Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dua Presiden Korea Selatan ini Pernah Menghadapi Pemakzulan

Sebelum petisi untuk memakzulkan Presiden Yoon, dua presiden Korea Selatan telah menghadapi pemakzulan, yaitu Roh Moo-hyun dan Park Geun-hye.

4 Juli 2024 | 11.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah orang yang menuntut pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol melampaui angka 1 juta pada Rabu, 3 Juli 2024, di situs web petisi Majelis Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petisi tersebut, yang meminta Majelis Nasional untuk mengajukan RUU pemakzulan Yoon, memperoleh rata-rata 100.000 tanda tangan setiap hari selama 10 hari setelah diunggah pada tanggal 24 Juni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petisi yang disetujui oleh lebih dari 50.000 orang dalam waktu 30 hari akan dirujuk ke sub-komite parlemen yang meninjau petisi di bawah komite legislasi dan kehakiman, dan dapat diajukan ke sidang pleno.

Sebelum petisi untuk memakzulkan Presiden Yoon, dua presiden Korea Selatan telah menghadapi pemakzulan, yaitu Roh Moo-hyun dan Park Geun-hye.

1. Roh Moo-hyun

Pada 12 Maret 2004, Presiden Roh Moo-hyun dimakzulkan pada 12 Maret 2004 dengan tuduhan melakukan pemilihan umum ilegal. Dia dituduh melanggar undang-undang pemilihan umum nasional ketika dia menyerukan dukungan untuk Partai Uri yang kecil.

Perkelahian dan suara keras meletus selama sesi pemungutan suara, ketika anggota pro-Roh Uri yang menduduki aula Majelis dalam aksi duduk selama tiga hari dikeluarkan oleh petugas keamanan atas perintah Ketua DPR Park Kwan-yong.

Dengan anggota Uri yang tidak memberikan suara, mosi pemakzulan dengan cepat disahkan dengan suara 193-2, menangguhkan kekuasaan presiden Roh sebagai kepala negara dan kepala eksekutif dengan segera. Perdana Menteri Goh Kun mengambil alih sebagai penggantinya.

Hampir 60 persen warga Korea menentang pemakzulan Roh. Pada 7 Maret 2004, aksi menyalakan lilin pertama untuk menentang pemakzulan Roh diadakan di jalanan Seoul. Sekitar 170 orang yang sebagian besar berasal dari Nosamo – kelompok pendukung resmi kubu Roh Moo-hyun – berkumpul untuk mendesak anggota parlemen Korea Selatan agar membatalkan diskusi pemakzulan, lima hari sebelum mosi pemakzulan diajukan untuk pemungutan suara.

Setelah tujuh putaran sidang yang berlangsung hingga 30 April, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mendukung Roh yang terkena sanksi pada 14 Mei, 63 hari setelah RUU pemakzulan disahkan oleh Majelis.

"(Tuduhan Roh melakukan kecurangan pemilu ilegal) tidak serius atau cukup berat untuk membenarkan pelengseran presiden," kata Presiden Mahkamah Yun Young-chul dalam sebuah keputusan, yang mengembalikan Roh pada jabatannya.

Selamat dari pemakzulan, kehidupan Roh Moo-hyun justru berakhir tragis. Lima belas bulan setelah lengser pada 2008, ia bunuh diri karena skandal kasus korupsi yang menjerat keluarganya.

2. Park Geun-hye

Pada 9 Desember 2016, anggota parlemen Korea Selatan memberikan suara mayoritas untuk memakzulkan Presiden Park Geun-hye atas skandal jual-beli pengaruh, sehingga ia menjadi pemimpin terpilih pertama di negara itu yang dikeluarkan dari jabatannya secara memalukan.

Mosi pemakzulan dilakukan dengan selisih suara yang lebih besar dari yang diperkirakan yaitu 234-56 dalam pemungutan suara rahasia di parlemen, yang berarti lebih dari 60 anggota Partai Saenuri yang konservatif mendukung pemecatannya. Setidaknya dibutuhkan suara dari 200 anggota dari 300 kursi parlemen untuk meloloskan mosi tersebut.

Mahkamah Konstitusi sekarang harus memutuskan apakah akan mendukung pemakzulan tersebut, sebuah proses yang dapat memakan waktu hingga 180 hari.

"Saya dengan sungguh-sungguh menerima suara parlemen dan rakyat dan dengan tulus berharap kebingungan ini dapat diselesaikan dengan baik," ujar Park dalam sebuah rapat Kabinet, dan menambahkan bahwa ia akan mematuhi proses pengadilan dan juga investigasi yang dilakukan oleh jaksa khusus.

Park, yang tingkat persetujuannya hanya mencapai 5 persen, telah menolak tuntutan agar dia segera mundur.

Berdasarkan konstitusi, tugas Park diambil alih oleh Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn untuk sementara waktu hingga ada keputusan dari pengadilan. Pada 10 Maret 2017 Mahkamah Konstitusi memperkuat suara parlemen untuk memakzulkan Park, mencopot jabatannya sebagai presiden.

Berbeda dari Roh Moo-hyun, proses pemakzulan Park justru didukung penuh oleh rakyat. Sorak-sorai meledak di luar ruangan gedung parlemen berkubah ketika pemungutan suara diumumkan. Orang-orang memegang spanduk bertuliskan "Kemenangan untuk Rakyat" dan "Republik Korea Baru".

Oleh Mahkamah Agung, Park dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena terbukti berkolusi dengan seorang temannya, yang juga dipenjara, untuk menerima jutaan dolar dari perusahaan-perusahaan tersebut, yang sebagian besar digunakan untuk mendanai keluarga dan kelompok-kelompok nirlaba milik temannya. Skandal ini juga menjebloskan pimpinan dua konglomerat, Samsung dan Lotte, ke dalam penjara.

Park pada akhirnya menjalani hukuman penjara selama 5 tahun sebelum diampuni oleh Presiden Moon Jae-in.

REUTERS | KOREAN HERALD

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus