Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bredel Calon Presiden

Hosni Mubarak dituduh menyingkirkan Ayman Nour, calon pesaing putranya, Gamal Mubarak, dalam pemilihan presiden mendatang.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruang sidang pengadilan kota Kairo sesak oleh polisi. Ada yang berseragam, ada yang berpakaian preman. Mereka membentuk pagar betis di pintu masuk untuk menghalangi pengunjuk rasa. Pagi itu—Sabtu, dua pekan lalu—Ayman Nour, pemimpin Partai Ghad (Masa Depan), sedang menantikan putusan. Ia dituduh memalsukan seribu tanda tangan saat mendaftarkan partainya, yang dikenal sebagai partai oposisi, dalam pemilihan presiden September lalu.

Dalam sidang sebelumnya, Nour membantah tuduhan jaksa. Terdakwa lain, Ayman Ismail, yang semula mengaku memalsukan dokumen atas perintah Nour, juga mencabut kesaksiannya. Dia mengaku dipaksa mengarang cerita. Pencabutan kesaksian ini mematahkan tuduhan jaksa. Namun, majelis hakim yang diketuai Adel Abdel Salam Gomaa bergeming. ”Nour bersalah!” kata Gomaa. Ia divonis penjara lima tahun.

Seketika, suasana hiruk-pikuk. Nour berteriak mengecam Presiden Mesir Hosni Mubarak. Istri Nour, Gamila Ismail, dan serta para pendukungnya memekik di luar ruang sidang, ”Mampuslah Mubarak!”

”Ini pengadilan politik untuk menghancurkan Nour,” ujar Amin Salim, pengacara Ayman Nour. Amin Salim menuduh pemerintah memusnahkan petisi asli dan menggantinya dengan yang palsu. Nour dan pengacaranya memilih naik banding.

Vonis itu menimbulkan efek hingga jauh ke Washington. Satu jam setelah palu diketuk, pemerintahan Presiden Amerika George W. Bush meminta Nour dibebaskan: ”Vonis terhadap Nour menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Mesir terhadap demokrasi, kebebasan, dan pelaksanaan hukum,” begitu bunyi maklumat dari Gedung Putih. Uni Eropa juga mengecam vonis itu.

Sebegitu pentingkah sosok Ayman Nour bagi Amerika?

Selama ini Mesir adalah sekutu penting Amerika Serikat di Timur Tengah. Rezim Mubarak telah menerima kucuran duit dari Washington senilai US$ 2 miliar (Rp 19,8 triliun) setahun. Amerika meminta pemerintah Mesir menggunakan dana itu untuk membendung kelompok fundamentalis seperti Ikhwanul Muslimin. Tapi ternyata politisi liberal seperti Nour ikut-ikutan diberangus.

Nour, 41 tahun, sejatinya hanya oposan kagetan. Sudah 10 tahun ia menjadi anggota parlemen yang takzim mendukung kekuasaan Mubarak. Dia baru putar haluan saat parlemen mengamendemen undang-undang pemilihan presiden yang memunculkan lebih dari satu kandidat presiden. Ia ngebut mendirikan Partai Ghad pada Oktober 2004. Melalui Ghad, dia berupaya merebut kursi presiden.

Popularitas Nour melejit pada September lalu ketika ia menjadi satu-satunya calon presiden—dari belasan orang— yang paling meyakinkan untuk menantang Mubarak dalam pemilu. Namun, ia keok setelah digilas mesin politik sang Presiden. Nour hanya mengantongi 8 persen suara. Mubarak meraup 89 persen.

Rupanya nasib Nour cukup menyedot simpati Washington. Sejak sebelum pemilu ia sudah dijerat kasus pemalsuan tanda tangan. Atas tekanan Amerika, pengadilannya ditunda sehingga dia bisa ikut pemilihan presiden. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice sempat menunda kunjungan ke Mesir sebagai protes atas penahanan Nour saat kasusnya disidangkan.

Para pengamat percaya, Nour adalah ancaman serius bagi Mubarak ketimbang Ikhwanul Muslimin. Sebab, meski Ikhwan menyabet 20 persen kursi pada pemilu parlemen, November lalu, konstituen Nour sama dengan pendukung Mubarak: sekuler, terdidik, bersahabat dengan Barat, dan kelas menengah. Bagi Washington, politisi seperti Nour bisa menjadi alternatif pemimpin Mesir untuk menjaga kepentingan Amerika di Timur Tengah.

Nour juga dinilai sebagai pemimpin oposisi yang kredibel dan kandidat potensial pada pemilu 2011. Saat itu, Mubarak mengakhiri periode kelima pemerintahannya. Jika ”putra mahkota” Gamal Mubarak, 41 tahun, maju dalam pemilu nanti, Nour pasti akan menjadi pesaing beratnya. ”Nour mampu berkompetisi melawan Gamal Mubarak,” kata pengamat politik Fahmy Howeidy.

Alhasil, banyak warga Mesir percaya Nour sejatinya dibui karena alasan ”masa depan”. Dia bisa menjadi ancaman serius kelak bagi ayah dan anak: Hosni Mubarak serta Gamal Mubarak.

Raihul Fadjri (NY Times, Reuters, AFP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus