasuk beberapa anggota keluarga sandera, memblokir perlintasan Nitzana (di selatan Israel), mengklaim bahwa tidak satu pun truk bantuan untuk Hamas dapat lewat disini," kata media Israel.

"Truk bantuan dengan tujuan Gaza tidak dapat memasuki perlintasan Nitzana," tetapi otoritas itu menekankan bahwa 79 truk dapat masuk melalui perlintasan Kerem Shalom di selatan Israel.

Israel pada Januari memutuskan untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan terbatas memasuki Gaza setelah melewati pemeriksaan di perlintasan Kerem Shalom dan Nitzana.

Media Israel melaporkan pada Januari bahwa Amerika Serikat menekan Israel agar mengizinkan lebih bayak bantuan masuk melewati perlintasan Kerem Shalom dan Nitzana, yang ditutup oleh Israel setelah dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober.

Tentara Israel menyatakan area perlintasan “ditutup secara militer” dalam dua hari terakhir untuk mencegah pengunjuk rasa menghalangi truk, namun pengunjuk rasa terus berdemo di jalan menuju penyeberangan untuk memblokir jalan masuk untuk truk kemanusiaan.

Taktik kelompok tersebut, khususnya memblokir truk bantuan, telah menuai kritik dari kelompok hak asasi manusia pada saat Israel menghadapi tuduhan bahwa mereka tidak berbuat banyak untuk melindungi kehidupan warga sipil di Gaza.

ANADOLU | THE TIMES OF ISRAEL | EL PAIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus