Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Drama Melayu di Pengujung Tahun

Perdana Menteri Abdullah Badawi memberlakukan Akta Keselamatan Dalam Negeri. Lima aktivis Hindu Malaysia ditahan 60 hari.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKTU baru menunjukkan pukul 09.45 ketika Anwar Ibrahim kembali menjejakkan kaki di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur. Udara cerah di luar bandara. Ia baru menempuh perjalanan panjang dari Istanbul, Turki. Sebuah rute ulang-alik yang belakangan ini sering dilakukan mantan wakil perdana menteri itu.

Ketika berkunjung ke majalah Tempo, Agustus silam, Anwar mengaku baru bertemu dengan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Menteri Luar Negeri (saat itu) Abdullah Gul, yang beberapa saat kemudian terpilih sebagai Presiden Turki. ”Kami bertiga bertemu secara tertutup membicarakan problem pemilu yang di Indonesia disebut sebagai jurdil (jujur dan adil—Red.) itu. Ini akan menjadi problem besar di Malaysia,” katanya (lihat Tempo, 27 Agustus 2007). Ringkasnya, ini sebuah perjalanan biasa yang tanpa hambatan.

Tapi, Selasa pekan lalu, sebuah ketidaklaziman terjadi. Politikus ulung yang pernah dipercaya Mahathir Mohamad sebagai penjabat perdana menteri pada 1997 itu dicekal pihak keamanan. ”Beliau diperiksa dan ditahan selama setengah jam,” ujar Wan Azizah Wan Ismail, Ketua Partai Keadilan Rakyat yang juga istri Anwar. ”Ini mengherankan karena selama ini jika beliau bepergian ke pelbagai negara tak pernah diperlakukan demikian,” kata Wan Azizah lagi

Simpang-siur berita penahanan itu sempat tersebar lewat pesan pendek telepon seluler yang juga beredar di Indonesia. Namun pihak Imigrasi menampik jika mereka disebutkan melakukan penahanan terhadap Anwar. ”Petugas kami hanya memeriksa dan menanyai orang-orang asing yang masuk ke negeri ini,” ujar Datuk Ishak Muhammad, Direktur Pengawasan dan Penindakan Imigrasi, seperti dikutip The Star. Seusai pemeriksaan di Imigrasi, Anwar menyatakan peristiwa itu sebagai tanda-tanda kejatuhan Abdullah Badawi. ”Kepercayaan masyarakat terhadap sistem kehakiman telah punah, kriminalitas meningkat, ekonomi makin lesu, dan media massa masih dikontrol UMNO-Barisan Nasional,” ujarnya.

Eskalasi suhu politik dalam negeri Malaysia memang meningkat cepat dalam sebulan terakhir. Dimulai dengan sebuah demonstrasi besar yang diikuti 40 ribu orang kaum oposisi di depan Istana Negara pada 10 November, keberanian para penentang pemerintah Badawi kian menjalar. Saat itu, tujuh pemimpin oposisi diizinkan memasuki Istana memberikan memorandum mereka yang menuntut penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih dan adil. Ketujuh pemimpin tersebut antara lain Presiden PAS Abdul Hadi Awang dan Nasharuddin Mat Isa, Presiden DAP Lim Kit Siang dan Lim Guang Eng, serta Anwar Ibrahim mewakili Partai Keadilan. Menanggapi demonstrasi itu, Perdana Menteri Badawi menyatakan, ”Saya pantang dicabar (ditantang—Red.).” Sedangkan tayangan televisi pemerintah selalu menyertakan teks berjalan yang berbunyi ”Demonstrasi selalu berakhir dengan kekerasan” di bawah gambar para demonstran.

Lewat serangkaian demonstrasi lain yang berujung pada protes kalangan oposisi terhadap penunjukan kembali Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Rashid Abdul Rahman di depan gedung parlemen (lihat kronologi demonstrasi dalam ”Politik Domestik Kian Panas”), santer bertiup kabar bahwa pemerintah akan menerapkan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA), yang menjadi momok kaum oposisi. Apalagi setelah Kepala Kepolisian Negara Tan Sri Musa Hassan memberikan sinyal tak akan ragu menggunakan akta itu jika keselamatan negara terancam. ”Dari tiga perhimpunan haram (demonstrasi ilegal—Red.), demonstrasi Hindraf adalah yang terburuk. Kita tak mau lagi ada satu noda hitam dalam sejarah negeri ini,” ucapnya mengacu ke kerusuhan 25 November yang melibatkan masyarakat etnis India. Hindraf atau Hindu Rights Action Force adalah organisasi swadaya masyarakat yang paling vokal menuntut penghapusan terhadap diskriminasi yang dialami masyarakat India Malaysia.

Ucapan Hassan bukan cuma gertak sambal. Pada 1987, penerapan ISA lewat Operasi Lalang memberangus ruang gerak lebih dari 100 aktivis prodemokrasi. Bagian paling mengerikan dari akta itu adalah pasal 73 ayat 1 yang memberikan kewenangan kepada polisi untuk menahan siapa pun yang dianggap berbahaya bagi negara sampai 60 hari tanpa dibutuhkan surat penahanan, pengadilan, atau akses untuk mendapatkan konsultasi hukum yang memadai. Setelah 60 hari, Menteri Keamanan Dalam Negeri, yang kini juga dijabat Abdullah Badawi, bisa memperpanjang periode penahanan sampai dua tahun.

Kamis petang pekan lalu, nasib buruk menghampiri lima pemimpin Hindraf di Selangor, Kuala Lumpur, dan Seremban. Kelimanya adalah P. Uthayakumar, M. Manoharan, R. Kenghadharan, V. Ganabatirau, dan T. Vasanthakumar, yang merupakan motor demonstrasi 25 November. ”Mana pembersihan etnis (yang dituduhkan Hindraf)?” ujar Badawi seperti dikutip kantor berita Bernama. ”Tak ada itu yang namanya penghapusan etnis India dari negeri ini,” katanya. ”Justru mereka yang tidak mencintai negeri ini dan haus kekuasaan.”

Suhu politik Malaysia menjelang akhir tahun tampaknya tak akan mendingin hanya dengan seringnya turun hujan.

Akmal Nasery Basral, Faisal Mustaffa (Kuala Lumpur, Malaysia)

Politik Domestik Kian Panas

10 November Sekitar 40 ribu warga pendukung BERSIH (Koalisi untuk Pemilihan Umum Bersih dan Adil) menggelar demonstrasi di depan Istana Negara. Tujuh tokoh oposisi, termasuk Anwar Ibrahim, diizinkan masuk Istana untuk menyerahkan memorandum kepada Sekretaris Istana.

25 November Sepuluh ribu warga Hindu Malaysia keturunan India melakukan demonstrasi memprotes pemerintah yang melakukan diskriminasi terhadap mereka.

9 Desember Sekitar 50 pengacara dan aktivis prodemokrasi memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional dengan turun ke jalan.

11 Desember Anwar Ibrahim sempat menjalani pemeriksaan panjang di bandara sepulang dari Istanbul pada pagi harinya. Pihak oposisi menggelar demonstrasi di depan gedung parlemen, menentang pencalonan kembali Abdul Rashid Abdul Rahman sebagai Ketua KPU. Sebanyak 25 tokoh aktivis sempat ditangkap, meskipun pada malam harinya semua dilepaskan.

13 Desember Perdana Menteri Abdullah Badawi menyatakan bahwa aksi Hindu Rights Action Force (Hindraf) merusak negara. Ia juga mengarahkan tudingan kepada Ketua Hindraf, P. Waythamoorthy, yang sedang melakukan safari mencari dukungan ke India dan Inggris, sebagai ”pengkhianat”. Sore harinya, lima pemimpin Hindraf ditangkap dengan menggunakan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA) yang ditandatangani Abdullah Badawi sebagai Menteri Keamanan Dalam Negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus