Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEGIN akhirnya berkunjung ke Mesir. Pembesar Israel pertama yang
berkunjung ke Mesir itu diterima oleh Presiden Anwar Sadat pada
hari natal yang lalu di Ismailia, sebuah kota kecil di tepi
terusan Suez. Pada rencana semula, kunjungan hanya akan
berlangsung selama beberapa jam, tapi kemudian terbukti bahwa
Begin bermalam di Ismailia. Meski demikian. pertemuan penting
itu tidak juga menghasilkan keputusan istimewa. Seperti telah
diduga semula, terhadap masalah Palestina. kedua belah pihak
tidak mencapai kesepakatan.
Negara Palestina
Di lapangan terbang Ben Gurion, Tel Aviv. beberapa saat setelah
menyelesaikan penerbangan dari Mesir. tanggal 26 Desember yang
lalu, Begin dan Moshe Dayan, menlu, memberikan keterangan yang
kelihatannya bertentangan. Perdana Menteri Begin berkata:
"Pertemuan Ismailia berhasil." Tapi Dayan dikutip oleh para
wartawan sebagai mengatakan: "Masih ada jurang pemisah. Terutama
dalam soal Palestina." Di Ismailia, Begin kabarnya berkata
dengan tegas: "Saya tidak ingin menjadi Perdana Menteri Israel
yang menandatangani persetujuan berdirinya sebuah negara
Palestina.
Pada deklarasi bersama. Begin Sadat yang disiarkan di akhir
pertemuan mereka. posisi kedua belah pihak dalam masalah
Palestina tertulis sebagai berikut: "Posisi Mesir adalah bahwa
di Tepian Barat (sungai Yordan) dan Tanah Genting Gaza harus
didirikan sebuah negara Palestina. Posisi Israel ialah bahwa
orang-orang Arab Palestina di Yudea, Samaria dan tanah genting
Gaza harus menikmati sebuah pemerintahan yang otonom." Dalam
penjelasan lisannya pada konperensi pers, Begin menjelaskan
bahwa otonom Palestina itu terbatas pada pengurusan dalaun
negeri, sedang urusan keamanan dan hubungan luar negeri masih
akan tetap berada di tangan Israel.
Begin tidak meninggalkan Ismailia dengan kosong. Dalam deklarasi
bersama juga disebut adanya peningkatan pertemuan Kairo -
dimulai tanggal 14 Desember dari tingkat pejabat tinggi menjadi
tingkat menteri. Masalah yang akan menjadi topik pembicaraan
tingkat menteri itu meliputi soal-soal politik dan militer.
Dalam hal ini, menteri luar negeri dan menteri pertahanan yang
akan bersibuk. "Sidang-sidaag yang membahas politik akan
berlangsung di Kairo. Sedang yang bersifat militer akan
diadakan di Yerusslem," begitu Sadat menjelaskan kepada para
wartawan pekan silam.
Kelompok Penolak
Pembicaraan yang menyangkut masalah militer sebenarnya sudah
berlangsung sebelum kunjungan Begin ke Ismailia. Tanggal 20
Desember yang lalu, Menteri Pertahanan Israel, Jenderal Weizman
melakukan sebuah kunjungan rahasia ke Iskandaria, kota pelabuhan
utarna Mesir. Di sana ia melakukan pembicaraan dengan Menteri
Peperangan Mesir, Jenderal Gani Gammasi. Dalam pembicaraan itu
kabarnya Israel secara terbuka menawarkan penarikan
pasukan-pasukannya dari jazirah Sinai yang mereka duduki sejak
perang tahun 1967. "Jika formula Israel bisa berlahu di Sinai,
maka pada dataran tinggi Golan dan tanah genting Gaza, formula
yang sama juga akan diberlakukan," komentar seorang juru bicara
di Yerusalem. Tapi karena Mesir menghindari penyelesaian
sepihak, pembicaraan Gammasi dengan Weizman belum bisa dinikmati
hasilnya dalam waktu singkat.
Juga kunjungan Weizman ke Iskandaria bukan tanpa hasil sama
sekali. Atas desakan Jenderal Gammasi, beberapa saat sebelum
Begin memulai kunjungannya ke Ismailia, sejumlah tahanan
Palestina di penjara-penjara Israel dibebaskan. Tapi uluran
tangan Israel ini sama sekali tidak digubris oleh orang-orang
Palestina yang tergabung dalam PLO. Setelah secara resmi
menggabungkan diri dalam kelompok penolak terhadap inisiatif
damai Sad'at, yang dilakukan PLO hanyalan mengutuk Sadat dan
tindakan-tindakan politiknya. Bahkan seorang tokoh Palestina di
tepian barat sungai Yordan, Hamdi Al.Qadi, pekan silam dibunuh
oleh gerilyawan Palestina. Kesalahannya: "Berkolaborasi dengan
orang-orang Israel yang kini bersekongkol dengan Presiden
Sadat."
Suasana Psikologis
Setelah kunjungan Begin, Timur Tengah lebih diramaikan oleh
serangan terhadap Sadat. Ia kini dalam posisi tertu duh sebagai
"elah memberi konsesi terlalu banyak kepada Israel." Itu
tuduhan yang paling ringan. Radio Suriah pehan silam sudah
dengan jelas menyebutnya sebagai pengkhianat bangsa Arab, sedang
PLO Inenyebutnya sebagai melakukan "persekutuan dengan Zionis."
Harapan baru di Timur Tengah nampaknya tertumpu pada Presiden
Amerika, Carter, yang pekan ini melakukan kunjungan ke Saudi
Arabia. Para peninjau melihat kemungkinan bahwa Raja Khaled dari
Saudi Arabia akan memainkan suatu peranan penting dengan
mendesak Carter agar membujuk Israel untuk tidak mengecewakan
Sadat. "Sebab jika Sadat gagal. Mesir bisa beralih tangan ke
pemerintahan yang radikal dan ini akan makin mempersulit
penyelesaian di Timur Tengah."
Dan tanda-tanda bakal munculnya kesulitan itu sudah terlihat
dengan jelas pekan silam. Hari Rabu, 8 Desember yang lalu
beberapa saat sebelum memulai kunjungan muhibahnya ke luar
negeri Presiden Amerika Serikat. Carter. dikutip sebagai tidak
menyetujui berdirinya sebuah negara Palestina di tepian barat
sungai Yordan dan di tanah genting Gaza. "Saya betul-betul
kecewa dengan pernyataan Presiden Carter itu" kata Sadat hari
Jumat pekan silam. Carter, menurut Sadat, telah merusak
suasana psikologis yang telah dicapai di Timur Tengah sejak
kunjungan ke Yerusalem yang bersejarah itu.
Di Tel Aviv. Menachem Begin memberikan sambutan lain terhadap
pernyataan Carter tersebut. 'Pernyataan itu akan sangat
membantu kelancaran perundingan.' kata Begin. Tapi Carter cukup
cemas juga atas reaksi Mesir. Ia memutuskan untuk berkunjung
menemui Sadat, dan menjelaskan duduk soalnya. Tanpa bantuan
Carter nasib Sadat akan kian buruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo