Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HONG KONG - Ribuan demonstran kembali berunjuk rasa di Hong Kong, kemarin, dalam serangkaian protes terhadap rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Aksi kesekian kali ini telah menjerumuskan pusat keuangan dunia yang dikuasai Cina ke dalam krisis dan menghidupkan kembali oposisi publik terhadap cengkeraman Beijing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan ribu orang berbaris dari Victoria Park di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay ke Wan Chai. Rute mereka tak sejauh unjuk rasa sebelumnya karena polisi melarang dengan alasan masalah keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor pemerintah dan polisi, yang menjadi sasaran para pemrotes dalam aksi-aksi sebelumnya, dilindungi oleh penghalang air besar-besaran, kemarin. Media mengatakan 5.000 polisi sedang dikerahkan untuk mengawasi demonstran.
Protes itu terjadi sehari setelah puluhan ribu orang berkumpul untuk menyuarakan dukungan bagi kepolisian. Sejumlah pihak anti-RUU menuduh polisi menggunakan kekuatan berlebihan terhadap para aktivis dan menyerukan pengakhiran kekerasan.
Akhir pekan lalu, dua unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi pertikaian antara polisi dan aktivis yang menggunakan tongkat. Hal itu mengakibatkan sejumlah orang luka-luka dan lebih dari 40 orang ditangkap.
Jutaan orang telah berunjuk rasa selama dua bulan terakhir dalam unjuk kekuatan yang belum pernah terjadi terhadap pemimpin Hong Kong, Carrie Lam. Unjuk rasa besar-besaran tersebut mengguncang bekas koloni Inggris ini sejak kembali ke pemerintahan Cina pada 22 tahun yang lalu.
Lam telah meminta maaf atas kekacauan yang ditimbulkan oleh amendemen undang-undang ekstradisi ini dan menyatakannya "mati". Namun penentang RUU-yang akan memungkinkan ekstradisi ke Cina dan dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat-mendesak agar rancangan itu dicabut untuk selamanya.
Di bawah persyaratan penyerahan dari Inggris pada 1997, Hong Kong diizinkan mempertahankan kebebasan luas yang tidak dinikmati di daratan di bawah formula "satu negara, dua sistem", termasuk peradilan yang independen dan hak untuk protes.
Namun, bagi banyak penduduk Hong Kong, RUU ekstradisi adalah langkah terbaru dalam perjalanan tanpa henti menuju kontrol Beijing. Protes kadang-kadang melumpuhkan bagian dari distrik keuangan, menutup kantor pemerintah, dan mengganggu operasi bisnis di seluruh kota.
Cina mengutuk protes keras itu sebagai "tantangan tak terselubung" bagi formula "satu negara, dua sistem".
Para pejabat juga memperingatkan dampak kerusuhan terhadap ekonomi. Sebuah komentar yang dimuat di surat kabar People’s Daily, Partai Komunis Tiongkok, Ahad, menyatakan, "Jika kekerasan berlanjut, itu pasti akan memberi pukulan yang lebih besar bagi kemakmuran dan stabilitas Hong Kong."
Sejumlah aktivis pun dilaporkan melarikan diri ke Taiwan. Para pengunjuk rasa yang melarikan diri itu dituduh terlibat dalam peristiwa pembobolan gedung Dewan Legislatif Hong Kong selama demonstrasi menentang amendemen undang-undang ekstradisi pada 1 Juli lalu.
Mereka yang tiba di Taiwan sebagian besar adalah para siswa yang dibantu oleh organisasi non-pemerintah, sementara beberapa lainnya pergi dengan biaya sendiri. Laporan media itu mengutip Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang mengatakan para aktivis Hong Kong ini akan diperlakukan dengan layak atas dasar kemanusiaan.
"Departemen terkait mengetahui situasi ini," kata Tsai. Hong Kong dan Makau adalah daerah otonom di bawah pemerintahan Cina, sementara Taiwan dianggap sebagai provinsi yang memisahkan diri.
Sementara itu, polisi Hong Kong pada Jumat malam menyita gudang bahan peledak dan senjata di sebuah bangunan industri di Distrik New Territories, Tsuen Wan. Tiga orang ditangkap sehubungan dengan penyitaan, yang digambarkan polisi sebagai yang terbesar di Hong Kong. Mereka terancam menghadapi hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Dalam konferensi pers pada Sabtu, Inspektur Steve Li Kwai-wah mengatakan salah satu pria mengenakan kemeja dengan logo kelompok pro-kemerdekaan yang dilarang, Front Nasional Hong Kong, saat ditangkap.
"Ini adalah penyitaan terbesar yang pernah kami temui di Hong Kong," ujar Alick Mcwhirter, pengawas Biro Peledak Tata Cara Peledak (EOD), dilansir CNN. Belum diketahui apakah bahan peledak itu berkaitan dengan protes, tapi selebaran ihwal protes RUU anti-ekstradisi juga ditemukan di lokasi.
Bahan peledak TATP yang ditemukan di Hong Kong pernah digunakan dalam serangan Paris pada November 2015, pengeboman Brussels pada Maret 2016, pengeboman Manchester pada Mei 2017, dan upaya bom yang gagal di Gare Centrale, Brussels, pada 2017. REUTERS | CHANNEL NEWSASIA | CNN | HK FREE PRESS | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo